Jumat, 14 Juli 2017
Indonesia adalah negara kepulauan dengan garis pantai yang sangat panjang menjadi surganya para penyu. Julukan tersebut tidaklah berlebihan mengingat 6 (enam) dari 7 (tujuh) jenis penyu yang teridentifikasi di dunia ini hidup di Indonesia. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 buah dan lebih dari 350 juta hektar area laut, menjadikan Indonesia sebagai habitat yang nyaman untuk hidup dan berkembang biak bagi penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus), penyu belimbing (Dermochelys coricea), serta penyu tempayan (Caretta caretta).
Beberapa jenis penyu, utamanya penyu hijau dan penyu sisik, menjadikan 3 (tiga) kawasan konservasi di bawah pengelolaan Balai Besar KSDA Jawa Barat sebagai tempat mendarat dan bertelur. Ketiga kawasan konservasi tersebut adalah Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh di Kabupaten Sukabumi, SM Sindangkerta di Kabupaten Tasikmalaya, serta Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Sangiang di Kabupaten Serang.
Upaya-upaya pelestarian penyu telah dilakukan di ketiga kawasan konservasi tersebut di antaranya dengan membuat demplot penangkaran penyu semi alami. Niat awalnya, pembuatan demplot penangkaran tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan telur-telur penyu dari predator alaminya ataupun dari ulah para pencari telur penyu sehingga probabilitas menetasnya telur menjadi lebih besar. Walaupun belum optimal, namun data statistik menunjukkan bahwa upaya yang telah dilakukan tersebut cukup berhasil, utamanya di SM Sindangkerta dan TWA Pulau Sangiang dilihat dari jumlah tukik yang dilepasliarkan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Selain di ketiga kawasan konservasi tersebut, di Provinsi Jawa Barat terdapat satu tempat lainnya untuk pendaratan penyu, yaitu Pantai Pangumbahan, Kab. Sukabumi. Pantai tersebut berada di luar kawasan konservasi dan dikelola oleh Balai Pengawasan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kelautan dan Perikanan Wilayah Selatan Pangumbahan (BPKSDKPWS – Pangumbahan). Lokasi yang berbatasan dengan Pantai Citirem SM Cikepuh ini menjadi tempat ‘favorit’ bagi penyu untuk mendarat dan bertelur, bahkan data dari BPKSDP menunjukkan bahwa pada tahun 2008 jumlah penyu yang mendarat mencapai 2.952 ekor.
Namun demikian, akhir-akhir ini muncul indikasi bahwa terdapat penurunan intensitas pendaratan penyu (utamanya penyu hijau) di Pantai Pangumbahan. Oleh karena itu, untuk mengetahui penyebab menurunnya intensitas pendaratan penyu tersebut telah ditugaskan Tim guna melakukan kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan terkait gangguan pendaratan penyu di sepanjang Pantai Selatan Sukabumi.
Tim yang bertugas awal Juli 2017 melakukan observasi pada 3 (tiga) lokasi, yaitu di Pesisir Pantai Pangumbahan, Pesisir Pantai Citirem SM Cikepuh, dan pelabuhan-pelabuhan nelayan. Berdasarkan hasil pengamatan dan observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas para nelayan yang melakukan pencarian benur lobster (Panulirus spp) sejak tahun 2015 sehingga terindikasi mempengaruhi jumlah penyu yang mendarat untuk bertelur sehingga berpotensi mengurangi populasi penyu. Belum lagi adanya pencurian terlur penyu yang masih marak terjadi. Aktivitas pencarian benur lobster sendiri sebenarnya merupakan aktivitas yang tergolong illegal, namun masih banyak dilakukan oleh masyarakat mengingat belum berkembangnya mata pencaharian alternatif lain. Mata pencaharian ini dipilih karena secara ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan dengan mencari ikan. Jika kondisi seperti ini dibiarkan terus menerus, maka akan semakin mengancam kelestarian penyu di Pantai Selatan Sukabumi ini.
Upaya penyelamatan penyu di Pesisir Pantai Selatan Sukabumi masih terkesan parsial karena belum ada program dan kegiatan antar stakeholder yang terintegrasi secara baik. Oleh karena itu, setelah mengetahui penyebab menurunnya intensitas pendaratan penyu tersebut sudah selayaknya stakeholder dapat bersinergi dalam berbagi pera, antara lain :
Di masa yang akan datang, sarana dan prasarana pada demplot penangkaran penyu yang terdapat di 3 (tiga) kawasan konservasi perlu ditingkatkan, termasuk penggunaan teknologi tepat guna yang memungkinkan semakin maksimalnya jumlah telur yang menetas menjadi tukik. Dengan demikian, diharapkan keberadaan penyu-penyu tersebut akan semakin lestari.
Sumber: BBKSDA Jawa Barat
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0