Senin, 28 Oktober 2019
Senin, 28 Oktober 2019 - ASEAN Centre for Biodiversity (ACB) menyelenggarakan konferensi ke-6 ASEAN Heritage Park (AHP) dengan tema "Sustainabilility and Innovation for Park and People." Konferensi ini berlangsung di Champasak Grand Hotel, Pakse, Champasak, Lao PDR. Pertemuan tahunan ini berlangsung dari tanggal 21 s.d 24 Oktober 2019.
Saat ini ACB telah menetapkan 44 AHP di sembilan negara anggota ASEAN. Saat ini Indonesia telah memiliki 7 taman nasional yang telah ditetapkan menjadi AHP. Ketujuh taman nasional tersebut di antaranya: Taman Nasional Lorentz, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Taman Nasional Wakatobi, dan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul).
Pada konferensi kali ini sedikitnya 22 orang Delegasi Republik Indonesia (Delri) hadir yang terdiri dari kepala balai, staf, perwakilan masyarakat lokal taman nasional, Diektorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Kawasan Konservasi, Biro Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta perwakilan LIPI dan NGO. Adalah Dr. Fifin Nopiansyah, Kepala Seksi Satwa Liar, Ditektorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, menjadi pemimpin Delri. Tak hanya menjadi peserta konferensi, beberapa di antara delegasi menjadi moderator, pembahas hingga menjadi pembicara.
Para peserta konferensi bertemu, bertukar pengalaman, hingga berdialog tentang pengelolaan efektif kawasan lindung. Hari pertama, dialog terbagi menjadi dua, dialog antar sesama menejer AHP dan dialog kebijakan: sharing pengelolaan kawasan lindung dari beberapa negara. Malamnya, ACB menggelar gala dinner di Restoran Champasak Grand Hotel yang berada tepat di pinggir Sungai Mekong.
Hari kedua, pembukaan resmi AHP, diskusi pararel yang terbagi dalam beberapa tema dan pameran. Delri juga turut berpartisipasi pada pameran dengan menampilkan tata kelola AHP di Indonesia. Tak hanya itu delri juga menampilkan produk dan kerajinan tangan masyarakat binaan AHP serta paket ekowisata. Tampak juga Menteri Pertanian dan Kehutanan Lao PDR, mengunjungi setiap stan pameran. Bercengkrama dengan pemandu pameran mengenalkan potensi negaranya.
Malamnya, penyelenggara menggelar malam budaya. TN Babul tampil dengan mengenakan pakaian adat Bugis-Makassar. Gelaran cultural night ini cukup meriah dengan menampilkan tarian tradisional Lao PDR. Menampilkan tarian yang menggambarkan budaya keseharian masyarakat Laos: menanam dan panen padi, menjaring ikan, hingga menenun. Lebih meriah lagi saat penari lokal mengajak peserta konferensi menari bersama di depan panggung utama. Pada malam itu, ACB juga menyerahkan piagam penetapan AHP. TN Babul, TN Wakatobi, dan TN Kepulauan Seribu menerima piagam penetapan tersebut bersama kawasan lindung dari negara lain.
Hari ketiga, diskusi panel yang terbagi dalam beberapa beberapa tema. Yusak Mangetan, Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menjadi pembicara pada tema "Ekowisata: Bisnis dan Konservasi." Pada sesi ini peserta cukup tertarik dengan isi materi yang menerangkan grafik yang menunjukkan penurunan jumlah pengunjung sejak tahu 2015, namun nilai PNBP justru cenderung naik.
"Mengapa terjadi penurunan jumlah wisatawan sejak tahun 2015 dan tampak terlihat jumlah pengunjung per tahun cukup besar, apakah di sana mass tourism?" tanya peserta panelis yang berasal dari Jerman.
Tamen Sitorus, Kepala Balai Besar Kerinci Seblat, angkat bicara saat diskusi dengan menerangkan bahwa terjadinya penurun jumlah pengunjung di tahun tersebut karena diberlakukannya PP no. 12/2014 tentang PNBP. Ada kenaikan tarif yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisata ke kawasan konservasi secara nasional. "Kedua, penerapan daya dukung wisata di TN Babul belum berjalan secara efektif. Namun berdasarkan hasil kajian daya dukung wisata yang telah disusun di taman nasional ini, hasilnya menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan belum melampaui batas maksimal," tambah Tamen.
Sore hari penutupan konferensi berlangsung. Direktur Eksecutive ACB, Theresa Mundita S. Lim, menutup konferensi secara resmi. Menurut Theresa, AHP bukan hanya tentang bagaimana menjaga kawasan lindung tetapi juga menjadi sarana untuk mencapai harmoni antara manusia dan alam. Ini menyangkut Masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar AHP, mereka bergantung pada sumber daya alam taman nasional untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Beberapa dari mereka memiliki pengetahuan dan praktik tradisional yang membantu melestarikan keanekaragaman hayati di AHP. Di sana keterlibatan masyarakat sangat penting dalam mewujudkan konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan.
Hari keempat, peserta konferensi melakukan kunjungan lapangan yang terbagi dua site kawasan wisata. "Saya sampaikan terima kasih kepada peserta delri atas partisipasi dan kontribusinya selama Sixth ASEAN Heritage Park Conference berlangsung. Selamat jalan dan sampai ketemu di lain waktu dan tempat. Khobcai lailai," tulis Fifin Nopiansyah di grup Whatsapp delri.
Sumber: Taufiq Ismail (PEH) - Balai TN Bantimurung Bulusaraung
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0