Kematian 1 Ekor Gajah Sumatera di Hutan Produksi Air Teramang Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu

Kamis, 10 Juni 2021

Bengkulu, 7 Juni 2021. Terakhir Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) ditemukan mati di dalam kawasan Hutan Produksi (HP) Air Teramang pada tahun 2018. Dan kembali pada hari Selasa 25 Mei 2021, tim patroli Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BBTNKS) menemukan bangkai satwa liar yang diduga Gajah Sumatera juga di dalam kawasan HP Air Teramang, yang juga merupakan areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Bentara Arga Timber (BAT), Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

Kondisi bangkai sudah berupa tulang belulang. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu segera berkoordinasi dengan Kepolisian Sektor (Polsek) Sungai Rumbai setelah mendapat informasi tersebut, dan kembali ditindaklanjuti pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) pada tanggal 7 Juni 2021, pada pukul 10.00 WIB s.d. pukul 15.00 WIB tim gabungan yang dipimpin langsung oleh Kapolsek Sungai Rumbai dan didampingi oleh anggota Reskrim Polsek Sungai Rumbai, BKSDA Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tim Pelestarian Harimau Sumatera – Kerinci Seblat (PHS-KS) atau Tim Patroli BBTNKS dan Yayasan Lingkar Institut telah tiba di TKP dan ditemukan tulang-belulang satwa gajah masih berada pada lokasi temuan sebelumnya. Diperkirakan usia gajah adalah dewasa, berjenis kelamin betina karena memiliki caling, dengan kondisi telah mengalami pembusukan dan sebagian besar sudah berupa tulang belulang. Perkiraan kejadian kematian sudah 2 (dua) bulan yang lalu. Juga ditemukan tali jerat berupa nylon pada bagian tulang kaki. Selain itu juga telah dilakukan pengambilan sampel berupa tulang (tulang rusuk/costae, gigi, kulit), dan sebelumnya juga telah diamankan temuan benda asing di sekitar 500 meter dari lokasi kejadian kematian satwa, yaitu berupa sabun batangan yang diduga mengandung zat kimia berbahaya yang dapat termakan dan mematikan satwa. Sampel yang telah dikoleksi berupa tulang dan kulit sedang dalam proses pemeriksaan DNA di laboratorium Jurusan Biologi FMIPA Universitas Bengkulu untuk keperluan identifikasi jenis satwa, sedangkan sampel lainnya direkomendasikan agar dikirimkan ke Laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner dan/atau Laboratorium Forensik POLRI untuk pemeriksaan toxicologi, hal ini untuk mendukung penegakan diagnosa penyebab kematian satwa.

HP Air Teramang merupakan salah satu kawasan hutan yang merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Esensial Lansekap Seblat yang dijadikan sebagai koridor gajah sumatera di Provinsi Bengkulu. Saat ini kawasan tersebut mendapat perhatian dan menjadi salah satu prioritas kegiatan pelestarian gajah oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam hal ini BKSDA Bengkulu, BBTNKS, Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial (BPEE), serta para mitra yakni baik lembaga di tingkat lokal, nasional maupun internasional, pihak swasta dan desa penyangga.  Para pihak tersebut telah tergabung dalam Forum Kolaborasi pengelolaan KEE koridor gajah sumatera lansekap Seblat Bengkulu, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor S.497.DLHK.Tahun 2017 tanggal 22 Desember 2017.  Hal ini menyebabkan bahwa perlindungan gajah dan habitatnya di lansekap Seblat termasuk HP Air Teramang adalah sangat penting dan mendesak untuk dilakukan, karena populasi gajah sumatera yang tersisa dan diperkirakan oleh para pihak hanya tinggal kurang lebih 70 ekor di Provinsi Bengkulu berada di Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara yang saat ini menghuni kawasan hutan konservasi maupun kawasan hutan produksi di bentang alam Seblat. Populasi gajah sumatera di Bengkulu akan terus menurun apabila masih terjadi perburuan, fragmentasi habitat dan terjadinya konflik antara gajah dengan manusia yang berakhir dengan terbunuhnya gajah.  Dengan adanya kerja bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Daerah, Private Sectors, desa penyangga serta Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkerja untuk konservasi gajah dalam bentuk Forum Kolaborasi pengelolaan KEE tersebut diharapkan perlindungan gajah dan habitatnya di lansekap Seblat bisa lebih optimal dengan pelibatan para pihak terkait.

Selain itu status konservasi Gajah Sumatera berdasarkan lembaga konservasi internasional IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkan ke dalam kategori Critically Endangered (CR). Artinya, satwa ini berada diambang kepunahan/ kritis, bila populasi terus menurun dapat menyebabkan kepunahan di alam liar dan pada tahap selanjutnya dapat menjadi benar-benar punah. Dan dalam sistem hukum di Indonesia termasuk salah satu dari 25 satwa prioritas nasional dan dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dalam peraturan perundangan tersebut, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran (membunuh satwa liar dilindungi) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), berdasarkan Pasal 21 Ayat (2) dan Pasal 40 Ayat (2).  Gajah sumatera juga termasuk satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.

Sumber: Balai KSDA Bengkulu-Lampung

 

 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini