Kamis, 28 Juli 2016
Jakarta, 28 Juli 2016 - Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati menyelenggarakan Workshop “Pelaksanaan Pedoman Pengelolaan Satwa Sebagai Kunci Keberhasilan Lembaga Konservasi”, bersama dengan Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI). Workshop ini secara resmi dibuka oleh Direktur Jenderal KSDAE, Dr. Ir. Tachrir Fathoni, M.Sc dan di hadiri Ketua Umum dan Jajaran Pengurus PKBSI dan Direktur/ Pemilik Lembaga Konservasi di Indonesia.
Pada kesempatan ini Direktur Jenderal KSDAE mengingatkan bahwa Indonesia saat ini dikategorikan sebagai hot spot keterancaman keanekaragaman hayati yang tinggi. Beberapa faktor yang disinyalir berperan dalam terjadinya kerusakan keanekaragaman hayati antara lain eksploitasi flora fauna yang tidak rasional dan mengancam keberadaan spesies satwa liar di alam, pemanenan tumbuhan dan perburuan satwa ilegal untuk diperdagangkan, dan pembukaan lahan hutan untuk berbagai kepentingan merupakan penyumbang yang besar terhadap kerusakan habitat dan penurunan populasi bahkan kepunahan spesies flora dan fauna. Dalam tiga dekade terakhir semakin banyak satwa Indonesia yang masuk ke dalam Redlist dari International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) . Selain itu, banyak pula yang dimasukkan ke dalam daftar Apendiks Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
Saat ini pengelolaan satwa liar menjadi isu yang menarik bagi publik, kritik publik yang meluas mengenai pengelolaan lembaga konservasi menjadi strategis untuk segera disikapi dan direspon dengan baik sebagai masukan untuk memperbaiki kinerja pengelolaan lembaga konservasi.
Untuk mewujudkan kesejahteraan satwa koleksi (animal welfare) lembaga konservasi (LK), maka setiap pengelola (LK) harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
Fungsi lembaga konservasi yang utama adalah untuk pengembangbiakan terkontrol dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Dan fungsi tambahan adalah untuk tempat pendidikan, peragaan, penitipan sementara, sumber indukan dan cadangan genetik untuk mendukung populasi in-situ, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Untuk mendukung populasi satwa liar di habitat alaminya, maka lembaga konservasi berkewajiban untuk melakukan pengembangbiakan satwa yang selanjutnya diharapkan dapat dilepasliarkan di alam (exsitu link to insitu).
Sampai dengan tahun 2015 sebanyak 32 (tiga puluh dua) unit lembaga konservasi yang telah dilakukan penilaian/ akreditasi. “Untuk lembaga konservasi yang belum diakreditasi agar meningkatkan pengelolaan menjadi lebih baik lagi agar pada saat diakreditasi mendapatkan nilai mutu yang maksimal,” pesan Dirjen KSDAE kepada Direktur / pemilik lembaga konservasi.
Banyaknya kematian satwa koleksi LK khususnya satwa yang dilindungi menjadi sorotan masyarakat luas baik dalam negeri maupun luar negeri. Penyebab kematian satwa tersebut diantaranya adalah:
Dirjen KSDAE juga berharap PKBSI untuk melakukan pembinaan kepada anggotanya untuk meningkatkan dan memperbaiki profesionalisme pengelolaan satwa koleksi sesuai dengan aspek kesehatan dan kesejahteraan satwa (animal welfare), sehingga kematian satwa koleksi dapat dikurangi.
Dalam acara workshop tersebut juga dilakukan diskusi dengan beberapa narasumber dari LIPI, EAZA/AZA membahas terkait dengan peluang kerjasama lembaga konservasi Indonesia dengan kebun binatang di luar negeri.
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0