Minggu, 03 Desember 2017
Palu, 3 Desember 2017. Dirjen KSDAE, Ir. Wiratno, M.Sc, memimpin lokakarya “Penyelesaian Masalah Penguasaan Lahan di Kawasan Hutan Wilayah Kerja Taman Nasional Lore Lindu” yang dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2017. Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Best Western Palu ini merupakan tindak lanjut atas arahan beliau mengenai cara baru pengelolaan kawasan konservasi yang mempertimbangkan prinsip-prinsip penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dicanangkan sejak bulan September 2017.
Lokakarya yang dihadiri oleh Wakil Bupati Sigi, Tim Gugus Tugas Reforma Agraria, Direktur PIKA, Balai Besar TN Lore Lindu, Balai KSDA Sulteng, Balai PKH Wilayah XVI, Balai PSKL Wilayah Sulawesi, Dinas Kehutanan Prov. Sulteng, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Sigi, Tim Konsultan FP III, EPASS, GIZ Forclime Program, dan Badan Registrasi Wilayah Adat bertujuan untuk menelaah masalah penguasaan tanah di Kawasan Hutan Konservasi yang berada di bawah kelola TN Lore Lindu dan membahas usulan Pemerintah Kabupaten Sigi atas Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial (termasuk Hutan Adat).
Dalam sambutannya, Dirjen KSDAE menyampaikan bahwa Pemerintah Kab. