Komitmen Para Pihak Untuk Selamatkan Rangkong Indonesia

Kamis, 23 November 2017

Jakarta, 23 November 2017. Suara khas burung Rangkong Gading mulai sangat jarang terdengar dari hutan-hutan Sumatera dan Kalimantan. Kondisi ini berbeda dengan situasi puluhan tahun silam, di mana suara ini cukup lazim didengar saat pagi hari setelah matahari terbit di ufuk Timur. Fenomena silent forest ini dipicu oleh tingginya angka perburuan dan perdagangan rangkong gading, serta deforestasi hutan. Untuk itu Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada hari ini menggelar Konsultasi Publik Nasional untuk menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Rangkong Gading, sebagai bagian dalam tindak lanjut usulan pada CITES CoP17 untuk resolusi konservasi rangkong gading yang secara aklamasi diadopsi menjadi Resolusi Conf. 17.11 tentang konservasi dan perdagangan rangkong gading.

Dalam catatan Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, sebanyak 1.398 paruh rangkong gading yang berhasil disita di Indonesia. Sementara itu, lebih dari 2.000 paruh rangkong gading yang diselundupkan ke Cina, Amerika, dan Malaysia berhasil disita selama tahun 2012 hingga 2016. Angka-angka ini tercatat terus mengalami peningkatan selama kurun waktu tiga tahun terakhir.

Fakta ini tentunya sangat mengkhawatirkan bagi keberadaan dan keberlangsungan populasi rangkong gading di alam, yang secara khusus tersebar di Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan, karena termasuk burung ini tidak mudah untuk dikembangbiakan di penangkaran mengingat memiliki karakter yang khusus. Rangkong gading membutuhkan waktu berbiak sekitar 180 hari atau 6 bulan untuk menghasilkan satu anak. Masa reproduksi rangkong gading tersebut relatif lebih lama dibandingkan jenis rangkong lainnya di Asia. Betina biasanya akan mengurung diri di dalam lubang sarang selama bertelur. Selama bersarang, bulu sang betina meluruh (moulting) yang nantinya akan berfungsi sebagai alas sekaligus menjaga kehangatan telur. Kondisi ini menjadikan sang betina tidak dapat terbang sampai sang anak siap keluar sarang, sehingga betina mengandalkan sang jantan untuk menghantarkan makanan. Maka dari itu, dapat dikatakan dengan membunuh satu ekor jantan rangkong gading sama dengan membunuh satu keluarga rangkong gading di alam. Sehingga, jika rangkong gading terus menerus diburu di alam, tidak lama lagi burung ini akan menyandang status punah.

Hal ini menyiratkan bahwa status perlindungan rangkong gading di tingkat nasional dan internasional, masih belum efektif untuk melindungi satwa ini dari ancaman kepunahan. Untuk itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan komitmen perlindungan bagi rangkong gading yang diwujudkan dalam bentuk penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Rangkong Gading, yang menjadi bagian implementasi Resolusi CITES CoP17 (Resolusi Conf. 17.11) tentang konservasi dan perdagangan ilegal rangkong gading. SRAK Rangkong Gading ini akan turut mendukung dan melengkapi SRAK lain yang sudah pernah disusun oleh KLHK.

SRAK Rangkong Gading akan mencakup semua mandat resolusi yang tercantum dalam Resolusi Conf. 17.11 tersebut, yaitu perlindungan populasi dan habitat rangkong gading, pengawasan dan penegakan hukum dalam kerangka hukum terpadu, kerja sama dengan negara yang menjadi habitat dan tujuan perdagangan rangkong gading, seperti Malaysia, Vietnam dan Cina, serta pendidikan dan penyadartahuan masyarakat.

Dalam proses penyusunan SRAK Rangkong Gading tersebut, KLHK selaku Otoritas Pengelola CITES, bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selaku Otoritas Ilmiah CITES, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), Burung Indonesia, Fauna dan Flora Internasional (FFI), Rangkong Indonesia, Yayasan WWF Indonesia, Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP), dan Zoological Society of London (ZSL).

Untuk menyempurnakan rancangan SRAK Rangkong Gading, rangkaian konsultasi publik regional telah sukses diselenggarakan di Padang Sumatra Barat dan Pontianak Kalimantan Barat, yang diketahui sebagai titik rawan perdagangan ilegal rangkong gading di Indonesia. Pada hari ini, konsultasi publik tingkat nasional diselenggarakan kembali oleh KLHK dan tim penyusun sebagai rangkaian puncak proses penyusunan SRAK dengan harapan untuk menjaring komitmen seluruh pihak terkait upaya perlindungan dan konservasi rangkong gading yang maksimal di Indonesia. Acara konsultasi publik nasional ini juga menjadi kesempatan untuk mensosialisasikan draf Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang akan menjadi payung hukum SRAK Rangkong Gading, sekaligus menjadi acuan pelaksanaan kegiatan konservasi rangkong gading di Indonesia.

Perlindungan rangkong gading dan satwa lainnya di Indonesia sudah darurat untuk dilaksanakan dan membutuhkan komitmen tidak hanya dari pihak pemerintah, melainkan juga pihak akademisi, mitra, dan sektor swasta. Proses penegakan hukum menjadi satu simpul utama yang perlu diperketat di tingkat nasional dan regional, mengingat sudah banyaknya kejadian kejahatan terhadap satwa di Indonesia dan belum memperoleh penanganan yang maksimal.

Kejahatan terhadap satwa sudah dikategorikan sebagai kejahatan serius, dan tergolong sebagai kejahatan ketiga terbesar setelah narkoba dan perdagangan manusia. Kini, para pemburu juga sudah banyak menggunakan modus-modus mutakhir untuk memperdagangkan satwa. Untuk itu, pendekatan multidoor yang efektif dan terintegrasi perlu diupayakan untuk mendukung konservasi satwa Indonesia, agar jenis kejahatan ini tidak menjadi kejahatan “resiko rendah, keuntungan tinggi”.

Ir. Bambang Dahono Adji, MM, M.Si., Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati mengatakan, “Kami sangat menghargai komitmen para pihak dari wilayah regional Sumatra, dan Kalimantan yang telah mendukung penyusunan SRAK Rangkong Gading ini. Masa berlaku dari Strategi dan Rencana Aksi Konservasi atau SRAK Rangkong Gading adalah 10 tahun dengan cakupan lima aspek SRAK, yaitu: penelitian dan monitoring; kebijakan dan penegakkan hukum; kerjasama dan kemitraan; komunikasi dan penyadartahuan; dan pendanaan. Kami berharap SRAK juga dapat berfungsi sebagai payung pengaturan nasional untuk setiap upaya yang berkaitan dengan kelima aspek SRAK tersebut sehingga memungkinkan adanya kolaborasi dan kerja nyata.” 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini