Pers Release
Pelepasliaran Empat Individu Orangutan Hasil Rehabilitasi Di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya

PERS RELEASE

PELEPASLIARAN EMPAT INDIVIDU ORANGUTAN HASIL REHABILITASI
DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

 

Jumat,  14 September 2018, Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) dan International Animal Rescue (IAR) Indonesia bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat telah melakukan pelepasliaran empat individu orangutan (Pongo pygmaeus) di kawasan TNBBBR. Untuk kedua kalinya, semua orangutan yang dilepaskan ini merupakan orangutan hasil rehabilitasi, biasanya yang dilepasliaran ada yang merupakan Orangutan hasil rehab maupun Orangutan liar hasil translokasi. Keempat orangutan ini bernama Ami, Ongky, Kepo, dan Japik. Pelepasliaran ini merupakan pelepasliaran Orangutan tahap kedua di tahun 2018 setelah Pebruari lalu telah dilakukan pelepasliaran tahap pertama di TNBBBR.

Ami adalah orangutan betina berusia sekitar 6 tahun yang berasal dari daerah Jambi, Sukamarau, Kalimantan Tengah. Ami diselamatkan dari tangan warga yang memeliharanya pada Februari 2017 dalam keadaan kurus, tidak terawat, dan kotor. Kondisi orangutan ini terlihat menyedihkan dengan kondisi di dalam kandang kayu dan dirantai. Saat tim medis melakukan pemeriksaan fisik, ditemukan ada luka lecet di area leher.

Berikutnya Japik, diselamatkan dari kasus pemeliharaan pada Desember 2015, Japik sebelumnya merupakan peliharaan seorang warga di daerah Balai Bekuak, Kabupaten Ketapang. Japik dipelihara selama selama 2 tahun di sebatang kayu di atas tumpukan sampah tanpa kandang sehingga tidak terlindung dari panas dan hujan.  Sama seperti Ami, Japik saat ini berusia sekitar 6 tahun.

Kepo merupakan orangutan betina berusia 6 tahun. Kepo juga orangutan yang diselamatkan oleh BKSDA Kalbar dari kasus pemelihara pada Oktober 2018. Ketika diselamatkan, Kepo masih berusia 3 tahun. Terakhir, Ongky merupakan orangutan sitaan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat yang bekerja sama dengan LSM Pecinta Orangutan di Pontianak pada Juni 2010. Ongky ditemukan dalam plastik dengan kondisi pucat, tidak aktif dan tidak mau makan karena stress. Tim IAR Indonesia datang ke Pontianak untuk memberikan pertolongan pertama dan membawa Ongky terbang menuju ke Ketapang untuk menjalani perawatan lebih lanjut.

Keempat orangutan ini telah selesai menjalani masa rehabilitasi dan dipastikan siap untuk kembali ke habitat aslinya. Direktur IAR Indonesia, Karmele Sanchez mengatakan, “Proses rehabilitasi ini dilakukan untuk mengembalikan sifat alami orangutan. Bayi orangutan seharusnya tinggal bersama induknya sejak lahir sampai mencapai usia 6-8 tahun. Di masa itulah, bayi orangutan belajar berbagai kemampuan untuk bertahan hidup di alam sebagai orangutan. Karena sejak kecil bayi-bayi orangutan ini sudah terpisah dari induknya, para bayi ini harus mempelajari kemampuan untuk bertahan hidup seperti memanjat, mencari makan dan membuat sarang di pusat rehabilitasi.”

Proses rehabilitasi ini bisa memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Saat ini IAR Indonesia menampung lebih dari 100 individu orangutan untuk direhabilitasi. Proses rehabilitasi juga tidak bisa dibilang singkat. Proses ini dapat mencapai 7-8 tahun tergantung kemampuan masing-masing individu. Kepo, Ami, dan Japik tidak perlu berlama-lama di pusat rehabilitasi karena mereka sudah menguasai berbagai kemampuan untuk bertahan hidup di alam bebas. Ongky, meskipun cukup lama menjalani rehabilitasi, kondisinya sekarang jauh lebih baik dari dulu ketika diselamatkan. Saat ini Ongky telah menguasai berbagai kemampuan bertahan hidup di alam termasuk memanjat, mencari makan, dan membuat sarang. Berdasarkan laporan pengambilan data perilaku, tim IAR telah memastikan keempat orangutan ini siap untuk kembali ke alam bebas.

Tim pelepasan berangkat dari Pusat Rehabilitasi IAR di Ketapang pada tanggal 12 September 2018 pada pukul 04.00 pagi. Selama di perjalanan tim selalu memperhatikan kondisi orangutan yang dibawa agar tidak mengalami stress di dalam kandang mengingat jarak tempuh yang sangat jauh. Memerlukan sekitar  18 jam bagi tim untuk mencapai di kantor seksi Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di Nanga Pinoh. Tim beristirahat satu malam sebelum melanjutkan perjalanan ke titik pelepasan.

Perjalanan dilanjutkan keesokan paginya menuju dusun terdekat dengan kawasan TNBBBR. Perjalanan darat ditempuh selama 5 dan kemudian diteruskan dengan perahu motor selama 1 jam. Tidak sampai di situ, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki memasuki kawasan hutan TNBBBR.

Porter yang terdiri dari belasan warga desa sekitar TNBBBR, siap untuk memikul kandang yang beratnya antara 100 kg dan 150 kg. Perjalanan memikul kandang ini memakan waktu hingga 5 jam. Keempat orangutan ini kemudian ditempatkan di dalam kandang habituasi agar mereka bisa beristirahat dan sedikit beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Keesokan harinya tim melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki dan keempat orangutan ini dilepaskan di dua titik pelepasan yang berbeda.

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dipilih menjadi tempat pelepasliaran orangutan karena hutannya yang masih alami dan bagus. Survey dari tim IAR Indonesia juga  menunjukkan jumlah pohon pakan orangutan yang berlimpah. Selain itu statusnya sebagai kawasan taman nasional akan lebih mampu menjaga orangutan ini dan habitatnya sebagai kawasan konservasi. Dari kajian yang pernah dilakukan juga oleh tim ahli dari YIARI, di lokasi TNBBBR resort Mentatai yang menjedi lokasi pelepasliaran orangutan, tidak ditemukan keberadaan orangutan dan dinyatakan orangutan wilayah ini telah punah dalam 20-30 tahun terakhir. Oleh karena itu upaya untuk pelepasan orangutan sangat penting sekali.

Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez mengatakan IAR Indonesia juga berkomitmen untuk memberi pendampingan kepada masyarakat dari Nusa Poring dan Mawang Mentatai agar kita bisa bersama melestarikan hutan dan orangutan, dan mengelola hutan secara berkelanjutan. “Dengan menjaga orangutan, hutan dan masyarakat di sekitar TNBBBR kita bisa memberi keseimbangan antara alam dan manusia karena dua-duanyanya saling membutuhkan,” pungkas Karmele.

Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Ir. Heru Raharjo, M.P., mendukung upaya pelepasliaran di TNBBBR ini dan mengatakan, “TNBBBR telah bekerjasama dengan YIARI sejak 10 Maret 2015, dan selama ini sebagian besar Orangutan yang telah dilepasliaran oleh YIARI dikawasan TNBBBR dari kegiatan monitoring diketahui  dapat survive, terbukti dari 26 Orangutan yang dilepasliarkan sebelumnya 24 telah survive dan menunjukkan tanda-tanda adaptasi yang sangat baik,  1 tewas dan 1 dikembalikan di Pusat Rehabilitasi di Ketapang, Kerja sama dengan YIARI dalam Program Reintroduksi Orangutan di Habitat alaminya di TNBBBR merupakan sebuah upaya yang sangat baik mengingat berdasarkan hasil survey habitat dan potensi sumber pakan, TNBBBR sangat memenuhi persyaratan sebagai tempat pelepasliaran. Kami akan terus berharap agar para orangutan yang telah dilepasliarkan ini dapat membentuk satu populasi orangutan liar baru di wilayah TNBBBR Kalimantan Barat. Dalam jangka panjang, semoga populasi ini bisa terus beranak-pinak dan dapat menjaga kualitas hutan kita.”

Statement dari pihak BKSDA Kalbar

Sumber : Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya