Ketika Budaya Lokal dan Keanekaragaman Hayati Melebur di Pusat Pendidikan Konservasi Alam (PPKA) Bodogol

Kamis, 31 Agustus 2017

Cibodas, 31 Agustus 2017. Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol atau dikenal dengan PPKA Bodogol dijadikan sebagai lokasi kegiatan Kemah Konservasi Tahun 2017 tepatnya tanggal 30 - 31 Agustus 2017. Kegiatan ini merupakan salah satu pendidikan lingkungan dengan sasaran dari kalangan pelajar tingkat Sekolah Menengah Atas di Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) khususnya wilayah Kabupaten/ Kota Bogor. Biasanya kegiatan ini diisi dengan pemberian materi dalam bentuk teori dan praktikum serta games. Namun, kali ini kegiatan tersebut dijadikan sebagai ajang memperoleh feed back apakah “pesan yang ingin dihadirkan dalam program interpretasi taman nasional” berhasil disampaikan oleh  para interpreter. Dengan mengusung tema, Fungsi Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang Luar Biasa dalam Menyangga Kehidupun Manusia. Para Interpreter baik dari petugas TNGGP, CI Indonesia, maupun volunteer dari masyarakat sekitar wilayah Bodogol memperlakukan peserta kemah konservasi sebagai pengunjung yang akan pulang membawa “message” dari taman nasional. Suatu hal yang selalu diingat dan berkesan dari pengalaman berekowisata di TNGGP merupakan sasaran dari yang akan dicapai sehingga pengunjung akan datang dan datang lagi ke tempat tersebut.

Pada umumnya interpretasi suatu daya tarik wisata sebelumnya lebih menonjolkan pada data/ informasi selengkap-lengkap tanpa mempertimbangkan pada sasaran dari berbagai kalangan dan cenderung menjenuhkan. Kali ini interpretasi berbeda dengan biasanya lebih terkonsep dan terdapat integrasi antara satu daya tarik dengan daya tarik lainnya serta adanya refleksi pada kehidupan sehari-hari sehingga pengunjung lebih memahami pesan yang disampaikan. Sejalan dengan tema di PPKAB “Menyingkap Rahasia Hutan Hujan Tropis”, materi berbasis alam dengan menonjolkan filosofi luar biasa dari alam bagi kehidupan manusia. Dengan demikian “interpretasi yang terencana dengan baik dapat mem-bridging antara nilai luar biasa yang terkandung di dalam taman nasional dengan kehidupan “pengunjung” yang datang. Semakin banyak pengunjung yang pulang dengan membawa “message” tersebut, semakin banyak yang akan mempunyai kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian taman nasional.

Kegiatan kemah konservasi ini diikuti oleh 20 orang pelajar dari SMU Negeri I Kota Bogor, SMU Negeri I Ciawi, dan SMU Negeri I Cibinong dan 10 orang volunteer di Bodogol. Kegiatan diselenggarakan oleh Bidang PTN Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Lido, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Peserta berkemah di Camping Ground PPKAB. Keesokan harinya (31/08/2017), peserta diajak mengikuti Interpreted Canopy Trail Walking Tour dan Interpreted Cikaweni Waterfall Walking Tour. Selama perjalanan (tour), interpreter memberikan interpretasi menggunakan entry point kehati yang merupakan atribut penting dari PPKA Bodogol. Selain itu juga, untuk memberikan apresiasi pada budaya lokal dan menonjolkan kekhasan suatu daerah ditampilkan kesenian tradisional Pencak Silat Cimande pada malam api unggun yang tentu saja juga diinterpretasikan. Kesenian tradisional merupakan budaya asli warga Cimande secara turun temurun dengan menampilkan gerakan-gerakan kombinasi silat, tarian dan tenaga dalam. Disinilah penyampaian “message” taman nasional dikuatkan ketika budaya dan alam melebur.  Tim Pencak Silat ini berasal dari kelompok ekstrakurikuler siswa/i SMP Negeri I Cigombong. Intepreted Canopy Trail Walking Tour dan Interpreted Cikaweni Waterfall Walking Tour  akan menjadi produk unggulan di PPKA Bodogol  yang syarat dengan muatan pendidikan konservasi alam dan lingkungan di Bidang PTN Wilayah III Bogor.

Setelah dilakukan kegiatan, peserta diberikan kesempatan untuk menyampaikan pengalaman yang diperoleh melalui presentasi kelompok. Pada umumnya peserta sangat terkesan atas apa yang disampaikan oleh interpreter. Sampai-sampai ada peserta yang berkomentar ”Kalo bisa  sekolahnya mendingan pindah ke sini saja, kami merasa senang di sini”, ujar Haikal, salah satu peserta yang berasal dari SMUN I Cibinong. Selain itu juga, berdasarkan hasil pre dan post test, hampir seluruh peserta memiliki nilai lompatan naik dratis dibandingkan antara sebelum dan setelah melakukan kegiatan. Dengan metode interpretasi demikian, dari sisi interpreter itu sendiri memang mengalami satu hal yang berbeda berdasarkan respon dari pengunjung yang cenderung lebih aktratif dan tepat sasaran apa yang disampaikan. Meskipun kondisi jalan menuju PPKAB masih belum diperbaiki, namun justru menambah keceriaan dari peserta kegiatan karena dapat melewati dengan mobil off road dan pemandangan yang indah dari bentang alam menuju lokasi.

Dengan demikian, perencanaan interpretasi yang baik dalam pengelolaan ekowisata merupakan kunci bagi tersampaikannya nilai penting taman nasional kepada pengunjung. Dimana dalam pengelolaan ekowisata diharapkan dapat memberikan dampak positif yaitu penyadartahuan kepada pengunjung. Kembali pada fungsi taman nasional itu sendiri sebagai tempat penelitian, pendidikan, dan wisata alam. Wisata alam yang mengandung pendidikan konservasi alam dan lingkungan, serta melibatkan pemberdayaan masyarakat itulah yang bisa disebut sebagai EKOWISATA.

 

Ratih Mayangsari (Penyuluh), Maria Hani (Penyuluh), dan edited by Badiah

(foto dan redaksi @TNGGP).

Salam Lestari, Leuwung Hejo, Masyarakat Ngejo......

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini