Ratusan Orang Utan Akan Dilepasliarkan di Tanjung Puting

Senin, 28 Desember 2015

Pangkalan Bun - Dua ekor orang utan yang dipasangi telemetri, semacam penanda posisi yang bisa dilacak, dilepasliarkan di Daerah Penyangga Taman Nasional Tanjung Puting, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pertengahan Desember 2015.

Mereka adalah dua ekor pejantan bernama Tyson dan Eka yang telah direhabilitasi oleh lembaga konservasi Orangutan Foundation International (OFI). Satu dekade silam, kedua orang utan ini diambil dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di pulau ini.

Suasana pelepasliaran sempat menegangkan. Ketika Eka dilepas dari kandang, dia sempat mengamuk dan menghancurkan kandangnya. Eka tiba-tiba menghampiri kerumunan, termasuk wartawan yang menyaksikan pelepasliaran. Seorang petugas berteriak, "Lari Bu, lari!". Hal itu membuat semua orang berhamburan menyelamatkan diri, termasuk petugas satwa.

"Biasanya dia mengincar kaki, dipegang bahkan digigit, dan sulit dilepas," tegas Ketut Prasojo, dokter hewan dari OFI. Namun suasana tegang tersebut segera berlalu setelah petugas berhasil mengarahkan Eka ke dalam hutan.

Menurut pendiri OFI yang juga telah meneliti orang utan selama 44 tahun, Prof Dr Birute Mary Galdikas, sikap Eka menjadi agresif karena tidak terbiasa melihat banyak orang dan bingung saat berada di lingkungan baru.

Program pelepasliaran orang utan ini merupakan kerja sama OFI dengan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (Smart) Tbk yang terjalin sejak 2011. Mereka menargetkan untuk melepasliarkan seratus ekor orang utan hingga 2017.

Hingga kini setidaknya 50 orang utan sudah dikembalikan ke habitat aslinya. "Kita berkomitmen untuk melindungi satwa langka yang terancam punah beserta ekosistemnya," kata Direktur Utama Smart Daud Dharshono.

Birute menegaskan bahwa kebun sawit adalah ancaman terbesar habitat orang utan. Lalu mengapa dia dan OFI tetap bermitra dengan perusahaan sawit besar seperti Sinar Mas? Birute mengaku tertarik dengan komitmen perusahaan itu menjalankan kebijakan 'zero tolerance'.

Kebijakan ini tidak mengizinkan perusahaan melakukan tindakan yang mengancam keberlangsungan hidup orang utan. "Kami kerja sama karena mereka (Smart) sepertinya ada maksud untuk tidak merusak hutan rimba lagi," kata Birute.

Sumber: Nasional.tempo.co

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini