Menyelaraskan Konservasi dengan Kepercayaan Tradisional, Upaya Penanganan Buaya Muara di Sulawesi Selatan

Rabu, 19 Februari 2025 BBKSDA Sulawesi Selatan

Makassar, 18 Februari 2025. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan terus meningkatkan penanganan interaksi negatif antara manusia dengan satwa liar yang masih sering terjadi di wilayah kerja. Akhir-akhir ini viral di media sosial tentang kemunculan buaya muara (Crocodylus porosus) di permukiman warga saat banjir melanda wilayah Kampung Kajang, Lorong 1, Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Makassar, pada Rabu (12/2/2025) pukul 23.00 WITA. Buaya tersebut dievakuasi oleh tim Damkar bersama warga Kelurahan Tamangapa pada Kamis (13/2) pukul 12.37 WITA dan selanjutnya diserahkan kepada BBKSDA Sulawesi Selatan serta dilakukan perawatan sementara. 

Kemunculan buaya muara menjadi viral karena beberapa warga Kelurahan Tamangapa menyatakan dirinya sebagai kerabat buaya tersebut. Salah seorang warga meyakini bahwa kakeknya yang berusia 100 tahun merupakan saudara kembar buaya. Masyarakat Bugis-Makassar memiliki kepercayaan tradisional bahwa buaya adalah saudara manusia. Kepercayaan ini berasal dari mitos lama yang menyebutkan bahwa setiap manusia memiliki saudara kembar dari alam air, salah satunya adalah buaya. Beberapa masyarakat Bugis-Makassar percaya bahwa buaya kembar lahir dari air ketuban yang pecah saat ibu melahirkan. Dalam kitab Lagaligo, terdapat kisah dewa dan dewi yang turun ke bumi dengan duduk di atas punggung buaya.

Sehubungan dengan kepercayaan tradisional tersebut, warga yang mengaku sebagai kerabat buaya meminta buaya dipelihara di rumah atau dilepaskan. BBKSDA Sulawesi Selatan bersama aparat keamanan dan pemerintah terkait telah memberikan penjelasan status buaya sebagai satwa dilindungi yang perlu dijaga dan dilestarikan selaras dengan kearifan lokal masyarakat. Selanjutnya menjelaskan bahwa buaya merupakan satwa buas dan dapat mengancam keselamatan manusia apabila dipelihara di rumah.

Merespons hal tersebut, BBKSDA Sulawesi Selatan bersama Lurah Tamangapa, Camat Manggala, Polsek Parangloe, Polres Gowa dan Koramil Parangloe menawarkan beberapa solusi sebagai jalan tengah, sebagai berikut :

1. BBKSDA Sulawesi Selatan akan melakukan pelepasliaran ke habitat yang sesuai.
2. Buaya muara tetap berada dalam penanganan BBKSDA Sulawesi Selatan, namun warga yang mengaku sebagai kerabat buaya dapat mengunjungi di lokasi perawatan.
3. Warga yang mengaku sebagai kerabat buaya disarankan mengurus izin sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dalam Bentuk Penangkaran, Pemeliharaan untuk Kesenangan, Perdagangan, dan Peragaan.



Dalam penanganan interaksi negatif manusia dengan satwa liar BBKSDA Sulawesi Selatan berpedoman pada :
1. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.53/MENHUT-II/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/MENHUT-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar.
2. Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor  P.9/KSDAE/SET/KSA.2/11/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Unit Penyelamatan Satwa Liar (Wildlife Rescue Unit).

Beberapa kegiatan yang telah dilakukan BBKSDA Sulawesi Selatan dalam penanganan interaksi negatif  manusia dengan satwa liar, antara lain:

1. Penyuluhan dan sosialisasi intensif guna memberikan pemahaman dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya pelestarian hutan dan satwa serta keberadaan dan status satwa di habitatnya.
2. Pemasangan papan informasi di lokasi berupa himbauan terhadap keberadaan satwa dan kewaspadaan bagi yang berada di sekitar habitat.
3. Memonitor habitat dan populasi buaya.
4. Mendorong adanya perizinan pemanfaatan buaya muara.
5. Melakukan pengembalian satwa liar ke habitatnya.
6. Meningkatkan kapasitas Tim WRU dalam rangka penanganan konflik satwa liar seperti handling dan restrain satwa liar.

BBKSDA Sulawesi Selatan terus meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang penanganan interaksi negatif antara manusia dengan satwa liar serta memperkuat koordinasi dengan instansi terkait guna memastikan keselamatan manusia dan satwa liar. Upaya pemasangan papan himbauan, sosialisasi, serta pemantauan di lokasi-lokasi rawan konflik juga terus ditingkatkan. Konservasi dengan kepercayaan tradisional harus mendukung keselarasan manusia dengan alam.


Sumber Berita:
BBKSDA Sulawesi Selatan
Call Center BBKSDA Sulsel:
08114600883

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini