Belajar Mengenal TSL Dilindungi di Kampung Buah-Buahan

Rabu, 19 Agustus 2020

Manokwari, 18 Agustus 2020. Penyuluh Kehutanan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Papua Barat dibawah pengelolaan Bidang KSDA Wilayah II Manokwari memberikan sosialisasi kepada masyarakat Ayambori tentang fungsi kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja dan tumbuhan satwa liar (TSL) yang dilindungi dalam kawasan TWA Gunung Meja pada 11 Agustus 2020 silam. Sosialisasi digelar di Balai Kampung Ayambori yang dihadiri masyarakat Ayambori yang dilatarbelakangi ketidaktahuan masyarakat bahwa kawasan TWA Gunung Meja telah berubah menjadi Kawasan Pelestarian Alam (KPA), dengan demikian fungsi dan pengelolaannya sama dengan Taman Nasional. Lebih lanjut, sosialisasi tersebut juga untuk menegaskan status dan fungsi TWA Gunung Meja sebagai KPA kepada masyarakat Ayambori.

Sebelumnya masyarakat telah mengetahui status hutan Gunung Meja dengan menyebut sebagai “hutan lindung” atau “tanah kehutanan”, hal tersebut dikarenakan sejarah TWA Gunung Meja yang telah mengalami beberapa perubahan status sejak diusulkan oleh pengelola TWA Gunung Meja sebagai hutan lindung tahun 1954 hingga ditetapkan TWA Gunung Meja tahun 2012 silam.

TWA Gunung Meja merupakan rumah bagi beberapa jenis satwa dilindungi yang terdaftar dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.106 tahun 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Beberapa jenis satwa dilindungi yang terdapat di dalam TWA Gunung Meja antara lain kakatua koki (Cacatua galerita), kasturi kepala hitam (Lorius lory), nuri bayan (Eclectus roratus), kuskus pontai (Spilocuscus maculatus), kupu-kupu sayap burung (Ornithoptera priamus). Sedangkan jenis tumbuhan yang dilindungi antara lain Sagu hutan (Pigafetta filaris). Jenis TSL yang dilindungi tersebut juga disampaikan oleh penyuluh kehutanan dalam acara sosialisasi agar masyarakat Ayambori dapat mengetahui jenis TSL yang dilindungi dan turut bersama pengelola TWA Gunung Meja, dengan demikian diharapkan melalui kegiatan sosialisasi mampu meningkatkan peran aktif masyarakat dalam melindungi dan mengelola kawasan. Masyarakat Ayambori berharap agar kawasan TWA Gunung Meja tetap lestari hingga dapat diwariskan kepada anak cucu di masa depan, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi telah memberikan pemahaman baru kepada masyarakat mengenai pentingnya TWA Gunung Meja bagi masyarakat di desa penyangga.

Kampung Ayambori merupakan salah satu desa binaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Papua Barat dibawah pengelolaan Bidang KSDA Wilayah II Manokwari. Kampung Ayambori yang merupakan kampung tertua berbatasan dengan kawasan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja dan sebagai kampung penyangga yang secara administrasi terletak di Distrik Manokwari Timur, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Untuk mencapai Kampung Ayambori dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Apabila ditempuh dari Kantor Bidang Wilayah II Manokwari melalui jalur darat akan membutuhkan waktu sekitar 20 menit ketika kondisi jalan tidak macet.

Masyarakat Kampung Ayambori merupakan Suku Arfak Manokwari yang terbagi dalam 3 (tiga) marga besar yaitu Marga Mandacan, Saroy, dan Dowansiba. Dalam kesehariannya Marga Mandacan menggunakan bahasa “Meyakh”, Marga Saroy menggunakan bahasa “Hatam”, dan Marga Dowansiba menggunakan bahasa “Soug”. Disamping bahasa lokal, masyarakat juga fasih menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi satu sama lain. Bagi masyarakat Ayambori kebiasaan memakan pinang, baik pinang buah maupun pinang kering merupakan bagian dari budaya dan menjadi bahan kontak dengan dilengkapi sirih dan kapur (cangkang kerang yang dihaluskan) yang mesti ada di setiap kegiatan sosialisasi atau penyuluhan bersama masyarakat.

Kampung Aymabori dikenal oleh masyarakat Manokwari sebagai Kampung Buah-Buahan dikarenakan berbagai jenis tanaman buah yang biasa dipanen oleh masyarakat setiap tahun, buah-buahan tersebut antara lain buah langsat, rambutan, durian, pepaya, nangka dan pisang. Buah rambutan dan langsat merupakan buah-buahan hasil kebun utama masyarakat dan buah durian hasil panenya  dipengaruhi oleh cuaca yang baik. Buah pepaya, nangka dan pisang merupakan tanaman sela di kebun masyarakat. Selain menanam tanaman tahunan, masyarakat kampung Ayambori juga menanam tanaman musiman yaitu jagung, rica (bahasa lokal dari cabai), kasbi (singkong), betatas (ubi jalar), sawi, dan terong. Tanaman tersebut diairi oleh masyarakat dengan mengandalkan air hujan. Potensi buah-buahan yang beragam dan keahlian masyarakat dalam bercocok tanaman dapat menjadi sebuah potensi pengembangan Agrowisata di kampung Ayambori. Lebih lanjut, masyarakat juga beternak babi tanpa dikandangkan, namun dilepaskan di sekitar lingkungan rumah. Mata pencaharian dominan masyarakat Ayambori sebagai petani, sedangkan sisanya sebagai pegawai dan tukang ojek.

Miker Jog Merembra, Merembra Jog Miker ! (Bahasa Meyakh)

Kita Jaga Hutan, Hutan Jaga Kita !

Sumber : Meyanti Toding Buak, S.Si. - Calon Penyuluh Kehutanan Balai Besar KSDA Papua Barat (Penulis dan Foto)

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini