Jumat, 06 Agustus 2021
Pekanbaru, 6 Agustus 2021 - Sejak pertama kali didirikan pada tahun 1988, Pusat Latihan Gajah Sebanga atau yang lebih sering disebut dengan PLG Sebanga telah melatih banyak gajah liar yang terlibat konflik dengan manusia. Terdapat sekitar puluhan hingga seratus ekor lebih gajah yang pernah dilatih di PLG Sebanga hingga saat ini. Pada masa awal pendiriannya, PLG Sebanga dikenal sebagai salah satu pusat latihan gajah terbaik dengan fasilitas yang lengkap di Indonesia. PLG Sebanga pada masa itu tidak hanya memiliki sarana pelatihan dan perawatan gajah, fasilitas pengobatan gajah, barak-barak mahout, serta kantor pengelola, tetapi juga terdapat fasilitas helipad yang dibangun oleh Chevron. Area penggembalaan gajah pun masih luas yang didukung dengan penunjukan Suaka Margasatwa PLG Sebanga (SM PLG Sebanga) seluas 5.000 hektar pada tahun 1992 oleh Gubernur Riau yang letaknya berdampingan dengan PLG Sebanga. Penunjukan SM PLG Sebanga tersebut merupakan upaya konservasi in-situ yang dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan agar gajah-gajah binaan PLG Sebanga dapat digembalakan di habitat aslinya.
Pendirian PLG Sebanga dan penunjukan SM PLG Sebanga menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat setempat. Warga yang tidak setuju beberapa kali melakukan aksi kerusuhan yang berpuncak pada pembakaran area kompleks PLG Sebanga pada tanggal 23 Desember 1993. Hampir seluruh sarana di PLG Sebanga terbakar habis, namun beruntung semua gajah berhasil diselamatkan dan diungsikan ke Desa Pinggir di Balai Raja untuk sementara waktu. Pada bulan Agustus tahun 1994, PLG Sebanga dipindahkan ke Desa Sialang Rimbun yang lokasinya terletak di bagian selatan SM PLG Sebanga.
Terlepas dari segala pro dan kontra pendirian PLG Sebanga, sejak tahun 1993 PLG Sebanga telah mendistribusikan gajah binaan mereka ke berbagai lokasi dan di Indonesia. Pendistribusian ini bertujuan sebagai salah satu usaha konservasi ex-situ gajah dengan memperkenalkan gajah kepada masyarakat umum. Pada tahun 1993, delapan ekor gajah binaan PLG Sebanga didistribusikan untuk PT Arara Abadi dan empat ekor gajah binaan didistribusikan kepada PT RAPP. Selain itu, gajah binaan PLG Sebanga juga dikirimkan ke Kebun Binatang Sawah Lunto, Elephant Park Ubud Bali dan Lombok, bahkan juga dikirimkan sebagai Elephant Flying Squad di Tesso Nilo.
Berdasarkan fakta di atas, terlihat bahwa PLG Sebanga telah memberikan peran yang cukup besar dalam upaya konservasi gajah di Indonesia. Meskipun begitu, tingginya tingkat perambahan dan illegal logging di kawasan SM PLG Sebanga tetap tidak dapat dikendalikan. Akibatnya ruang penggembalaan gajah binaan PLG Sebanga menjadi terbatas. Para mahout di PLG Sebanga kesulitan untuk menggembalakan gajah-gajah mereka dan juga kesulitan untuk menambah jumlah gajah binaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pada tahun 2001 PLG Sebanga dipindahkan ke Kecamatan Minas yang kemudian dikenal dengan nama PLG Minas. Sebagian besar gajah-gajah binaan PLG Sebanga kemudian dipindahkan ke PLG Minas, sedangkan PLG Sebanga tetap dipertahankan keberadaannya.
Saat ini hanya tersisa lima ekor gajah binaan di PLG Sebanga yang terdiri dari satu ekor gajah jantan bernama Sarma berusia 34 tahun yang dilatih oleh Mahout Yusman dan empat ekor gajah betina, yaitu Sella berusia 15 tahun dilatih oleh Mahout Edi, Rosa berusia 23 tahun dilatih oleh Mahout Irwansyah, Puja berusia 16 tahun dilatih oleh Mahout M.Ramli, dan Dora berusia 11 tahun dilatih oleh Mahout Tukino. Gajah jantan digembalakan di area hutan yang tersisa di PLG Sebanga, sedangkan semua gajah betina digembalakan di area hutan rawa yang terletak di luar kawasan SM PLG Sebanga yang berjarak sekitar tiga kilometer dari area PLG Sebanga. Gajah-gajah binaan PLG Sebanga tidak bisa digembalakan di kawasan SM PLG Sebanga karena sebagian besar hutan di sana telah beralih fungsi menjadi kebun sawit dan hanya sekitar empat hektar area hutan yang tersisa. Kondisi yang tidak kondusif ini berdampak pada kurangnya ketersediaan pakan gajah, dan sulitnya mencari tempat untuk menambatkan gajah.
Tantangan lain yang dirasakan oleh mahout di PLG Sebanga selain hilangnya area penggembalaan gajah adalah tidak tersedianya tempat penjinakan gajah, tempat pelatihan gajah dan terbatasnya perlengkapan pelatihan gajah. Selain itu, minimnya sarana pelatihan sumber daya manusia, barak-barak mahout yang sudah tidak layak pakai, terbatasnya sarana pemeliharaan dan perawatan gajah, dan tidak tersedianya fasilitas kesehatan gajah di area PLG Sebanga juga mempersulit pengelolaan gajah binaan PLG Sebanga saat ini.
Kondisi PLG Sebanga yang mengkhawatirkan ini perlu segera dicarikan solusinya. Jika tidak, maka pengelola PLG dan pawang gajah akan kesulitan dalam mengelola gajah-gajah binaan mereka. Oleh sebab itu, Kepala SKW III BBKSDA Riau beserta tim berencana untuk membuat kebun pakan di kawasan PLG Sebanga yang masih belum dirambah oleh masyarakat. Program ini sudah mulai diinisiasi pada pertengahan Juli 2021 dengan melakukan pembersihan area yang akan ditanami pakan. Kepala SKW III bersama tim resort duri juga berinisiatif untuk melakukan pendekatan secara persuasif kepada pemilik kebun sawit di kawasan SM PLG Sebanga agar bersedia mengembalikan sebagian lahan sawit mereka yang berada di dalam kawasan kepada PLG Sebanga sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat penggembalaan gajah dan kebun pakan. Rencana ini tentunya mustahil untuk dilakukan dalam jangka pendek. Dibutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak, terutama pemerintah daerah dan tokoh terkemuka di Desa Sialang Rimbun untuk bersama-sama membantu membujuk masyarakat sehingga bersedia mengembalikan sebagian lahan yang mereka ambil. Selain itu, para mahout di PLG Sebanga beserta tim SKW III BBKSDA Riau juga telah mengusulkan pengadaan sarana prasarana dan fasilitas yang belum tersedia di sana agar PLG Sebanga bisa bangkit dan dapat berjalan secara kondusif seperti dulu.
Sumber : Balai Besar KSDA Riau
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0