BATU BALUI, Legenda Kampung yang Berubah Menjadi Batu di TN Kayan Mentarang

Rabu, 06 November 2019

Long Alango, 6 November 2019. "Balui", dalam Bahasa Dayak Kenyah di Desa Apau Ping berarti berubah. Ada pun Dayak Sa`ben menyebutnya "Baliu/Baliyu". Batu Balui diartikan berubah menjadi batu. Konon, Legenda Batu Balui merupakan cerita tentang berubahnya suatu desa dan warganya menjadi batu pada ribuan tahun silam. Batu Balui merupakan salah satu potensi wisata yang terletak di dalam kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Long Alango. Perjalanan menuju Batu Balui harus ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih 2 jam dari Desa Apau Ping.

Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Desa Apau Ping, sejarah terbentuknya Batu Balui berawal dari sekelompok orang dari salah satu desa sekitar Desa Apau Ping yang pergi berburu dan mencari buah-buahan di hutan yang kini menjadi Taman Nasional Kayan Mentarang. Mereka pergi ke hutan dengan membawa anjing peliharaan mereka sebagai petunjuk berburu dan juga menemani dalam perjalanan. Sepanjang perjalanan berburu sekelompok orang tersebut mendapatkan buah cempedak yang sangat banyak. Bahkan tempat atau wadah yang mereka siapkan pun tak cukup untuk menampung buah cempedak itu. Sebagian buah cempedak akhirnya mereka ikatkan dikaki dan badan anjing mereka agar semua buah cempedak dapat dibawa pulang ke kampung.

Sesampainya di kampung, anehnya perawakan anjing yang diikat dengan buah cempedak yang banyak, membuat semua orang di kampung menertawakan anjing-anjing itu. Tak lama kemudian suara gemuruh angin berhembus sangat kencang. Rumah beserta fasilitas warga kampung porak-poranda, bahkan warga kampung terseret hingga terkumpul jadi satu dalam pusaran angin tersebut. Disusul hujan es yang terus menerus menghujam hingga membuat apa saja yang ada dalam pusaran angin itu membeku dan seketika berubah menjadi batu dengan ukuran yang sangat besar (diperkirakan panjang dan lebar lebih 20 meter serta tinggi 15-20 meter).

Bentuk Batu Balui sendiri jika dicermati menyerupai sekumpulan orang dan ada juga yang menyerupai bentuk binatang sebagai bentuk kemurkaan alam atas apa yang dilakukan warga kampung terhadap binatang itu. Dari sinilah warga berkeyakinan bahwa menertawakan binatang akan menimbulkan bencana besar. Terlepas benar atau tidaknya cerita tersebut, Legenda Batu Balui telah memberikan pelajaran yang berharga bagi kita, khususnya masyarakat di sekitar desa Apau Ping secara turun menurun untuk menghargai makhluk hidup lain, sekalipun itu binatang yang menjadi “buruh” dalam perburuan. Hingga kini kepercayaan untuk tidak menertawai binatang masih dipegang teguh. Pertunjukan komedi binatang pun di tentang keras di daerah ini hanya untuk menjaga agar alam tetap ramah dan masyarakat dapat mengais kehidupan dari kekayaan alam yang telah tersedia.

Sumber : Septian Adi Nugroho - Calon Polhut pada Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Long Alango Balai Taman Nasional Kayan Mentarang

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini