Rabu, 30 Januari 2019
Cibodas, 30 Januari 2019. Ular merupakan salah satu jenis satwa dari kelas reptil yang oleh kebanyakan orang dipandang sebagai satwa yang menakutkan. Padahal dengan ketiadaan mereka akan menimbulkan hal yang lebih menakutkan lagi. Mengingat ular merupakan predator alami satwa di bawahnya salah satunya adalah tikus. Bisa dibayangkan jika tikus merajalela tanpa ada predator alaminya. Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) terdapat jenis ular yang untuk menjumpainya langsung di alam sangatlah sulit, sama sulitnya seperti menelusuri “jejak digitalnya”. Ular tersebut memiliki nama ilmiah Pseudoxenodon inornatus (Boie in: Boie, 1827) atau dalam bahasa inggris disebut juga Dull Bamboo Snakes atau False Cobra. Sekilas ular ini hampir mirip dengan ular kobra jika sedang bersiaga yaitu saat melebarkan lehernya.
Sekilas catatan Abad 20
Menurut Rahadian & Das 2013 menyebutkan bahwa catatan terakhir mengenai ular ini disampaikan oleh L.D Brongersma pada tahun 1950 yang meninjau data sebelumnya berupa spesies yang berasal dari Cihanjawar, kaki Gunung Pangrango, Jawa Barat. Sejak itu hampir tidak pernah ada lagi update tentang ular ini. Spesies ini pertama kali dideskripsikan oleh Boie pada tahun 1827 sebagai Xenodon inornatus dari Jawa tapi tidak disebutkan lokasi detilnya.
Sekilas catatan Abad 21 yang menggembirakan di TNGGP
Setelah sekian lama mencari keberadaan jenis ular ini akhirnya pada tanggal 14 April 2012, Volunteer “Panthera” TNGGP menemukan kembali jenis ini di TNGGP, tepatnya di Resort Selabintana, Sukabumi pada ketinggian 1.200 mdpl, dan berhasil diabadikan oleh Firmansyah (Volunteer “Panthera”). Sedikit “modal” itulah yang menjadi bahan identifikasi bahwa benar itu merupakan dari spesies Pseudoxenodon inornatus. Temuan yang menggembirakan tersebut telah ditulis pada jurnal internasional oleh Rudy Rahadian (Sioux-Lembaga Studi Ular Indonesia) dan Indraneil Das (Institute of Biodiversity and Environmental Conservation, Universiti Malaysia Sarawak). Informasi lain menyebutkan bahwa jenis ular “kobra palsu” ini dijumpai juga di Gunung Salak (Wallach et al, 2014).
Tahun 2016, Robi (PEH TNGGP) berhasil menemukan kambali yang diduga kuat “kobra palsu” tersebut di ketinggial 1.600 mdpl (Resort Bodogol), namun sayang tidak berhasil diabadikan melalui kamera. Selanjutnya tahun 2017 dan 2018 spesies ini telah ditemukan kembali dan berhasil terpotret. Tahun 2017, Iyan (PEH TNGGP) dan Mukti (Kader Konservasi TNGGP) berhasil mengabadikan sang ular langka ini di wilayah Resort Cimande, Bogor di ketinggian 1.400 mdpl. Dan pada akhir tahun 2018 di lokasi yang berbeda yaitu di wilayah Resort Cimungkad, Sukabumi telah ditemukan kembali oleh tim inventarisasi keanekaragaman hayati TNGGP dan berhasil diabadikan oleh Boby (PEH TNGGP) dan Robi (PEH TNGGP) di ketinggian 1.280 mdpl dan 1.520 mdpl.
Hasil-hasil temuan tersebut merupakan “pintu gerbang” untuk lebih membuka kembali tabir mengenai jenis ular tersebut. Mengingat sangat sedikit sekali yang membahas lebih rinci tentang jenis ini. Dan kami membuka pintu lebar-lebar untuk para pihak yang ingin berkontribusi dari aspek penelitian jenis ini ataupun keanekaragaman hayati lainnya di TNGGP.
“Jadikan Biodiversitas Sebagai Panglima”
Salam Konservasi!
Sumber : Agung Gunawan dan Boby Darmawan (PEH Balai Besar TNGGP)
Dokumentasi: Boby Darmawan, Iyan Sopian, Robi Rizki Zatnika (PEH Balai Besar TNGGP), dan Firmansyah (Volunteer Panthera TNGGP)
Selengkapnya : https://goo.gl/cr1x2T
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 3.3