Upaya Revitalisasi Fungsi Hutan Pesugulan Taman Nasional Gunung Rinjani

Minggu, 15 September 2019

Mataram, 14 September 2019. Bahwa kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TN Gunung Rinjani) ditetapkan pada Tahun 2005 dengan status sebelumnya merupakan kawasan Suaka Margasatwa yang ditunjuk oleh Gubernur Hindia Belanda pada Tahun 1941. Kawasan TN Gunung Rinjani merupakan kawasan yang berbatasan langsung dengan 42 desa dan merupakan hulu dari 90 % sungai yang berperanan penting dalam mensuplai air di Pulau Lombok. Bahwa kawasan TN Gunung Rinjani pada tahun 2018 mendapat dua predikat internasional oleh UNESCO, yaitu menjadi bagian dari jaringan geopark dunia, Unesco Global Geopark dan status cagar biosfer.

Hubungan komunikasi Balai TN Gunung Rinjani dengan masyarakat cukup baik dibuktikan dengan pelibatan masyarakat pada kegiatan-kegiatan desa penyangga dan Gerakan Rehabilitasi Nasional (Gerhan) tahun 2006 serta tidak ada klaim tanah leluhur/tanah adat. Klaim tanah adat di kawasan hutan Pesugulan muncul sekitar bulan Juni 2015 (foto Google Earth tanggal 21/10/2015, 05/11/2015 dan 13/07/2019 terlampir), merupakan Kelompok masyarakat yang menamakan diri sebagai Kelompok Pejuang Adat. Kelompok tersebut mengakui bahwa kawasan hutan Pesugulan awalnya sebagai tanah leluhur/tanah nenek moyang/tanah papuq baloq yang ada sebelum Indonesia merdeka. Data dan fakta yang disampaikan oleh masyarakat sebagai dasar pengklaiman menurut hasil penelitian salah satu mahasiswa Fakultas Pertanian Program Studi Kehutanan Universitas Mataram (ringkasan hasil penelitian terlampir) hanya merupakan keyakinan dan cerita-cerita yang sulit dibuktikan secara ilmiah. Berdasarkan hasil pengukuran kami saat itu luasannya mencapai antara 50-75 hektar. Kegiatan tersebut kami namakan Penggunaan Kawasan Tanpa Izin (PKTI).

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor : SK.312/MENLHK/SETJEN/PSKL.1/4/2019 Tentang Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I (terlampir), menjelaskan bahwa Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah seluas + 472.981 (empat ratus tujuh puluh dua ribu sembilan ratus delapan puluh satu) hektar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun, berdasarkan lampiran peta Keputusan tersebut, tidak terdapat hutan adat maupun wilayah indikatif hutan adat di Provinsi NTB. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa wilayah hutan Pesugulan bukan merupakan wilayah hutan adat.

Balai TN Gunung Rinjani bersama para pihak telah melakukan beberapa upaya penyelesaian sejak tahun 2015 sampai dengan saat ini, antara lain :

  1. Pemberdayaan masyarakat Desa Bebidas
  2. Membentuk Kelompok Masyarakat Sadar Lingkungan (Pokdarling) Bebidas Lestari. Kelompok tersebut melakukan kegiatan antara lain : pertemuan rutin setiap hari Jum’at, pengembangan penangkaran rusa, pengembangan komoditi buah-buahan di lahan milik masyarakat, serta fasilitasi pengenalan budidaya tanaman hidroponik dengan melibatkan istri-istri anggota Pokdarling.
  3. Membina dan mendampingi Kelompok Masyarakat Sadar Wisata (Pokdarwis) Rinjani Perkasa yang dibentuk oleh Dinas Pariwisata Kab. Lombok Timur. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengembangan wisata alam di Propok TN Gunung Rinjani (trekking dan camping di savana), pengembangan usaha souvenir sablon kaos, gantungan kunci, serta penyewaan alat pendakian. Sebagai gambaran, potensi pendapatan dari jasa parkir setiap hari Sabtu-Minggu sekitar Rp 35.000.000,-
  4. Membentuk dan membina Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dengan jumlah anggota 19 orang, dengan anggota 4 orang diantaranya berasal dari warga Desa Bebidas. Kegiatan yang mereka lakukan meliputi patroli rutin, pemadaman kebakaran hutan, penyuluhan serta menjadi saksi terkait kasus perambahan di hutan Pesugulan.
  5. Studi banding dalam rangka pemberdayaan masyarakat bidang wisata bersama Kepala Desa Bebidas dan staff pada Juni 2018 ke destinasi wisata unggulan di Yogyakarta dan sekitarnya.
  6. Sosialisasi, himbauan dan mediasi terkait permasalahan PKTI di Hutan Pesugulan.

