Jumat, 05 Juli 2019
Jakarta, 5 Juli 2019. Taman Nasional Gunung Merbabu memiliki target pemulihan ekosistem seluas 1.000 hektar selama 5 tahun. Hasil rekapitulasi capaian target pemulihan ekosistem sampai dengan Desember 2018 tercatat bahwa realisasi pemulihan ekosistem TN Gunung Merbabu telah melebihi target yang ditetapkan, yaitu seluas 1.185,25 hektar atau 119%. Capaian tersebut merupakan capaian yang luar biasa sehingga perlu dimonitor realisasinya di lapangan. Harapannya terdapat pembelajaran-pembelajaran kesuksesan yang patut direplikasi pada lokasi lain yang sesuai.
Tim supervisi pemulihan ekosistem Direktorat Kawasan Konservasi yaitu Gunawan, S.Hut., M.Sc. dan Budy Suryanto, S.Hut, pada tanggal 12 sd 14 Juni melakukan peninjauan lapangan sekaligus menghimpun informasi terhadap capaian pemulihan ekosistem tersebut. Areal pemulihan ekosistem di TN Gunung Merbabu tersebar hampir dikeseluruhan kawasan. Kerusakan disebabkan oleh adanya kebakaran hutan pada sekitar tahun 2010. Salah satu lokasi kegiatan pemulihan ekosistem yang dikunjungi adalah kawasan di Resort Ampel, SPTN I Kopeng yang berbatasan dengan Desa Jlarem, Kecamatan Ampel, Boyolali.
Hasil monitoring menunjukkan bahwa pemulihan ekosistem TN Gunung Merbabu berjalan optimal. Kondisi tanaman di lapangan menunjukkan adanya pertumbuhan yang baik ditunjang dengan dukungan partisipasi yang tinggi dari kelompok masyarakat. Informasi dari petugas resort dan tim Balai TN Gunung Merbabu (Saeful Hidayat - Kepala Resort, Mila Septiana- Penyuluh Kehutanan, Arjuna – Polhut, Fadel Jauhar - staf Balai) bahwa keterlibatan dan kontribusi masyarakat adalah kunci keberhasilan pelaksanaan lapangan. Tim resort dalam hal ini bekerja over time membangun kesepahaman pentingnya pengelolaan kawasan bersama-sama masyarakat. Nilai ketergantungan masyarakat adalah ketersediaan sumber air yang berasal dari Gunung Merbabu. Masyarakat menyadari bahwa kelestarian kawasan adalah kelestarian akan kebutuhan air masyarakat tersebut sehingga harus dipertahankan secara bersama-sama.
Pak Kendo dan Pak Suprih adalah dua tokoh kelompok masyarakat yang getol membentengi kawasan TN Gunung Merbabu. Beliau menceritakan bahwa pernah menghalau sekumpulan pemburu yang akan masuk ke kawasan konservasi tersebut. Pemburu tersebut diperingatkan untuk tidak melakukan perburuan di kawasan konservasi atau akan dilaporkan kepada petugas, dimana akhirnya pemburu meninggalkan lokasi tersebut. Dalam hal ini, kedekatan petugas juga menjadi salah satu kunci keberhasilan pengamanan kawasan dari tekanan luar.
Berkenaan dengan kegiatan pemulihan ekosistem, tidak dipungkiri bahwa kerja pemulihan ekosistem adalah kerja dari hati, keikhlasan dan sukarelawan. Jiwa memiliki kawasan adalah motor penggerak melaksanakan pemulihan ekosistem. Hal ini mengingat bahwa pelaksanaan penanaman di gunung sangat berat, dimana bibit harus diangkut, dipikul, didistrubusikan dan ditanam dari dataran rendah ke lokasi ketinggian dengan kemiringan yang curam. Tidak sampai disitu saja, bahwa tanaman yang ditanam haruslah hidup dan berhasil sehingga perlu dipantau setiap saat. Kerja pemulihan tidak dapat hanya dihargai dengan nilai uang yang tidak sepadan, akan tetapi lebih sebagai pengabdian kepada Sang Pencipta Alam untuk anak cucu mendatang.
Salah satu Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Ditjen KSDAE adalah pemulihan ekosistem kawasan konservasi terdegradasi seluas 100.000 hektar pada periode 2015-2019. Target IKK tersebut kemudian dipecah menjadi target pemulihan tingkat UPT TN/KSDA. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal KSDA Nomor SK. 18/KSDAE/KK/KSDAE.1/1/2016 tanggal 27 Januari 2016 tentang Penetapan Lokasi Pemulihan Ekosistem Pada Kawasan Konservasi.
“Pemulihan ekosistem, tabungan manfaat generasi masa depan”
Sumber : Gunawan, S.Hut, M.Sc - PEH Muda Direktorat KK, Ditjen KSDAE
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0