Banteng Kalimantan, Spesies Baru?

Kamis, 24 Januari 2019

Malinau, 24 Januari 2019. Banteng merupakan salah satu hewan asli Asia tenggara, dan salah satu mamalia besar Indonesia yang memiliki status dilindungi berdasarkan P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi. Bahkan oleh IUCN Redlist mengkategorikan Banteng sebagai satwa yang terancam punah atau Endagered.

Terdapat 2 sub spesies banteng yang ada di Indonesia, yakni Bos javanicus javanicus dengan sebaran di Pulau Jawa dan Bos javanicus lowi yang sebarannya ada di Kalimantan, tepatnya di Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Kayan Mentarang serta di Blantikan, Kabupaten Lamandau Kalimantan Tengah.

Titik sebaran banteng di Taman Nasional Kayan Mentarang berada di Padang penggembalaan Long Tua SPTN II Long Alango. di kawasan tersebut banteng menjadi obyek konservasi dengan target peningkatan populasi sebesar 2% setiap tahunnya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, Apakah benar banteng di padang Long Tua murni Banteng Borneo (Bos javanicus lowi) atau jenis banteng baru?

Berikut ulasan hasil analisis genetic banteng di padang rumput Long Tua.

Pada Tahun 1979, Padang Long Tua masih menjadi pemukiman masyarakat Dayak, dan banteng dinyatakan hidup secara bersama dengan sapi peliharaan pada masa itu. Bahkan tumpang tindih habitat masih terlihat hingga tahun 1990-an, dimana Taman Nasional Kayan Mentarang kala itu masih berstatus Cagar Alam.

Tidak hanya di Long Tua, fenomena tumpang tindih habitat antara banteng dan sapi juga terjadi di wilayah lain. Seperti yang terjadi di Kamboja, antara banteng (Bos javanicus) dengan Zebu (Bos Taurus) yang telah menurunkan jenis hybrid yang di kenal sebagai Kouprey (Bos sauveli).

Melihat pengalaman tersebut, terdapat kekhawatiran terjadinya introgressi sapi peliharaan yang di alami oleh Banteng di Long Tua. Oleh karena itu Balai Taman Nasional Kayan Mentarang melakukan Analisis Genetic terhadap banteng yang ada di padang penggembalaan Long Tua, yang bekerjasama dengan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta.

Dalam pelaksanaannya Analisis Genetik banteng di Long Tua menggunakan 4 Metode, yakni Pengumpulan Sampel, Ekstraksi DNA, Amplifikasi DNA dan terakhir Analisis Data. Untuk pengumpulan sampel materi genetik selain di ambil di alam, juga di ambil dari pemukiman untuk mewakili krakteristik genetic sapi peliharaan. Yang kemudian di kelola oleh BBPBPTH guna penelitian di laboratorium genetika molekuler.

Berdasarkan hasil ekstrak DNA dari feses hanya ada 16 sampel yang dapat diukur konsentrasi kemurniannya dengan rasio kemurnian yang bervariasi, yakni berkisar antara 1,973 – 2,575. Sementara kisaran rasio optimal untuk kemurnian DNA adalah 1,8-2,0 (Sambrook & Russel, 2001).

Dari keseluruhan hasil ektraksi DNA, hanya 3 sampel yang memiliki kemurnian DNA yang masuk dalam rasio optimal. Sementara sampel lainnya memiliki rasio lebih dari 2,0 meskipun tidak terlalu banyak selisihnya. Namun demikian, seluruh DNA tetap dianalisis lanjut sampai ketahap amplifikasi.

Kemurnian DNA yang rendah diduga terkait ekstraksi DNA menggunakan QiaAmp Stool MiniKit QIAGEN dengan protocol yang telah dimodifikasi oleh Sekiguchi (2013). Karena dalam penelitian ini yang di gunakan adalah sampel feses, sehingga jenis pakan, tingkat kebaruan sampel, cara preservasi dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas DNA.

