Budidaya Lebah Trigona: Merawat Peradaban Menjaga Alam Sorong

Kamis, 23 Juli 2020

Sorong, 23 Juli 2020. Dalam Rangka Menyambut Hari Konservasi Alam Nasional Tahun 2020, Balai Besar KSDA Papua Barat melakukan panen madu Lebah Trigona (Tetragonula biroi) hasil budidaya Kelompok Tani Hutan (KTH) Matoa di Taman Wisata Alam (TWA) Sorong. Kegiatan panen ini merupakan yang pertama setelah satu bulan stup kotak sarang lebah madu dirawat oleh KTH tersebut. Pada tahun ini, tema Hari Konservasi Alam Nasional yaitu “Nagara Rimba Nusa: Merawat Peradaban Menjaga Alam”. Hal ini juga selaras dengan poin pertama dalam 10 Cara Baru Kelola Kawasan Konservasi di Indonesia, “Menjadikan Masyarakat Sebagai Subyek Pengelolaan”, Balai Besar KSDA Papua Barat secara aktif merangkul dan menjadikan masyarakat sebagai mitra utama dalam melakukan pengelolaan kawasan.

Masyarakat diajak untuk turut serta menjaga kawasan tanpa mengabaikan hak-hak adat mereka. Diharapkan masyarakat dapat secara sadar dan mandiri menjadi pelaksana dalam mengelola kawasan konservasi. Sehingga tujuan pengelolaan kawasan konservasi dapat tercapai, yaitu kawasan tetap lestari dan masyarakat disekitarnya mampu hidup sejahtera.Selaras dengan tema tersebut, Balai Besar KSDA Papua Barat  telah melaksanakan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan konservasi TWA Sorong. Masyarakat diajak turut serta merawat TWA Sorong dengan cara memanfaatkannya dengan memperhatikan asas-asas kelestarian alam. Salah satu caranya adalah dengan pelatihan Budidaya Lebah Trigona di sekitar kawasan.

Lebah Trigona atau Tetragonula biroi (Friese, 1898) merupakan lebah tanpa sengat (Stingless Bee) dengan cara hidup yang tidak hanya bergantung pada pollen bunga seperti lebah madu jenis lainnya. Dari cara hidup yang unik ini, Lebah Trigona dapat dikembangbiakkan dimana saja dan relatif mudah. Selain itu Lebah Trigona tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di wilayah perkotaan, yang memiliki sumber resin atau getah dari jenis pohon tertentu. Resin diperlukan untuk menghasilkan propolis pada sarangnya. Pohon jenis Aghatis spp. merupakan salah satu sumber resin primadona karena dapat memproduksinya dalam jumlah yang sangat besar dibanding jenis pohon lainnya. TWA Sorong memiliki jumlah tegakan pohon Agathis Spp yang cukup melimpah dan tersebar merata. Hal ini tentu saja merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang budidaya lebah Trigona.

Madu dari Lebah Trigona memiliki banyak keunggulan, antara lain yaitu memiliki asam organik, zat fitokimia dan asam glukonat yang lebih banyak dibandingkan madu lebah apis pada umumnya sehingga dipercaya lebih berkhasiat. Selain itu, lebah jenis ini menghasilkan propolis dan pollen dengan jumlah yang jauh lebih besar. Propolis atau lem lebah sendiri adalah zat resin yang dikumpulkan lebah dari sumber tumbuhan yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia sehingga memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bahkan sarang, pot madu dan pot pollennya adalah raw propolis yang memiliki harga cukup menjanjikan di pasanrya

KTH Matoa yang intens didampingi oleh Balai Besar KSDA Papua Barat telah melaksanakan budidaya Lebah Trigona. Sebanyak 8 koloni berhasil dibudidayakan dalam satu bulan. Dari kedelapan koloni tersebut, ada 2 koloni yang dapat dipanen madu dan polennya. Hasil pemanenan dari 2 stup ini adalah 2 kg bee bread dan 10 ml madu. Hal ini dikarenakan belum seimbangnya komposisi pakan yang tersedia di alam. Sumber pakan utama masih didominasi oleh tumbuhan penghasil pollen. Sedangkan populasi tumbuhan sumber pakan penghasil nektar dan ekstraflora tergolong masih minim.

Kedepannya akan dilakukan perbanyakan koloni sehingga dapat menambah hasil panen. Perbanyakan koloni ini diiharapakan dapat dilakukan dengan memanfaatkan 8 koloni yang sudah ada. Selama ini perbanyakan koloni diperoleh dengan memindahkan koloni yang terdapat di alam ke dalam stup buatan.

Papua Barat khususnya di Kota Sorong belum banyak mengenal dan membudidayakan lebah jenis Tetragonula biroi ini. Hanya terdapat sedikit kelompok masyakat yang mengetahui manfaat dari lebah ini. Mereka sesekali memanfaatkan madunya jika secara kebetulan menemukan sarangnya di alam. Namun masyarakat tersebut tidak membudidayakan lebah T. biroi tersebut. Hal demikian dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat terkait potensi si hitam cilik penghasil rupiah ini. Dengan pendampingan ini, diharapkan akan dapat menambah jumlah masyarakat yang tertarik untuk budidaya lebah madu sehingga menambah jumlah mitra Balai Besar KSDA Papua Barat.

 

Sumber: Balai Besar KSDA Papua Barat

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini