Selasa, 28 Februari 2017
Bogor, 27 - 28 Februari 2017. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu-satunya sub-spesies harimau yang tersisa di Indonesia, setelah punahnya harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau bali(Panthera tigris balica) di tahun 1980an dan 1940an. Data paling umum digunakan sebagai perkiraan jumlah harimau sumatera saat ini adalah sekitar 400-500 individu, meskipun data ini muncul dalam dokumen Sumatran Tiger Action Plan tahun 1994.
Dari pendapat para ahli, saat ini terdapat 23 bentang alam yang tersisa yang masih memiliki harimau di alam, membentang dari utara hingga selatan Pulau Sumatera. Apablia dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu, dimana bentang alam yang masih dihuni harimau ada pada 29 lokasi, terdapat penurunan yang cukup signifikan. Sehingga apabila tidak dilakukan antisipasi yang serius, dikuatirkan Indonesia bisa kehilangan semua jenis harimau di alam.
Selama lebih dari dua dekade, laju kehilangan luas hutan pertahun di Sumatera mencapai 2% dari total luas kawasan hutan negara. Tutupan hutan, baik primer maupun sekunder telah menyempit dari 25,3 juta hektar di tahun 1985 menjadi 12,8 juta hektar di tahun 2009. Khusus untuk hutan primer, diketahui sejumlah 2,9 juta hektar telah terbuka pada selang tahun 2000 dan 2012. Kehilangan terbesar berada pada hutan lahan basah primer sebesar 1,5 juta dan hutan primer dataran rendah sebesar 1,2 juta hektar.
Kendala utama dalam konservasi sumberdaya alam di Sumatera adalah lemahnya tata kelola pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas pengelolaan kawasan konservasi, buruknya koordinasi lintas sektor, serta tidak memadainya pengelolaan dan pendanaan bagi kawasan konservasi. Proyek Transforming Effectiveness of Biodiversity Conservation in Priority Sumatran Landscapes bertujuan untuk mengatasi kendala-kendala kelembagaan, tata kelola dan pendanaan dalam pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati.
Untuk memperkuat pengelolaan kawasan konservasi dimaksud Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan United Nation Development Programme (UNDP) merancang dan melaksanakan proyek “Transforming Effectiveness of Biodiversity Conservation in Sumatran Priority Landscape” yang didukung oleh pendanaan hibah Global Environment Facility (GEF) senilai USD 9 juta selama 5 tahun.
Proyek akan diimplementasikan di kawasan konservasi yang merupakan lanskap prioritas Sumatera yaitu TN Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN Berbak-Sembilang dan TN Bukit Barisan Selatan. Tujuan proyek adalah meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati di lanskap prioritas Sumatera melalui teknik terbaik pengelolaan kawasan konservasi dan kawasan non konservasi dengan pemulihan populasi Harimau Sumatera sebagai indikator.
Proyek diharapkan dapat (1) memperkuat kapasitas pengelolaan kawasan konservasi secara adaptif pada tingkat pusat dan daerah; (2) meningkatkan koordinasi antar lembaga dalam upaya konservasi khususnya dalam isu perdagangan ilegal hidupan-liar, pembangunan infrastrukur, perambahan kawasan konservasi dan mitigasi konflik manusia-satwa; (3) membangun skema pendanaan baru untuk mencukupi kebutuhan pendanaan dalam pengelolaan kawasan konservasi.
Proyek terdiri dari 3 komponen utama yaitu: (1) Peningkatan efektivitas institusi pengelola kawasan konservasi; (2) Pengembangan sistem koordinasi lintas sektor pada lanskap prioritas; (3) Pembiayaan berkelanjutan untuk pengelolaan keanekaragaman hayati.
Proyek dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan penanggungjawab (Executing Agency) Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati. Pelaksanaan teknis pada level lanskap dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian LHK (TN Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN Berbak-Sembilang,TN Bukit Barisan Selatan) dan Non Government Organization/NGO (Flora Fauna International /FFI, Wildlife Conservation Society/WCS, Zoological Society London /ZSL, Forum Harimau Kita/FHK).
Kegiatan proyek tidak hanya akan berfokus pada isu teknis tetapi juga pada isu sosial masyarakat, yaitu peningkatan kapasitas masyarakat sekitar kawasan melalui upaya penyadartahuan konservasi, pendapatan ekonomi alternatif (penguatan Hutan Desa sebagai carbon-pool), dan penguatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi berbasis pengarusutamaan gender.
Sumber Info : Direktorat KKH
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 1.5