Enam Kawasan Konservasi di Papua Dinilai dengan Metode METT

Kamis, 26 September 2019

Jayapura, 25 September 2019 - Balai Besar KSDA Papua bekerja sama dengan USAID Lestari menyelenggarakan penilaian enam kawasan konservasi menggunakan METT (Management Effectiveness Tracking Tool). Kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari, Selasa-Rabu (24-25/9) di Hotel Horison Kotaraja, Kota Jayapura. Enam kawasan yang dinilai adalah Cagar Alam Pegunungan Cycloop, Cagar Alam Yapen Tengah, Cagar Alam Pulau Supiori, Cagar Alam Tanjung Wiay, Taman Wisata Alam Teluk Youtefa, dan Taman Wisata Alam Nabire.

Pihak-pihak yang hadir untuk memberikan penilaian antara lain perwakilan masing-masing UPT di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Provinsi Papua, perwakilan Bappeda Kota dan Kabupaten Jayapura, perwakilan masyarakat adat di sekitar kawasan konservasi, perwakilan beberapa LSM di Jayapura, dan akademisi. Sementara fasilitator kegiatan adalah Prihananto Setiadji, S.T., M.T., seorang akademisi dari Universitas Cenderawasih.

Dalam sambutannya, Evie Adipati dari USAID Lestari menyampaikan bahwa pihaknya telah bekerjasama dengan BBKSDA Papua dalam kegiatan METT sejak tahun 2015. METT diselenggarakan dalam rentang waktu dua tahun sekali. Artinya, pada tahun 2019 merupakan penyelenggaraan yang ketiga. USAID Lestari senantiasa memberikan dukungan, dan siap melakukan sosialisasi hasil METT kepada para pihak dan masyarakat umum.

Sementara Prihananto Setiadji, S.T., M.T., menyampaikan, METT bukan digunakan untuk menilai pengelolanya, dalam hal ini adalah Kepala BBKSDA Papua beserta seluruh jajarannya. METT digunakan untuk menilai bagaimana proses pengelolaan kawasan konservasi yang akan menjadi dasar perencanaan pengelolaan kawasan ke depan yang lebih matang.

Selain pihak LSM dan akademisi, masyarakat adat juga menyampaikan pokok pikiran penting. Yehuda Demetouw, Ketua Dewan Adat Suku Tepera Yewena Yosu, mengatakan bahwa tanah adalah ibu. Dengan demikian, masyarakat harus menjaga tanah dengan sebaik-baiknya supaya sang ibu tetap aman dan dapat terus memberikan kehidupan bagi umat manusia. Apabila masyarakat merusak sang ibu dan membuatnya murka, tentu bencana akan datang bertubi-tubi kepada mereka. Pemikiran tersebut merupakan warisan nilai leluhur masyarakat Papua pada umumnya, dan mereka pegang teguh sebagai pola interaksi yang harmoni antara manusia, alam semesta, dan Pencipta. Senyatanya, pola pemikiran tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap keutuhan alam di Papua, yang menjadi bagian dari kawasan konservasi.   

Pada kesempatan yang sama, Kepala Balai Besar KSDA Papua menyampaikan, “METT adalah salah satu metode dalam penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Penilaian harus dilakukan secara obyektif, karena hasilnya akan dijadikan salah satu referensi dalam intervensi pengelolaan. Dengan demikian, pengelolaan ke depan dapat lebih baik, lebih efektif, dan efisien untuk kelestarian kawasan dan kesejahteraan masyarakat”. 

Sumber : Balai Besar KSDA Papua

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini