Jumat, 28 Juli 2017
Permasalahan kerusakan kawasan konservasi di Indonesia saat ini mendapat prioritas penanganan. Seiring dengan agenda nasional dalam Rencana Strategis tahun 2015 – 2019, Kementerian LHK menetapkan target pemulihan ekosistem seluas 100.000 ha pada kawasan konservasi yang terdegradasi. Langkah-langkah strategis telah diupayakan oleh Direktorat Kawasan Konservasi, Ditjen KSDAE dalam meng-goal-kan tujuan nasional tersebut berupa kegiatan penyusunan NSPK, SKB, pemantapan dan Bimtek pemulihan ekosistem dan sebagainya.
Kendala utama realisasi pemulihan ekosistem adalah anggaran, mengingat bahwa kegiatan pemulihan ekosistem merupakan kegiatan teknik lapangan dengan belanja modal yang besar. Kendala anggaran disebabkan pada tahap awal pelaksanaan RPJM 2015 – 2019 tidak mendapat dukungan anggaran yang mencukupi. Satuan kerja (satker)/UPT mensikapi kondisi tersebut dengan pengupayaan pendanaan mandiri maupun kolaborasi dengan mitra, baik LSM, Badan Usaha, dan masyarakat. Dengan demikian, program-program pemulihan ekosistem pada beberapa satker tetap berjalan dan telah berhasil diimplementasikan.
Keberhasilan tersebut tentu perlu didokumentasikan secara komphrehensif sehingga mampu menjadi referensi/percontohan pelaksanaan pemulihan ekosistem pada UPT-UPT lainnya. Subdit Pemulihan Ekosistem, Direktorat Kawasan Konservasi, Ditjen KSDAE dalam hal ini berupaya merangkum keberhasilan-keberhasilan pemulihan ekosistem tersebut pada tingkat tapak secara detail.
Adapun tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan adalah identifikasi capaian-capaian pemulihan ekosistem yang telah berhasil dilakukan meliputi pengumpulan bahan, data dan informasi keberhasilan pada tingkat UPT. Data-data tersebut kemudian dirajut secara ilmiah populer sehingga menarik untuk dijadikan bahan percontohan pemulihan ekosistem. Identifikasi telah dilakukan dan ditetapkan pada lokasi-lokasi pemulihan ekosistem yang dinilai cukup berhasil sehingga perlu dilakukan groundcheck lapangan.
Salah satu target lokasi adalah kegiatan pemulihan ekosistem yang telah dilakukan di Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) pada tahun 2010 – 2017 saat ini. Sub Direktorat Pemulihan Ekosistem dalam hal ini melakukan peninjauan lapangan (groundcheck) untuk melihat, mendokumentasi dan memprensentasikan keberhasilannya. Groundcheck dilakukan oleh Gunawan, S.Hut., M.Sc (Subdirektorat PEKK, Dit. KK), Bambang Hari Trimarsito, S.Si., M.P. (TNGP), Rusnadi S.PKP (TNGP), dan Nurul Ihsan F (Yayasan Asri). Hasil groundcek menunjukkan bahwa keberhasilan pemulihan ekosistem sangat signifikan.
Kronologis kerusakan kawasan disebabkan oleh faktor kebakaran hutan akut tahun 2009-2010. Kondisi awal sebelum dilakukan pemulihan ekosistem berupa hamparan lahan kosong dan semak belukar dengan tonggak-tongak kayu bekas-bekas kebakaran. Kerusakan tersebut dikategorikan kerusakan skala besar sehingga diperlukan intervensi pengelolaan secara konsisten.
Taman Nasional Gunung Palung dan Yayasan Asri mensikapi kondisi tersebut dengan mendesign metode pemulihan ekosistem secara spesifik dengan perlakuan pengkayaan secara kontinyu dan bertahap yang dimulai sejak tahun 2010. Dalam kurun waktu 6 (enam) tahun, pelaksanaan pemulihan ekosistem berjalan efektif dan berhasil mengembalikan kondisi tegakan yang ditunjukkan dengan berjalannya proses suksesi progresif aktif. Keberhasilan pemulihan ekosistem ini secara detail akan dirangkum dalam buku succes story: pemulihan ekosistem kawasan konservasi secara partisipatif yang akan segera diterbitkan oleh Direktorat Kawasan Konservasi. harapannya buku dimaksud menjadi alternatif pemicu semangan dan inspirasi pelaksanaan pemulihan ekosistem di Indonesia.
Sumber Info : Direktorat KK
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0