Unit Penanganan Satwa BBKSDA NTT Rambah Pulau Sumba

Senin, 03 Februari 2020

Sumba Timur, 30 Januari 2020 - Unit Penanganan Satwa (UPS) Balai Besar KSDA NTT melebarkan sayapnya dengan menyambangi Pulau Sumba, tepatnya di Desa Palanggai, Kecamatan Pahunga Lodu, Kabupaten Sumba Timur untuk melaksanakan operasi penanganan konflik buaya dengan manusia. Dengan anggota yang terdiri dari Theodorus Nim Tefa, Oktovianus A. Sene, Heru Wijanarko, dan Inosensius Tampani, tim ini bekerja sama dengan Balai Taman Nasional (BTN) Matalawa selama 4 hari dari tanggal 27 sampai dengan 30 Januari 2020.

Terjunnya UPS BBKSDA NTT di Pulau Sumba ini berawal dari informasi masyarakat Desa Palanggai kepada BTN Matalawa yang diteruskan ke BBKSDA NTT. Masyarakat menyampaikan keresahan akan hadirnya buaya muara (Crocodylus porosus) di pesisir Pantai Warambe’di yang memasuki pemukiman dan memangsa hewan ternak.  BTN Matalawa kemudian berkoordinasi dengan BBKSDA NTT yang telah memiliki UPS dengan personil terlatih dan berpengalaman serta peralatan/perlengkapan memadai.

Koordinasi lintas sektoral antara UPS BBKSDA NTT, BTN Matalawa, dan unsur SKPD setempat (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sumba Timur) dalam upaya untuk penanganan konflik satwa liar (buaya muara) dengan manusia di Kabupaten Sumba Tikur menghasilkan rumusan sebagai berikut :

  1. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumba Timur menyampaikan bahwa buaya yang dievakuasi dari lokasi konflik selama kegiatan operasi ini akan direlokasi ke Hutan Lindung Wanga dengan pertimbangan tidak dijumpai aktivitas masyarakat di dalamnya;
  2. Selain relokasi ke Hutan Lindung Wanga akan dilakukan langkah alternatif lain berupa penyiapan kandang transit. Terkait dengan hal tersebut Pemerintah Daerah Sumba Timur, BBKSDA NTT, BTN Matalawa dan parapihak terkait lainnya perlu duduk bersama mencari solusi tentang penampungan buaya yang dievakuasi dari lokasi konflik;
  3. BBKSDA NTT diminta untuk memberikan pelatihan teknis kepada masyarakat yang tinggal di wilayah rawan konflik buaya dengan manusia;
  4. BBKSDA NTT dimohon untuk dapat membagikan petunjuk/ pedoman pembuatan perangkap apung (floating trap) agar dapat dibuat oleh Pemerintah Daerah Sumba Timur;
  5. Sebagai upaya preventif perlu dibuat papan himbauan di lokasi rawan konflik, pendekatan kepada pemerintah desa dan tokoh mayarakat setempat, serta melaksanakan sosialisasi secara berkala.

 

Dalam peninjauan ke lokasi konflik di Pantai Warambe’di, dijumpai aktivitas manusia telah mengintervensi ekosistem pesisir. Ekosistem mangrove rusak berat akibat pembabatan pohon untuk menunjang budidaya rumput laut. Pendirian/ pemapanan kandang ternak milik masyarakat pun berdekatan dengan bibir pantai. Ketidakseimbangan ekosistem telah mengusik rantai makanan dimana buaya muara berada pada posisi top predator, dan tersedianya hewan ternak di area habitatnya telah menjadi substitusi primer pakan buaya muara. Tidak menutup kemungkinan terjadinya korban jiwa manusia jika memperhatikan tingginya pemanfaatan area tersebut oleh masyarakat sekitar.

Pemantauan buaya muara di Pantai Warambe’di selama 3 hari berturut-turut oleh UPS BBKSDA NTT bersama dengan BTN Matalawa dan Babinsa Koramil 1601-03 berhasil menjumpai seekor buaya muara dari 6 ekor yang dilaporkan oleh masyarakat. Beberapa kali umpan yang dipasang menarik perhatian buaya muara dan sempat tergigit, namun terlepas. Hingga tanggal 30 Januari 2020, tidak ada satupun umpan pada jerat (snarebite) yang dimakan buaya di 4 titik pemantauan sehingga seluruh peralatan tersebut dibongkar dan dibersihkan.

Untuk menutup operasi penanganan konflik, UPS BBKSDA NTT melakukan pendekatan kepada masyarakat nelayan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan praktis tentang upaya penanganan/ penangkapan buaya yang menyerang manusia. Pengetahuan teknis penangkapan buaya yang tidak melukai/ menyakiti satwa dan keselamatan manusianya terjamin dengan menggunakan peralatan sederhana begitu menarik animo masyarakat.

Minggu keempat di Bulan Januari 2020 menjadi pekan padat aktivitas bagi UPS BBKSDA NTT. Bagaimana tidak, 3 pulau disambangi dalam rangka respons penanganan konflik buaya muara dengan manusia. Pulau Timor, Pulau Lembata, dan Pulau Sumba menjadi bukti diakuinya kualitas dan kapasitas BBKSDA NTT. Hal ini tidak lantas menjadikan UPS BBKSDA NTT jumawa, mengingat masih perlunya peningkatan kapasitas SDM dan peralatan/perlenglapan operasional, serta yang terpenting adalah partisipasi parapihak untuk memastikan bahwa buaya muara maupun satwa liar lain dan manusia dapat hidup harmonis.

 

Sumber : Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini