Kamis, 17 Mei 2018
Pangkep, 16 Mei 2018. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menghadiri workshop tata kelola sumber daya alam kolaboratif berkelanjutan di desa penyangga Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Workshop yang diprakarsai Perkumpulan Payo-payo ini digelar pada Senin (4/5) di Aula Kantor Desa Bonto Masunggu, Tellu Limpoe, Bone. Workshop dihadiri Balai TN Bantimurung Bulusaraung, Kecamatan Tellu Limpoe, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, Balai pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI dan masyarakat yang berasal dari dua dusun di Desa Bontomasunggu.
Kegiatan ini untuk mengetahui permasalahan- permasalahan yang dihadapi masyarakat seperti batas kawasan, pengelolaan kolaboratif berkelanjutan. Melalui workshopini juga masyarakat difasilitasi untuk mencari solusi terbaik ke depannya, termasuk peluang pemberdayaan masyarakat.
Kepala Balai Taman nasional Bantimurung yang diwakili staf perencanaan mengapresiasi workshop yang digelar lembaga swadaya masyarakat lokal ini. ‘Kami salut dengan Perkumpulan Payo-payo, moga ke depan bersama-sama kita membantu masyarakat agar taraf hidup mereka meningkat. Ini memungkinkan dengan memanfaatkan potensi di sekitar desa,” pungkas Much. Syachrir, staf perencanaan taman nasional.
Pada sesi diskusi masyarakat bertanya tentang revisi zonasi dan solusi tanaman perkebunan masyarakat yang terlanjur masuk kawasan taman nasional agar bisa memetik hasilnya. Masyarakat juga meminta agar potensi wisata berupa air terjun yang ada di desa mereka dapat dikembangkan.
Disesi terakhir, Kepala Desa Bonto Masunggu sangat senang dengan digelarnya workshop tata kelola kolaboratif ini. “Kami berharap semoga masyarakat mendukung segala upaya Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menjaga hutan. Masyarakat memungkinkan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, seperti sadap enau, rotan, dan madu,” jelas najamuddin, kepala Desa Bonto Masunggu.
“Saya juga berharap agar wilayah Desa Bonto Masunggu yang masih berupa hutan bisa dimasukkan ke dalam kawasan taman nasional,”tambahnya.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (nomor : P.43/MENLHK/KUM.1/6/2017) tentang pemberdayaan masyarakat di sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam memungkinkan masyarakat memiliki akses memungut hasil hutan bukan kayu.
“Masyarakat desa penyangga taman nasional memungkinkan untuk mengambil getah, rotan, aren, ataupun madu di hutan. Masyarakat sekitar hutan seperti Desa Bonto Masunggu berhak mendapat pembinaan dan pedampingan untuk mengembangkan potensi wisata desanya. Apalagi ada potensi air terjun yang unik, ini sangat memungkinkan,” Ujar Yusak Mangetan, Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang kami temui terpisah.
Burung Indonesia melalui mitranya Perkumpulan Payo-payo mencoba menggali potensi masyarakat di Desa Bonto masunggu. Desa Bonto Masunggu adalah salah satu desa penyangga taman nasional yang masyarakatnya ramah dan bersahabat. Pada kawasan Taman Nasional Banrimurung Bulusaraung terdapat pohon enau yang melimpah. karenanya masyarakat desa penyangga, termasuk Desa Bonto masunggu memanfaatkannya sebagai sebagai bahan baku untuk membuat gula aren. Semoga ke depan kolaborasi antar lembaga dan masyarakt terus terjalin demi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Sumber: Ramli – PEH Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0