Lestari 38 Tahun Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Senin, 12 Maret 2018

Melalui Pengumuman Menteri Pertanian Nomor: 811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan empat taman nasional lainnya yaitu; TN. Gunung Leuser, TN. Ujung Kulon, TN. Baluran, dan TN. Komodo, menjadi taman nasional tertua di Indonesia. Meskipun kawasan ini sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi pertama di Indonesia dengan status Cagar Alam pada tahun 1889, namun ditetapkan sebagai hari jadinya TNGGP tanggal 6 Maret 1980.

Untuk meningkatkan semangat berkonservasi, maka pada tanggal 6 Maret 2018 Balai Besar TNGGP memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-38 dengan mengusung tema “Berikan yang Terbaik untuk Lingkungan Sekitar Melalui Kreativitas dan Inovasi”. Sampai saat ini, TNGGP sudah memberikan yang terbaik bagi nusa dan bangsa, melalui kreativitas dan inovasi para karyawan dan mitra kerjanya. 

Beberapa program yang berhasil dikembangkan Balai Besar TNGGP adalah:

  1. Kemenangan kasus tenurial petak 5 blok (29 Ha) Batu Karut dengan terbitnya SK Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat Nomor: 8/Pbt/BPN.32/2016 tentang Pembatalan Hak Atas Tanah Sertipikat Hak Milik No. 124 sampai No. 140 Terletak di Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat melalui rangkaian perjuangan Balai Besar TNGGP dari tahun 2006 sampai 2016.
  2. Pelayanan perijinan masuk kawasan konservasi (khususnya pendakian dan penelitian) sudah lebih mudah dan berbasis online; Sudah mulai mengukur daya dukung destinasi wisata per site dan penentuan quotanya serta sistem buka tutup sejak tahun 2010.
  3. Dalam bidang penelitian Balai Besar TNGGP sudah membuat daftar kebutuhan penelitian dan untuk pelaksanaannya telah menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga penelitaian seperti perguruan tinggi, LIPI, Litbang Kehutanan, dan
  4. Untuk mendukung visi pengelolaan TNGGP telah dikembangkan Pendidikan Konservasi Lingkungan (Dikoling) yang sudah dikembangkan, mulai dari kegiatan dengan penekanan pada ranah kognitif (sekitar tahun 1980 - 1990) melalui ceramah dan pemutaran film dokumeter; dilanjutkan dengan kegiatan yang menekankan pada ranah afektif (mulai perioda 1990) melalui pendidikan Kader Konservasi dan Kemah Konservasi; mulai pertengahan 1990 sampai saat ini dikembangkan kegiatan yang menekankan pada ranah motorik, melalui kegiatan kampanye lingkungan oleh para volunteer dan pecinta alam, pengembangan adopsi pohon, pembentukan dan pembinaan bank sampah, pelaksanaan dan pengembangan Perpustakaan Keliling (Puskoling), pembentukan Gede Pangrango Science Club, Kikigaki (mengikuti kegiatan konservasi sehari-hari masyarakat/ kearifan lokal), dan lain-lain. Untuk mendukung Dikoling tersebut di atas, telah dikembangkan pula School Visit, Visit to School, Visit to Pesantren, dan Goes to Campus.
  5. Pengembangan program pemberdayaan masyarakat di desa penyangga, belajar dari pengalaman selama ini, para penyuluh Balai Besar TNGGP mengawali kegiatan dengan pendekatan ke masyarakat desa penyangga, identifikasi potensi SDA dan ekonomi desa penyangga, penyusunan programa, pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) penigkatan legalitas kelembagaan KTH, pelatihan pemberdayaan masyarakat KTH, Business Plan untuk KTH, dan penyerahan bantuan pengembagan ekonomi serta dilakukan pendampingan dalam pengembangannya sampai kelompok bisa berkembang secara mandiri.
  6. Dalam penanggulangan masalah dominan, yaitu lahan terdegradasi, telah dilakukan inovasi yang kreatif seperti program adopsi pohon, green wall, Miyawaki, dan RHL terpadu. Program ini dikembangkan dari hasil kegiatan RHL sebelumnya yang terus dikembangkan dan disempurnakan.
  7. Karena Resort PTN di Balai Besar TNGGP merupakan ujung tombak pengelelolaan konservasi, maka sampai saat ini telah dikembangkan RBM, SDM, dan fasilitas sudah disiapkan untuk pelaksanaan program RBM, kinerja resort dievaluasi setiap tahun sejak tahun 2016.

Dengan berbagai kegiatan yang sudah dilakukan Balai Besar TNGGP di tahun-tahun sebelumnya diharapkan akan menjadi pondasi dan memacu pengembangan konservasi di masa selanjutnya, sehingga era “tinggal landas konservasi” yaitu “Leuweung Hejo Masyarakat Ngejo” (hutan terjaga masyarakat sejahtera) dapat segera tercapai.  Semoga.

Sumber: BBTN Gunung Gede Pangrango

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini