Kepala Balai TN Ujung Kulon : Luar Biasa Hari Temu Petani Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis

Rabu, 11 April 2018

Pandeglang — Abdijustisia.com, 11 April 2018. Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (KTNUK) U. Mamat Rahamat menyebut, bahwa penting untuk dicanangkan kegiatan even Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis (SLPE) secara rutin dimulai sejak sekarang ini. Karena menurut dia akan bermanfaat bagi peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia) untuk menunjang kelestarian alam lingkungan sekitar, terutama hutan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon.

“Tidak ada kata lain yang lebih pantas untuk kelompok Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis ini kecuali kata ‘Luar Biasa’. Kita bangga menjadi bagian masyarakat desa hutan penyangga Ujung Kulon yang memilik potensi alam yang kaya dan kreativitas masarakat sekitarnya yang tinggi dan cerdas,” kata Rahmat, disampaikannya dalam acara penutupan even Hari Temu Petani Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis di Kampung Cilubang, Desa Cibadak, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang Banten. Rabu 11 April 2018.

Dengan cara menerapkan konsep kemitraan masyarakat konservasi, kata Rahmat, dengan mengusung slogan yang sudah dikenal masyatakat luas ‘Masyatakat Ngejo Leweung Hejo’ (Masyarakat Sejahtera, Hutan Lestari). “Saya mengharapkan supaya even ini rutin dilaksanakan pada setiap tahun, supaya menjadi even sekolah lapangan ekologis dan juga even turism of Ujung Kulon atau even wisata Ujung Kulon nanti kedepannya,” kata Kepala Balai TNUK.

Dikatakan dia lebih lanjut bahwa berdasarkan Perda Nomor 2 tahun 2013 Tentang Daerah Penyangga TNUK, ada 19 desa dan 2 kecamatan. 12 desa di Kecamatan Cimanggu dan 7 desa di Kecamatan Sumur. Sedangkan yang berbatasan langsung dengan kawasan TNUK ada 15 desa. “15 desa yang berbatasan langsung tapi dalam perakteknya seluruh desa yang diatur dalam perda itu, mencakup keseluruhannya 19 desa, wajib aktif berperan dalam konsep kemitraan masyarakat desa penyangga kawasan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon. Semua desa yang 19 desa itu, semua SKPD (satuan kerja perangakat daerah-Ed.) harus mendukung sepenuhnya pada program kemitraan bersama masyarakat dan TNUK. TNUK sudah mengangkat 85 orang putra daerah sebagai tenaga kontrak penyuluh dengan insentif sebesar Rp.1 juta 500 ribu perbulannya, mereka sudah disebar di setiap Resort,” terang Kepala TNUK.

Selogan ‘Masyarakat Ngejo, Leweung Hejo’ mengandung makna philosofis, masih kata Kepala TNUK, kalimat ‘Masyarakat Ngejo’ terlebih dahulu disebutkan, karena masyarakat adalah manusia yang diciptakan Tuhan dengan tugas sebagai Kholifatulloh fil ardhi (pengemban tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi–Ed.). Artinya manusialah yang harus memberdayakan segala potensi kekayaan alam yang ada di lingkunnannya untuk kepentingan manusia itu sendiri. Dengan potensi kretivitasnya masyarakat akan sejahtera. Jika masyarakat sudah sejahtera dengan sendirinya hutan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon pun akan lestari. Maka baru pada kalimat ‘Leweung Hejo’ karena masyarakat sudah mencapai tarap kesejahteranya yang cukup maka dibebani taklif (tugas dan tanggung jawab) untuk menjaga alam sekitar, tanpa terkecuali. “Bagaimana masyarakat akan bisa berpikir melestarina lingkungan jika perutnya lapar, sangat tidak munhkin,” ujar dia.

Even Hari Temu Lapangan Petanai (Field Day) peserta Sekolah Lapangan Pertanian Ekologis diikuti oleh anggotanya (yang baru berpartisipasi) 5 desa dari Kecamatan Cimanggu dan Kecamatan Sumur,yaitu Desa Rancapinang, Cibadak, Kramatjaya, Tamanjaya dan Desa Ujungjaya. Puncak kegiatannya dilaksanakan di Kp. Cilubang, Desa Cibadak pada Rabu 11 April 2018.

Dalam even yang digagas oleh WWF Indonesia, NGO (non govermance organitation) yang bergerak di bidang lingkungan hidup bekerja sama dengan TNUK tersebut dipamerkan beragam jenis tanaman pangan semcama jenis sayur mayur, padi, dan buah-buahan hasil produksi Siswa Sekolah Lapangan Ekologis dengan cara tanam mengunakan pupuk organik yang ramah lingkungan. Dipamerkan juga hasil kerajinan masyarakat semacam jenis panganan, Bandrek produksi masyarakat Cilubang, madu lebah hutan liar Taman Nasional Ujung Kulon, gula aren. Serta beragam produksi kerajinan, diantaranya miniatur patung Badak Jawa sebagai ciri khas ikon Ujung Kulon, cowet dan ulekan terbuat dari kayu, tikar dan tas yang bahan bakunya terbuat dari daun Pandan laut produksi warga masyarakat Desa Rancapinang. Tak ketinggalan pementasan seni budaya tradisional Calung dan Gendang Pencak.

Tampak hadir para tamu undangan Muspika Kecamatan Cimanggu, Kadis Pertanian Kabupaten Pandeglang dengan jajarannya, Yayasan Badak Indonesia (YABI), Organisasi Kepemudaan Angkatan Muda Siliwangi (AMS), Lembaga Swasaya Masyarakat (LSM), Para Kepala Desa serta terbuka untuk masyarakat umum. (S.din)

Sumber : Balai Taman Nasional Ujung Kulon 

https://abdijustisia.com/?p=1373

 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini