Seminar Internasional Lahan Basah di Kalimantan Selatan

Senin, 04 November 2019

Banjarbaru, 1 November 2019 - Bertempat di Novotel Banjarmasin Airport-Banjarbaru, Kepala Balai KSDA Kalimantan Selatan didaulat sebagai keynote speaker mewakili Dirjen KSDAE dalam International Conferences of Tropical Wetland Biodiversity and Conservation (ICWEB). Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Program Studi Biologi FMIPA ULM, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Balai KSDA Kalimantan Selatan, dan Sahabat Bekantan Indonesia. Dalam seminar internasional ini diikuti narasumber utama dari Australia, Italia, Malaysia,  Belgia, dan Indonesia, serta dibuka oleh Gubernur Kalimantan Selatan yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Prov. Kalsel Bapak Drs. Abdul Haris Makki, M.Si.

Seminar Internasional Lahan Basah kali ini mengangkat tema “Mempertahankan Biodiversitas Lahan Basah Tropis Untuk Kesejahteraan Manusia Yang Lebih Baik”. Dalam materinya, Dr. Ir. Mahrus Aryadi, M.Sc, Kepala BKSDA Kalsel menyampaikan bahwa potensi lahan basah yang cukup besar di Indonesia merupakan habitat yang sangat penting bagi banyak flora fauna. Untuk itulah Indonesia disebut dengan negara Mega Biodiversity. Beberapa permasalahan penting dalam pengelolaan lahan basah yang dihadapi saat ini  adalah terdesaknya habitat hidup keanekaragaman hayati karena alih fungsi kawasan hutan, degradasi hutan di daerah tangkapan air, tumpang tindih peruntukan ruang, serta pengelolaan ekosistem lahan basah yang belum terlaksana secara terpadu dan optimal.

2WhatsApp Image 2019-11-04 at 13.46.07

Melihat banyaknya permasalahan dan potensi ancaman terhadap lahan basah, dan dikhawatirkan akan berimbas pada keanekaragaman hayati yang ada, Ditjen KSDAE mempunyai program dalam mendukung pengelolaan lahan basah baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi, diantaranya adalah pemulihan ekosistem lahan basah, serta mendorong terbentuknya Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) di tiap daerah.

3WhatsApp Image 2019-11-04 at 13.46.19

”Saat ini di Kalimantan Selatan sendiri telah mempunyai 2 calon KEE, yaitu di Panjaratan dan Kuala Lupak. Pelibatan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah dalam pelestarian keanekaragaman hayati merupakan hal penting yang perlu dilakukan. Kita perlu merubah paradigma yang melihat bahwa konservasi hanya bisa dipandang, namun tidak boleh dipegang. Bloking/ zonase penting disesuaikan dengan dinamika sosial, ekologi dan ekonomi.”  terang Mahrus.

Kesempatan yang baik ini juga disampaikan bahwa Ditjen KSDAE mempunyai 10 cara baru kelola kawasan konservasi, yang salah satunya adalah Scientific Based Decision Support System, sehingga harapannya ada kerjasama dengan berbagai instansi khususnya peneliti dalam upaya mendukung pelestarian keanekaragaman hayati.

Dalam penutupan pemaparannya, Mahrus mengajak para peserta dan narasumber menikmati eksotisme Bekantan di Suaka Margasatwa Kuala Lupak yang merupakan ekosistem mangrove alami dan menjadi salah satu habitat ratusan Bekantan di Kalimantan Selatan.

 

Sumber: Balai KSDA Kalimantan Selatan

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini