Senin, 26 Maret 2018
Ngada, 26 Maret 2018. Mbou, demikian nama lokal untuk kadal monitor terbesar di dunia (Varanus komodoensis) yang berada di wilayah Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Provinsi NTT. Jenis ini sama dengan biawak Komodo yang berada di Taman Nasional Komodo. Sebagaimana diketahui, habitat alami satwa tersebut juga berada di Pulau Flores (Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, dan Ngada).
Guna menyelaraskan antara program pembangunan daerah dan konservasi Mbou, telah dilaksanakan Semiloka “Sinergi Kemitraan dalam Upaya Pelestarian Satwa Mbou di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada” tanggal 21 Maret 2018. Acara tersebut melibatkan Balai Besar KSDA NTT, Yayasan Komdo Survival Program (KSP), Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada, Pemerintah Kecamatan Riung, Burung Indonesia, dan BP Penelitian dan Pengembangan.
Melalui pertemuan tersebut dihasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Balai Besar KSDA NTT bersama Yayasan KSP telah melakukan program pemantauan populasi Mbou sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerjasama Nomor : PKS. 49/K.5/TU/KSA/8/2017 dan Nomor : PKS.06/KSP/2017 tanggal 18 Agustus 2017. Melalui kerjasama ini pula Yayasan KSP telah melakukan pendampingan masyarakat dan mengumpulkan informasi yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pembangunan kawasan;
2. Kawasan konservasi Cagar Alam Riung dan Wolo Tadho terbatas untuk aktivitas umum, namun Taman Wisata Alam Laut 17 Pulau (dimana terdapat Pulau Ontoloe yang menjadi habitat Mbou) memungkinkan untuk aktivitas wisata alam dan pemanfaatan tradisional;
3. Balai Besar KSDA NTT memperoleh mandat pelaksanaan Role Model Pengamanan Kawasan Bersama Masyarakat di Taman Wisata Alam Laut 17 Pulau yang dalam pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan unsur Muspika Riung. Selain itu sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat, Balai Besar KSDA NTT akan melibatkan masyarakat dalam pengembangan wisata alam di TWAL 17 Pulau;
4. Pembangunan kawasan Riung harus berorientasi kepada pengembangan ekowisata sehingga memerlukan perencanaan yang terintegrasi lintas sektoral dengan parapihak. Apabila diperlukan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan diperlukan dokumen kesepakatan dalam pengelolaan pariwisata di Riung;
5. Keberadaan satwa Mbou diharapkan dapat menjadi ikon daerah namun atraksi utamanya adalah ekowisata dan budaya. Supaya masyarakat dapat berperan aktif, terlibat, dan memperoleh manfaat dari ekowisata perlu adanya pendampingan berkelanjutan.
6. Koordinasi dan sinergi parapihak dalam mengatasi permasalahan batas kawasan konservasi perlu menjadi prioritas agar tidak berlarut-larut dan dapat menghambat pengembangan ekowisata.
Dari semiloka ini diharapkan dapat ditindaklanjuti kegiatan workshop untuk menyusun roadmap pengembangan pariwisata dan kawasan Riung. Dengan demikian keberadaan satwa Mbou tetap terjaga populasinya dan masyarakat serta pemerintah setempat dapat memperoleh manfaat tanpa mengganggu keutuhan ekosistem kawasan konservasi di Riung.
Sumber : Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0