Selasa, 11 Mei 2021
Masyarakat merupakan bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional (TN) di seluruh Indonesia. Seperti halnya masyarakat lokal yang telah lama mendiami kawasan TN Wasur, dimana mereka memiliki hak ulayat di dalam kawasan hutan TN Wasur sejak dulu, sehingga hal ini perlu menjadi perhatian bagi pengelola kawasan TN Wasur. Masyarakat lokal sudah menetap di dalam kawasan TN Wasur secara turun temurun hingga memiliki anak cucu sejak sebelum kawasan hutan Wasur ditetapkan sebagai hutan lindung atau TN Wasur.
Masyarakat lokal menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan dengan cara memanfaatkan flora dan fauna yang ada di dalamnya. Pemanfaatan fauna dengan cara melakukan perburuan tradisional terhadap satwa liar di wilayah ulayat dengan aturan pemanfaatan yang telah disepakati oleh semua tetua marga. Sama halnya dengan pemanfaatan flora yang juga diperbolehkan untuk dimanfaatkan sesuai aturan pemanfaatan yang juga telah disepakati oleh semua tetua marga. Kegiatan pembakaran rumput-rumput kering secara terkendali di musim kemarau merupakan salah satu metode perburuan tradisional yang bertujuan untuk merejuvenasi rumput-rumput yang sudah tua dan mengering, sehingga akan menjadi sumber pakan baru bagi satwa liar herbivora yang akan diburu oleh masyarakat lokal tersebut. Aturan adat terkait pemanfaatan flora dan fauna oleh masyarakat lokal merupakan bentuk kearifan lokal/budaya yang telah mendukung kelestarian kawasan TN Wasur dari dulu hingga kini.
Masyarakat adat adalah sebuah komunitas pribumi yang berada dan memiliki sistem dan tradisi hukum tersendiri, yang ada sebelum komunitas modern (Amafnini P., 2009). Ada beberapa prinsip kearifan lokal yang seharusnya dihormati dan dipraktekkan oleh negara sehubungan dengan pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat adat, bahwa beberapa kelompok masyarakat adat :
Setelah kawasan TN Wasur ditetapkan sebagai kawasan konservasi maka Balai TN Wasur ditunjuk sebagai pengelola kawasan dengan didukung salah satu personil pengaman kawasan yaitu pejabat fungsional Polisi Kehutanan yang memiliki tugas dan fungsi menjaga kawasan agar tetap lestari secara berkesinambungan. Pengamanan dalam hal ini dilakukan dengan berbagai cara seperti menjaga pos-pos, melakukan patroli rutin, operasi pengamanan hingga menangkap oknum atau pelaku yang menimbulkan gangguan di dalam kawasan. Di dalam melaksanakan tupoksinya tersebut, Polhut didampingi oleh masyarakat lokal pemilik hak ulayat sebagai mitra yang kemudian disebut dengan Masyarakat Mitra Polhut (MMP). MMP berpartisipasi dalam menjaga kawasan TN Wasur yang sekaligus menjaga wilayah ulayat mereka, sehingga wawasan masyarakat lokal bertambah dengan menyertakan mereka dalam setiap kegiatan preventif seperti patroli bersama MMP.
Masyarakat Mitra Polhut adalah anggota atau kelompok masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan yang berpartisipasi dalam kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan (Permenhut No.75 tahun 2018). Selain itu, patroli partisipatif adalah kegiatan pengamanan dan perlindungan kawasan dengan melibatkan masyarakat secara aktif dengan maksud untuk menumbuhkembangkan kesadaran dan partisipasi masyarakat adat (lokal) secara aktif bersama petugas guna mengamankan kawasan dari ancaman dan gangguan terhadap tindak pidana kehutanan terutama pada daerah-daerah yang rawan gangguan (Wahyono, 2009).
Masyarakat Mitra Polhut pada SPTN Wilayah 1 Agrindo terdiri dari 4 orang yang terbagi di dua Resort yakni Resort Wanggo dan Resort Tambat. Pada Resort Wanggo terdiri dari dua orang MMP yakni Bapak David Dagujai dan Bapak Ignasius Awaliter, sedangkan di Resort Tambat juga terdiri dari dua orang yakni Bapak Melki Mahuse dan Bapak Natalis Ndiken. Keempat MMP ini merupakan masyarakat adat dan tinggal di kampung peyangga kawasan TN Wasur yang berada di lingkup SPTN Wilayah 1 Agrindo. Di dalam pelaksanaan tugasnya, MMP melakukan pengumpulan informasi secara rutin di setiap wilayah tugasnya masing-masing yang kemudian disampaikan kepada Kepala Resort, sehingga data atau informasi tersebut dijadikan acuan oleh Polhut di dalam menentukan lokasi patroli.
Selain itu, MMP juga melakukan patroli bersama Polhut dengan berjalan mengecek setiap spot-spot yang termasuk kategori rawan serta mengunjungi kampung-kampung penyangga. Keberadaan MMP menjadi sangat penting karena bisa menjadi kompas hidup dan lebih memudahkan petugas Polhut untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat yang lain di dalam memberikan penyuluhan terkait pentingnya kawasan TN Wasur agar tetap selalu dijaga dan dilestarikan. MMP juga merupakan orang pertama yang menjadi perisai bagi kawasan karena mereka yang secara 24 jam berada di dalam dan sekitar kawasan TN Wasur, sehingga mampu meminimalkan gangguan-gangguan di dalam kawasan TN Wasur oleh oknum-oknum yang selalu mencoba menggerogoti sumberdaya yang ada di dalamnya.
Berjalannya tugas Polhut dan MMP yang seirama di dalam menjaga kawasan tentu tidak terlepas dari beberapa harapan dari para MMP tersebut. Para MMP berharap kedepannya ada pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya sebagai penjaga kawasan. Selain pelatihan, mereka juga berharap dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan agar dapat dibekali dengan alat-alat komunikasi seperti handy talky dan petunjuk arah berupa GPS. Dengan kompaknya Polhut bersama MMP ini, maka diharapkan kawasan Taman Nasional Wasur akan selalu terjaga dan tetap lestari secara berkelanjutan.
Sumber: Balai TN Wasur
Penulis : Hasan, S.Si (Polisi Kehutanan Pertama)
Editor : Eka Heryadi, S.Hut. (Penyuluh Kehutanan Muda)
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0