Para Pihak Bangun Strategi Konservasi Orangutan di Kalbar

Selasa, 30 Januari 2018

Pontianak, 30 Januari 2018 – Dalam rangka memperingati Hari Primata Indonesia yang jatuh setiap tanggal 30 Januari, Balai KSDA Kalimantan Barat bersama para mitra penggiat konservasi primata melakukan Diskusi Membangun Strategi Konservasi Orangutan Kalimantan Barat di Pontianak pada Selasa (30/1).

Di antara lebih dari 600 jenis primata (bangsa kera dan monyet) di dunia, setidaknya 58-59 jenis dapat ditemukan di Indonesia. Sayangnya, primata Indonesia itu terancam punah akibat kehilangan habitat dan perdagangan liar. Perdagangan primata merupakan ancaman paling serius terhadap kelestarian primata di Indonesia, setelah kerusakan habitat. Lebih dari 95% primata yang diperdagangkan di Indonesia adalah hasil tangkapan dari alam. Ada banyak primata yang mati dalam proses perdagangan primata, salah satunya orangutan.

“Butuh kepedulian kita bersama untuk menjaga agar primata Indonesia tetap lestari. Dalam menangani perdagangan primata yang dilindungi, Pemerintah Indonesia sangat konsisten dan menjadikan hal tersebut sebagai salah satu prioritas yang masuk ke dalam Indikator Kinerja Kementerian,” ucap Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan dan Kehutanan Republik Indonesia, Bambang Dahono Adji.

Saat ini, diperkirakan hanya terdapat 57.350 individu Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di habitat seluas 181.692 km2 (PHVA, 2016), mencakup wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Sarawak – Malaysia. Di Kalimantan Barat, diperkirakan terdapat sekitar 4.520 individu untuk sub jenis Pongo pygmaeus pygmaeus dan 15.810 individu sub jenis Pongo pygmaeus wurmbii, yang tersebar di dalam dan di luar kawasan konservasi. Di Kalimantan Barat, diperkirakan terdapat ± 20.330 individu terdiri dari Pongo pygmaeus pygmaeus sebanyak ± 4.520 dan Pongo pygmaeus wurmbii sebanyak ± 15.810 individu.

Keberadaan satu-satunya kera besar di benua Asia tersebut, berdasarkan data IUCN 2016, semakin terancam. Status dua spesies, P. p. pygmaeus dan P. p. wurmbii naik dari Endangered menjadi Critically Endangered. Naiknya status ini disebabkan oleh adanya konversi dan kebakaran habitat, serta perburuan. Hal ini menjadi fokus utama diskusi sebagai upaya konservasi orangutan di Kalimantan Barat.

“Para pihak sebagai kunci utama keberhasilan dalam mengimplementasikan strategi dan rencana aksi konservasi orangutan. Kolaborasi seluruh pihak akhirnya menjadi bagian yang tidak dapat diabaikan. Bagaimana kemudian rencana perlindungan orangutan di Kalimantan Barat khususnya dapat dibangun dan diimplementasikan secara kolaboratif, sehingga manfaatnya dapat dirasakan semua pihak,” ujar Albertus Tjiu, Manajer Program Kalimantan Barat, WWF-Indonesia

Disampaikan oleh Kepala Balai KSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta bahwa sampai saat ini kasus kejahatan terhadap satwa liar masih tinggi.

“Dalam rangka menurunkan kasus kejahatan satwa liar, khususnya orangutan, berbagai pihak kemudian dilibatkan dalam diskusi kali ini. Perlu kita lakukan bersama dan disinergikan. Strategi konservasi seperti apa yang dapat kita jalankan bersama ke depannya,” ucap Sadtata.

Pertemuan para pihak ini merupakan tindak lanjut dari Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Kalimantan Barat yang diselenggarakan sebelumnya pada bulan Oktober 2017 di Pontianak. SRAK Orangutan Kalbar belum sepenuhnya menjawab permasalahan-permasalahan yang terus timbul pasca dirumuskan. Balai KSDA Kalbar bersama WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat mengajak para pihak untuk turut peduli terhadap perlindungan dan pelestarian orangutan.

“Jika solusi konservasi orangutan termasuk keanekaragaman hayati kunci lainnya bisa dirumuskan, termasuk juga mempertimbangkan aspek peningkatan ekonomi masyarakat lokal, kami yakin pilar konservasi dapat terwujud dan menguntungkan bagi semua pihak”, tutur Albertus.

Sejumlah pihak yang terlibat diskusi antara lain UPT Kementerian LHK Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, stakeholder terkait; FMIPA UNTAN, Pemdes dan masyarakat dari Kabupaten Mempawah, Kubu Raya, Sanggau, Landak, Ketapang, FOKKAB, NGO yang bergerak dalam bidang konservasi orangutan, serta mitra kebun yang lahan konsesinya terdapat habitat orangutan.

Masih dalam rangka Hari Primata Indonesia, juga dilakukan kampanye publik melalui aksi damai di Bundaran Digulis UNTAN yang melibatkan berbagai organisasi dan juga masyarakat Kota Pontianak diantaranya Siswa Pecinta Alam dari berbagai SMA di Kota Pontianak, Mahasiswa Pecinta Alam dari berbagai Universitas, Himpunan Mahasiswa Biologi MIPA Untan, Gerakan Earth Hour Pontianak, Komunitas Pendaki Kalimantan, Alumni Youth Camp Leadership Putusibau, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, Yayasan Titian, Yayasan Planet Indonesia, serta para pihak pendukung lainnya.

Momen Hari Primata Indonesia ini digunakan oleh para penggiat konservasi dan para aktivis lingkungan untuk mengajak masyarakat/publik membantu upaya pelestarian primata Indonesia, salah satu caranya dengan tidak memperjual-belikan primata.

“Salah satu cara termudah bagi masyarakat adalah dengan tidak membeli primata. Pemeliharaan primata di rumah sebagai satwa peliharaan juga rawan terhadap terjadinya penularan penyakit (zoonosis) seperti TBC, hepatitis dan herpes. Membiarkan primata hidup di habitat alaminya adalah pilihan bijak yang bisa dilakukan setiap orang untuk alasan kelestarian primata dan kesehatan masyarakat,” ujar Dewi Puspita Sari, Species Officer, WWF-Indonesia.

Saat di Provinsi Kalimantan Barat, primata khususnya jenis orangutan yang ada di pusat rehabilitasi Yayasan IAR ada 110 individu, sedang di Pusat Rehabilitasi Yayasan Kobus Orangutan yang sedang dalam rehabilitasi ada 36 individu.

Yayasan Titian melalui Sulhani menyampaikan kampanye publik ini dilakukan untuk mengedukasi masyarakat supaya tidak memburu primata hanya untuk kepentingan semata.

“Apabila masih ada orang yang memelihara primata atau bahkan memperjual-belikan baik secara langsung maupun melalui media sosial, agar dapat melaporkan ke BKSDA Kalbar untuk kemudian direhabilitasi dan dilepaskan kembali ke habitatnya," kata Sulhani.

Kerja kolaborasi multipihak ini diharapkan dapat mewujudkan konservasi satwa liar di Kalimantan Barat, khususnya primata.

Sumber : Balai KSDA Kalimantan Barat

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini