Kamis, 08 Juni 2017
Manado, 8 Juni 2017. Workshop Pemanfaatan Zona Tradisional Taman Nasional Bunaken merupakan jembatan dalam menyampaikan pendapat, sikap dan aksi serta duduk bersama dari para pemangku kepentingan untuk berupaya dalam mengatasi pemecahan permasalahan yang terjadi dilapangan, agar mendapatkan persamaan persepsi dan rekomendasi untuk pengelolaan zona tradisional lebih baik kedepan. Kegiatan yang diikuti oleh perwakilan kelompok-kelompok masyarakat di kawasan Taman Nasional Bunaken dilaksanakan di Hotel Aston Manado tanggal 8 Juni 2017. Adapun pemateri dari Direktur Kawasan Konservasi Ditjen KSDAE-Kemen LHK, Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sulawesi Utara, Staf Ahli Gubernur Sulawesi Utara Dr. John Tasirin, Kepala Balai TN Bunaken, Kepala BPSPL Makassar dan perwakilan kelompok nelayan yang mengimplementasikan pengelolaan di zona tradisional yaitu cahaya Tatapaan dari Popareng.
Saat ini sudah terdapat kelompok swadaya masyarakat (KSM) Cahaya Tatapaan dari Popareng, Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan yang menjadi inovator dalam mengelola zona tradisional dalam bidang perikanan melalui Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP). PAAP akan menjadi bagian kebanggaan kelompok-kelompok masyarakat yang berupaya melestarikan sumber nafkah berdasarkan kearifan lokal. PAAP mengkombinasikan antara area tangkapan ikan dan area tabungan ikan, dimana dengan harapan ikan akan selalu ada jika diberikan preservasi. Hal yang paling utama adalah pengelolaan perikanan, Cahaya Tatapaan telah mencatat ikan tangkapan melalui ukur dan timbang sebagai indikator dari overfishing, adapun melalui pembatasan alat tangkap, waktu menangkap dan pengawasan lapangan yang menjadi kepatuhan segenap warga nelayan dalam menjalankan implementasi kelola perikanan sangat diperlukan manakala overfishing tersebut telah terjadi.
Ketergantungan masyarakat pada kawasan Taman Nasional Bunaken sangat tinggi dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Walaupun dalam kawasan TN Bunaken, ruang untuk pemenuhan kebutuhan mereka telah diakomodir dalam zona tradisional (seluas 10.460,69 Ha), akan tetapi terkadang dalam penerapan di lapangan timbul perbedaan persepsi dalam menyikapi aturan yang ada dari masyarakat dan pemangku kepentingan dengan Balai TN Bunaken selaku otorita pengelola. Hal ini terjadi disebabkan karena terbatasnya informasi, komunikasi dan koordinasi diantara pemangku kepentingan yang ada.
Sumber Info : Eko Wahyu Handoyo - PEH Taman Nasional Bunaken
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0