Sosialisasi intern pihak Balai TN Gunung Rinjani telah dilakukan sepanjang tahun 2016 sampai dengan 2018 baik secara formal maupun non formal. Khusus pada tahun 2019 dikerjakan beberapa kali yaitu tanggal 16-19 Juli 2019, kemudian tanggal 24 Juli 2019, baik penyuluhan langsung dengan masyarakat maupun pemasangan banner himbauan. Sosialisasi bersama dengan pihak Polres Lombok Timur kepada penggarap yang masih beraktivitas pada 27 Agustus 2019 dengan materi kegiatan dampak perusakan hutan baik dari hukum dan agama serta resiko penguasaan hutan tanpa izin.

Untuk mengantisipasi isu agama, adat, perempuan, anak dan HAM, Balai TN Gunung Rinjani telah melakukan koordinasi dengan beberapa stakeholder terkait yaitu : Perwakilan Ombudsman NTB, Kanwil Kemenhumkam Provinsi NTB, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTB dan MUI Kabupaten Lombok Timur.

Bidang Penegakan hukum yang telah dilakukan :

  1. Operasi Gabungan yang dilakukan pada tanggal 19 Juni 2015 dan 19 s.d 22 September 2015, namun tidak berhasil secara tuntas karena mendapat perlawanan dari masyarakat penggarap.
  2. Selama 2015-2016 dilakukan rangkaian tindak yustisi/proses hukum. Saat itu, Ketua, Sekretaris, dan Bendahara kelompok Pejuang Tanah Adat Jurang Koak ditangkap dan divonis bersalah dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan dan subsider denda Rp 50.000.000 atau 6 bulan penjara pengganti subsider.
  3. Pada bulan Oktober 2017, dilakukan Operasi Pemulihan Kawasan Gabungan (Polda NTB, Korem 62/WB, Balai PPHLHK Jabalnusra, dan Balai TN Gunung Rinjani).
  4. Selama 2018-2019 dilakukan kegiatan patroli dalam rangka penyelidikan terjadinya pembukaan lahan baru dan berhasil mengamankan 2 (dua) orang tersangkanya yaitu Sdr. Sarapudin (sudah divonis 1 tahun penjara yang akan dibebaskan pada Bulan Desember 2019) serta Sdr. Kamarudin (sedang diproses persidangan).
  5. Berdasarkan kajian dan rekomendasi Tim Ditjen KSDAE yang melakukan pengecekan lapangan pada 3-6 Juli 2019 pada wilayah PKTI bahwa mengembalikan fungsi konservasi kawasan hutan pesugulan penting demi menghindari kerusakan lingkungan dan mengembalikan manfaat ekosistem bagi masyarakat lebih luas

Informasi terkini mengenai kondisi masyarakat penggarap dan wilayah PKTI Pesugulan adalah :

  1. Perkiraan jumlah penggarap yang masih melakukan aktivitas di lahan garapan sekitar 100 orang atau sekitar 1,5% dari jumlah penduduk Desa Bebidas. Penggarap merupakan penduduk dari Dusun Burne, Dusun Jurang Koak dan Dusun Erot, Desa Bebidas.
  2. Luasan areal terbuka di PKTI Pesugulan telah bertambah menjadi + 111 ha dari + 105 ha dan masih ditemukan 130 gubuk semi permanen milik penggarap.
  3. Jumlah petak yang masih tersisa pada lahan garapan di hutan Pesugulan sebanyak 450 petak (1 petak = 1 are = 50x20m) atau + 45 ha.
  4. Telah terjadi pro kontra di antara masyarakat yang dipicu adanya oknum masyarakat setempat dan pihak-pihak luar yang salah satunya diduga dari Ormas/ LSM yang bergerak dalam bidang agraria..
  5. Di lokasi tersebut diduga masih terjadi pungutan liar bagi masyarakat yang ingin menggarap di kawasan hutan Pesugulan. Masyarakat diwajibkan membayar pungutan yang terdiri atas : (1) Uang kran air (Rp 250.000/kran), (2) Uang bangar/syukuran/pesta (Rp 100.000/petak, 1 petak = 1 are = 50 x 20 m).
  6. Masyarakat sekitar Pesugulan (Desa Bebidas) telah menyampaikan keluhan-keluhan dampak negatif dari pembukaan lahan di TN Gunung Rinjani antara lain berkurangnya debit air dikarenakan digunakan oleh penggarap di hutan Pesugulan untuk mengairi lahan garapannya sehingga menyebabkan gagal panen di lahan milik sejak tahun 2017 serta berkurangnya air baku untuk kebutuhan rumah tangga.

Atas kejadian tersebut diatas, desa-desa lain menyoroti kejadian PKTI sebagai tolak ukur penegakan hukum di TN Gunung Rinjani. Mereka menunggu penyelesaian atas pelanggaran hukum tersebut dan apabila pelanggaran tersebut tidak dilakukan penertiban maka 42 desa lainnya termasuk para penggarap yang sudah keluar dari kawasan mengancam akan melakukan kegiatan yang sama (PKTI).

Rencana tindak lanjut atas permohonan masyarakat tersebut, Balai TN Gunung Rinjani bersama para pihak (TNI, Polri, Balai PPHLHK Jabalnusra, Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Daerah Kab. Lombok Timur, Pemerintahan Desa, dan Universitas Mataram) akan melaksanakan kegiatan Revitalisasi Fungsi Hutan Pesugulan di TN Gunung Rinjani dengan target waktu sampai dengan Tahun 2020. Tujuan kegiatan adalah mengembalikan fungsi hutan Pesugulan untuk jangka panjang guna mencegah kerugian in materil peningkatan panas akibat lahan tanpa tegakan pohon, potensi kebakaran hutan, kekeringan saat musim kemarau dan mengancam secara lebih luas karena potensi banjir tanah-longsor pada musim hujan terhadap masyarakat yang tinggal di hilir serta meningkatnya ketersediaan volume air yang aman bagi masyarakat sekitar.

Rencana yang akan dilakukan dalam rangka kegiatan Revitalisasi Fungsi Hutan Pesugulan di TN Gunung Rinjani meliputi :

  1. Aspek penegakan hukum.
  • Sosialisasi dan dialog masyarakat PKTI dengan sukarela keluar dari kawasan hutan TNGR dan menawarkan bergabung dalam kelompok pemberdayaan masyarakat binaan TNGR
  • Memberikan himbauan/kesempatan kepada masyarakat PKTI untuk memungut hasil panen (tanaman palawija dan hortikultura) serta membawa barangnya keluar kawasan sesuai batas waktu yang ditetapkan oleh TNGR
  • Mengeluarkan masyarakat PKTI yang masih menggunakan kawasan TNGR melalui operasi simpatik yang akan dilaksanakan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
  • Melakukan proses yustisi kepada pihak yang menghalangi proses kegiatan dan yang melakukan kegiatan provokasi kepada masyarakat
  • Membongkar gubug-gubug kerja yang dibangun oleh masyarakat PKTI
  • Melakukan penjagaan dan pengamanan di lokasi eks-PKTI Pesugulan.
  1. Aspek sosial (pemberdayaan masyarakat)
  • Pembentukan dan pendampingan Pokdarling (Kelompok Sadar Lingkungan) dari unsur masyarakat eks-PKTI dalam bentuk kegiatan penangkaran rusa, optimalisasi lahan pertanian dengan pemberian bantuan dan penanaman buah-buahan.
  • Pendampingan untuk pengembangan Desa Wisata dan Pengembangan Wisata Propok di Kawasan TNGR serta pemberian bantuan peralatan usaha jasa wisata.
  • Peningkatan dan penguatan kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa peningkatan kapasitas SDM Penangkar Rusa, Pembentukan Desa Wisata Bebidas, Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat di Propok, Fasilitasi Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian Masyarakat.
  1. Aspek Ekologi (Pemulihan ekosistem/rehabilitasi kawasan)
  • Melakukan penanaman secara intensif maupun pemindahan pohon
  • Melakukan pembibitan, penanaman dan pemeliharaan melibatkan masyarakat sekitar areal eks-PKTI Pesugulan
  • Melakukan kegiatan Hari Menanam Pohon Indonesia pada bulan November 2019 sebagai puncak kegiatan Rehabilitasi kawasan eks-PKTI Pesugulan dengan menghadirkan Gubernur NTB yang akan diinisiasi oleh Kepala Dinas LHK Provinsi NTB.

Dalam kesempatan ini kami sekali lagi menghimbau kepada seluruh masyarakat yang masih menempati daerah tersebut untuk segera meninggalkan lokasi secara sukarela dalam waktu 1 x 24 Jam sejak diinformasikan dan tidak kembali selama - lamanya. Kami akan melakukan penertiban dan revitalisasi fungsi Hutan Pesugulan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani desa Bebidas kecamatan Wanasaba kabupaten Lombok Timur guna menyelamatkan kepentingan masyarakat yang lebih banyak.

Sumber : Balai Taman Nasional Gunung Rinjani

Informasi lebih lanjut :

Call Centre Balai Taman Nasional Gunung Rinjani - 0811283939

Media sosial di twitter: @tnrinjani, instagram: gunungrinjani_nationalpark,

Facebook: Taman Nasional Gunung Rinjani, dan website: tngr.menlhk.go.id

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini