Senin, 17 Maret 2025 BBKSDA Sumatera Utara
Sibolangit, 17 Maret 2025. Perjalanan hidupnya sebagai rimbawan yang bergabung dengan Balai Besar KSDA Sumatera Utara berawal ketika ia direkrut sebagai anggota Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di Resort CA./TWA. Sibolangit pada tahun 2008. Seiring dengan perjalanan waktu, benih kecintaannya sebagai rimbawan mulai tumbuh dengan merasakan langsung serta menyadari arti penting keberadaan kawasan CA./TWA. Sibolangit. Harmonisasi kehidupan berbagai keanekaragaman hayati menumbuhkan pemahaman dalam dirinya bahwa kawasan konservasi yang terjaga, sejatinya merupakan gambaran dari taman kehidupan yang aman dan damai yang dirindukan oleh setiap makhluk hidup.
Musim Ketaren, itulah namanya. Sosok rimbawan yang satu ini tidak hanya menjaga dan mengawasi, tetapi juga mengedukasi masyarakat sekitar kawasan untuk ikut peduli melindungi dan melestarikan kawasan CA./TWA. Sibolangit, karena kawasan konservasi ini memberi limpahan manfaat bagi masyarakat. Bukan hanya sebagai catchment area (daerah tangkapan air yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air melalui mata air sampai kepada masyarakat), tetapi juga sebagai salah satu pusat tanaman obat yang dapat dimanfaatkan untuk bahan pengobatan tradisional.
Pria kelahiran Medan, 8 Februari 1959 ini, semakin terasah jiwa rimbawan dan konservasinya ketika pada tahun 2017 diangkat menjadi tenaga honor atau Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) dan mendapat tugas baru sebagai pengurus satwa di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Sibolangit. Bapak dari 5 orang anak (1 pria, 4 wanita) serta kakek dari 7 orang cucu ini, menjalani aktifitas sehari-harinya mengurus dan merawat satwa. Dengan penuh kesabaran dan ketekunan, pak Musim, panggilan akrabnya, memulai aktifitas rutin dari pagi sampai sore hari, melakukan kegiatan memberi makan satwa, membersihkan kandang, dilanjutkan dengan pengecekan kandang, memperbaiki kandang apabila ada yang rusak, memberikan tindakan medis terhadap satwa yang terluka dan pembersihan di sekitar lingkungan PPS Sibolangit.
Pembersihan kendang satwa menjadi rutinitasnya sehari-hari
Pertama kali ditugaskan mengurus satwa, hatinya sempat gundah gulana. Tidak ada pengetahuan khusus yang dimilikinya dalam merawat satwa. Pendidikan formalnya pun terbatas hanya sampai Sekolah Dasar (SD), tamat tahun 1974. Rasa takut tentunya ada. Yang ada di pikirannya bahwa semua satwa liar mempunyai sifat ganas. Tapi ia mencoba memberanikan diri sambil belajar mengenal dan memahami karakter masing-masing satwa dari dokter hewan yang pernah bersama-sama dengannya melakukan tugas perawatan satwa. Satwa pertama yang ditanganinya pada saat itu adalah burung Kakak Tua. Ada 3 ekor burung Kakak Tua yang berasal dari penyerahan warga, dimana 2 ekor dalam kondisi sehat sedangkan yang seekor lagi kondisinya lemas dan terlihat terluka. Satwa yang terluka ini kemudian dibawa ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan (PKRO) Sibolangit untuk dilakukan tindakan medis, dikarenakan keterbatasan tenaga medis dan peralatan di PPS Sibolangit pada saat itu.
Beragam jenis satwa liar keluar masuk menjadi penghuni PPS Sibolangit, ada berbagai jenis burung, kukang, kucing hutan, kucing kuwuk, beruang madu, baning coklat, monyet dan lain sebagainya. Satwa-satwa ini hasil penindakan oleh aparat penegak hukum dan ada juga penyerahan dari warga. Bila ada yang masuk ke PPS dalam kondisi sakit, pak Musim dengan penuh kasih sayang merawat luka satwa tersebut, sampai benar-benar pulih. Asupan makanan pun menjadi perhatiannya agar kebutuhan pakan satwa terpenuhi. Belajar terus tiada henti membawa suami dari Rodiah ini, kepada suatu pemahaman baru dan kesadaran, bahwa satwa juga tak ubahnya dengan manusia yang punya naluri butuh perhatian dan kasih sayang.
Meskipun satwa-satwa liar ini ada kalanya berulah dan bahkan melukai tubuhnya, seperti burung Rangkong Badak yang pernah mematoknya meninggalkan bekas di tubuhnya, tetapi rasa sedih tak terbendung juga ketika satwa-satwa liar tersebut akan dipulangkan (dilepasliarkan) ke habitat alaminya. Rasa sakit yang dialami hilang digantikan dengan rasa sedih karena terkenang saat satwa-satwa tersebut dirawat layaknya merawat anak sendiri yang diperlakukan dengan baik setiap harinya. Tak jarang air matanya menetes melepas kepergian, seolah-olah tak rela ditinggal. Namun dia sadar bahwa rumah (habitat) serta kehidupan dari satwa sejatinya adalah hutan. Begitu satwa tersebut tidak ada lagi di PPS Sibolangit, pak Musim merasa ada yang hilang.
Pak Musim telaten dalam menyiapkan pakan satwa agar asupannya terpenuhi
Tak terasa, perjalanan waktu yang cukup panjang sebagai rimbawan di Balai Besar KSDA Sumatera Utara sudah dilaluinya. Kontraknya sebagai PPNPN berakhir di penghujung tahun 2024, tepatnya di bulan Desember. Namun semangat rimbawannya tidak pernah pudar. Panggilan jiwa rimbawan untuk merawat satwa akan terus diabdikannya di PPS Sibolangit. Keterbatasan umur dan pendidikan bukan menjadi penghalang berbuat baik. Baginya rimbawan itu adalah jalan hidup untuk beramal dan beribadah menyelamatkan dan merawat sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan. Satwa juga berhak untuk hidup, layaknya manusia.
“Pesan saya kepada rimbawan dimanapun berada di Hari Bakti Rimbawan 2025 ini, tetaplah bekerja keras, penuh semangat dan loyalitas. Cintailah pekerjaan sehingga bisa beraktifitas senyaman mungkin. Bersyukurlah kepada Yang Maha Kuasa atas pekerjaan yang kita geluti hari ini, karena pekerjaan itulah ladang kehidupan dan ibadah kita,” ujar Pak Musim.
Terimakasih pak Musim buat dedikasi, loyalitas dan pengabdiannya yang luarbiasa. Pak Musim adalah sosok teladan dan inspirasi bagi rimbawan-rimbawan yang masih terus berjuang…
Sumber : Evansus Renandi Manalu (Analis Tata Usaha) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5