Kerja Bersama Perlindungan dan Penyelamatan Orangutan

Kamis, 01 Februari 2018

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis, 1 Februari 2018. Dalam upaya meningkatkan kerja bersama seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi aktif dalam upaya perlindungan dan penyelamatan individu dan habitat orangutan, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) telah menerbitkan surat edaran tentang Kerja Bersama Perlindungan dan Penyelamatan orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis), dan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus).
Orangutan merupakan aset Indonesia, hanya ada di Sumatera dan Kalimantan serta sedikit di wilayah Malaysia namum merupakan icon konservasi global. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, orangutan Sumatera, orangutan Tapanuli dan orangutan Kalimantan dikategorikan sebagai satwa dilindungi. Species orangutan termasuk dalam Appendix I CITES yang berarti orangutan tidak boleh diperdagangkan.
Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno, saat jumpa pers di Jakarta (1/02/2018), menjelaskan keberadaan orangutan saat ini terus mendapat tekanan. Keterancaman orangutan Sumatera, Tapanuli, dan Kalimantan merupakan indikasi keterancaman habitat dan ekosistem, dimana jutaan masyarakat turut hidup di dalamnya. Tingginya kejadian konflik antar manusia dan Orangutan menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering berakhir dengan kematian orangutan.
“Ancaman utama terhadap orangutan terindikasi dari banyaknya konversi dan fragmentasi habitat, terutama untuk pertanian dan ekspansi kelapa sawit”, jelas Wiratno.
Indonesia memiliki 3 species orangutan, yaitu orangutan Sumatera, orangutan Tapanuli dan orangutan Kalimantan. Berdasarkan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) Orangutan tahun 2016, menunjukkan populasi orangutan Kalimantan hampir 80% tersebar di luar Kawasan Konservasi. Diperkirakan terdapat 14.630 individu orangutan Sumatera dan 57.350 individu orangutan Kalimantan dengan habitat seluas 181.692 km2. Dan tidak lebih dari 800 individu orangutan Tapanuli hidup pada tiga populasi terfragmentasi di Ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Proyeksi viabilitas orangutan menunjukkan hanya 59-38% Metapopulasi diprediksi akan lestari (viable) dalam 100-500 tahun ke depan.
Untuk itu, upaya konservasinya terus dilakukan. Dijelaskan Wiratno, dalam kurun waktu 2012 – 2017, lebih dari 250 orangutan Kalimantan telah diselamatkan ke pusat penyelamatan orangutan maupun dipindahkan ke habitat yang lebih aman. Sampai Desember 2017, jumlah orangutan yang sudah dilepasliarkan maupun translokasi sebanyak 726 individu sementara yang ada di pusat rehabilitasi sebanyak 1059 individu. Orangutan Sumatera, sampai dengan Desember 2017 sebanyak 267 individu telah dilepasliarkan/ditranslokasi dan yang masih berada di Pusat Penyelamatan/Rehabilitasi sebanyak 54 individu.
Melalui surat edaran yang diterbitkan akhir Januari 2018 yang ditujukan kepada para pihak, terutama Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kapolda dan Pangdam, Pemegang izin bidang kehutanan, perkebunan dan pertambangan, perguruan tinggi, LSM, dan media massa, diharapkan untuk memainkan peran aktif sesuai kewenangan dan kompetensinya untuk penyelamatan orangutan.
“Untuk pengawasan atau perlindungan orangutan memerlukan partisipasi berbagai pihak”, pungkas Wiratno.


Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 3

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini