Senin, 04 September 2017
Maros – 4 September 2017, Kala itu saya berjumpa dengan Syamsuddin, petugas Resort Bantimurung pada Jumat (24/8/2017). Jack begitu sapaan akrabnya. Beliau menunjukan foto satwa hasil jepretannya beberapa hari yang lalu (15/8/2017) saat mendampingi peneliti asing monyet Sulawesi (Macaca maura) di Taman Nasional (TN) Bantimurung Bulusaraung.
“Saya ada foto bunglon bang, awalnya berwana hijau, tidak lama kemudian ketika saya menangkapnya berubah warna menjadi coklat. Setelah saya foto, saya lepaskan. Jenisnya apa ya Bang?” kata Jack, bertanya waktu itu.
Jack memperlihatkan koleksi foto bunglon yang diperolehnya. Saya tidak serta merta bisa mengenali jenis bunglon yang bisa mengubah-ubah warna kulitnya menjadi serupa dengan warna lingkungan sekitarnya kala itu. “Sepertinya jenis ini belum terdaftar dalam jenis reptil di TN Bantimurung Bulusaraung” ujar saya setelah melihat 22 foto milik Jack.
Saya pun penasaran untuk mengetahui jenisnya dengan menelusuri beberapa referensi di internet. Dengan mencari diagnosisnya di situs www.reptile-database.org yang menyediakan database taksonomi semua jenis reptil.
Ciri-cirinya lebih mirip dengan jenis Bronchocela celebensis, Gray 1845. Berbeda dengan jenis lainnya, ukuran membran telinga dengan diameter kurang dari setengah diameter mata, hanya 2–4 baris sisik paling atas mengarah ke atas. Gerigi di punggung pendek.
Persebaran jenis yang termasuk dalam suku Agamidae ini terbatas hanya ditemukan di Pulau Sulawesi atau Endemik Sulawesi. Nama lainnya dalam bahasa Inggris cukup menyesatkan “Sulawesi Bloodsuckers”, karena pada kenyataannya kadal ini tidak pernah menghisap darah.
Jenis yang memangsa berbagai macam serangga ini merupakan salah satu pakan Monyet Sulawesi. “Saya juga pernah melihat jenis ini di hutan beberapa bulan yang lalu dimangsa monyet” ujar Jack.
Jenis ini juga pernah dicatat ditemukan di Bantimurung, Maros dalam buku “The Indo-Autralian Archipelago I” oleh Nelly de Rooij terbitan tahun 1915.
Jenis bunglon ini berukuran sedang, berekor panjang menjuntai. Panjang badan 83,8–119,4 mm dan panjang ekor 347,35 mm. Membran telinga (tympanum) berdiameter 0,35 – 0,5 mm atau setengah diameter mata (orbit).
Ada 5 – 6 sisik yang terletak antara hidung dan mata (canthus rostralis). Sisik kepala bagian atas kecil daripada di bagian atas mata (supraorbital). Dagu dengan kantung kecil (gular sac), tertutup oleh sisik berlunas(keeled)kecil.
Gerigi di tengkuk (nuchal crest) tegak dan panjang atau sedikit lebih panjang daripada diameter mata. Gerigi di punggung hingga pangkal ekor lebih pendek daripada gerigi di tengkuk.
Sisik pada sisi atas tubuh (dorsal) relatif kecil, 57 – 76 baris sisik berlunas, 2– 4 baris sisik paling atas mengarah ke atas, 2 - 4 baris sisik ke belakang, yang lainnya ke bawah. Sisik pada sisi bawah tubuh (ventral) lebar, berlunas kuat.
Meski beberapa peneliti telah melaporkan temuan jenis ini di beberapa lokasi di Sulawesi, namun mungkin hanya dalam buku “The Indo-Autralian Archipelago I” jenis ini pernah ditemukan di Bantimurung, Maros. Hal ini berarti setelah 102 tahun jenis ini kembali tercatat melalui tulisan ini ditemukan di TN Bantimurung Bulusaraung. Dengan begitu menambah daftar jenis reptil TN Bantimurung Bulusaraung menjadi 31 jenis, di antaranya 3 jenis suku Agamidae. #pr
Sumber: Kamajaya Shagir - PEH TN Bantimurung Bulusaraung
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0