Sementara itu, pada proses amplifikasi DNA yang menggunakan penanda DNA mitokondria yang dilakukan di daerah cytocrome B pada DNA mitokondria tersebut menunjukan hasil dari seluruh sampel yang terukur kuantitas dan kualitasnya, dapat teramplifikasi dengan cukup baik.

Selain itu, terdapat 190 titik pembeda antara banteng yang terdapat di padang Long Tua dengan jenis lain pada kelompok Bos. Baik banteng dari jawa dan Birma maupun Kerbau. Namun titik polimorfik berkurang menjadi 62 titik jika banteng dari Long Tua dibandingkan dengan banteng Jawa maupun B.j lowi yang berasal dari Sabah, Malaysia.

berdasarkan karakter genetic (haplotipe), banteng di padang penggembalaan long tua memiliki 5 (lima) karakter genetic yang berbeda berdasarkan pada DNA mitokondria bagian cytochrome B. demikian pula dengan jumlah haplotipe banteng Jawa. Sementara banteng lowi yang dijumpai di Sabah, Malaysia memiliki haplotipe lebih tinggi, yaitu 6 (enam) haplotipe.

Hasil yang telah di capai pada tahap ini masih cukup bagus, kendati memiliki jumlah haplotipe yang sama dengan banteng Jawa, mengingat sampel yang terkumpul pada kegiatan analisis genetic banteng ini hanya terbatas pada padang penggembalaan Long Tua, SPTN II Long Alango di Taman Nasional Kayan Mentarang.

Di sisi yang sama juga tampak hasil analisis filogenetik yang menunjukan bahwa banteng di Long Tua berada dalam kelompok terpisah dengan banteng Jawa dan banteng Birma. Namun lebih dekat dengan gaur atau Gayal (B. gaurus). Dan tanda-tanda menunjukan bahwa banteng di Long Tua adalah Banteng Kalimantan (Bos javanicus lowi).

Mari kita mendalaminya lagi…!

Secara morfologi, warna tubuh banteng lowi jantan sama dengan gaur, sehingga memicu adanya kedekatan genetic antara banteng lowi di long tua dengan Gaur. Namun, dari warna tubuh betina dewasa, ukuran tubuh maupun bentuk tanduk sangat berbeda, sehingga dugaan tersebut menjadi lemah.

Tidak hanya itu, adapun dugaan lainnya bahwa leluhur banteng lowi mendapatkan genom mitokondria dari gaur melalui introgressi. Seperti yang terjadi pada Bos jenis Kouprey (B. sauveli) yang merupakan hasil kawin silang antara B. javanicus dan B. frontalis.

Pada sub spesies banteng, jarak genetic banteng lowi dan banteng jawa adalah 0,37, angka tersebut lebih jauh dibandingkan dengan banteng Birma dengan rata-rata jarak 0,35. Yang berarti banteng lowi memiliki perbedaan sebanyak 37% dari banteng Jawa dan 35% dari banteng Birma.

Lalu bagaimana dengan status kemurnian genetic banteng lowi yang sempat hidup secara simpatrik dengan sapi peliharaan ?

Saat ini keberadaan sapi di padang Long Tua sudah tidak bisa di deteksi lagi. Berdasarkan hasil filogenetik dan jarak genetiknya, benteng lowi terpisah dari kelompok sapi peliharaan yang sampelnya juga di ambil dari Malinau. Dengan kata lain, banteng di padang penggembalaan Long Tua merupakan murni Banteng Borneo atau Banteng Kalimantan (Bos javanicus lowi) berdasarkan buku laporan analisis genetic banteng BTNKM 2018.

Upaya konservasi Banteng Borneo di TNKM terus dilaksanakan dari tahun ke tahun. Di samping itu hasil analisis ini juga masuk dalam daftar saran agar dilanjutkan dengan kajian-kajian lain. Terutama melalui analisis DNA dengan menggunakan DNA inti sel sebagai dasar penyusunan rekomendasi untuk strategi konservasi banteng yang lebih lengkap kedepannya.

  

Sumber : Balai TN Kayan Mentarang

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini