Kamis, 08 Maret 2018
Jakarta, 7 Maret 2018. Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial (BPEE) melalui Rapat Pembahasan Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri LHK tentang Pedoman Perlindungan Kawasan Eksositem Esensial (KEE) bertempat di Hotel Le Meriden, Jakarta pada tanggal 6 Maret 2018. Hasil pemaparan Direktur BPEE diketahui sudah terdapat lebih dari 700.000 ha ditetapkan sebagai KEE di 35 Unit KEE. Akan tetapi masih ada kebutuhan untuk penetapan KEE demi pemenuhan Aichi Target dan pemenuhan habitat bagi tumbuhan dan satwa dilindungi yang berada di luar kawasan konservasi. Acara dihadiri para pakar (SAM Hubungan Antar Lembaga Dr. Ilyas Assad, Prof Dr Hariadi K dan Dr. Iman Santoso), wakil Direktorat lingkup KSDAE, wakil Kementerian KKP, wakil Dit.PHPL, wakil Biro Hukum, NGO (CI) dan staf Dit BPEE.
Rapat ini menghasilkan beberapa kesepakatan diantaranya Kawasan ekosistem esensial berada di luar kawasan konservasi sebagaimana diatur dalam Pasal 24 PP 28/2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA; Memperhatikan UU 23/2014, Pemerintah Daerah memiliki urusan untuk pengelolaan kawasan yang bernilai ekosistem penting; KEE dikelola secara kolaboratif dengan tidak mengubah status lahan atau hak yang sudah ada dan Dalam proses penetapan KEE, Menteri berwenang untuk menetapkan KEE karena orientasinya adalah konservasi.
Diinformasikan bahwa dalam rancangan aturan KEE yang sedang disusun perlu memperhatikan : karakteristik KEE, integrasi program berbasis lansekap diwilayah KEE berada, kelembagaan dan organisasi, lingkup dan sebaran tugas serta arena aksi. Dalam rencana aksi ini harus diatur sesuai tipologi masing-masing KEE.
Selain itu, disampaikan pula orientasi sosial sebagai insentif bagi masyarakat melalui penetapan KEE perlu diatur. Insentif yang akan diberikan apakah dalam bentuk silvopastur, tumpang sari, atau jasa lingkungan? Kemudian, apakah setelah insentif ini diberikan bisa menjamin adanya pemulihan ekosistem? Beberapa pertanyaan ini belum dapat terjawabkan pada saat pembahasan.
?Semangat perlindungan kawasan ekosistem esensial bagi upaya konservasi perlu dipertegas dalam hal pengawetan jenis, demikian kata pakar. Terbukti bahwa hampir 60% daerah jelajah satwa berada diluar kawasan konservasi dan penanganan konflik satwa dengan manusia dipecahkan melalui pengelolaan dan perlindungan KEE. Untuk itu, ketika daerah mengusulkan adanya penetapan KEE oleh Menteri, maka perlu diatur standar pedoman pengelolaan untuk setiap ekosistem. Standar pedoman pengelolaan ini diatur dalam Perdirjen ketika Permen LHK tentang Perlindungan KEE ini telah terbit.
Kenyataan pahit memang harus dihadapi, bahwa usulan ditetapkan menjadi KEE bersifat sukarela atau voluntary. Apakah semua bersedia? Kenyataan pahit tersebut bukan pada perangkat regulator yang mendukung kewenangan, tetapi kepada aspek tujuan dari pentingnya ditetapkan sebagai KEE. Fakta yang harus dihadapi adalah ada banyak kepentingan dalam pengelolaan kawasan yang akan diusulkan menjadi KEE ini. Tapi ini tidak boleh mematahkan semangat untuk mendorong upaya konservasi. Untuk itu perlu ada daya tarik dengan ditetapkannya sebagai kawasan ekosistem esensial. Apakah daya tarik itu?
“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat segera menerbitkan peraturan tentang perlindungan KEE. Dengan terbitnya peraturan, KEE berfungsi mengatasi tantangan konservasi sumberdaya alam di luar KSA dan KPA sebagai penyangga kehidupan serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia” tutup Direktur BPEE.
Sumber : Lana Sari – Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0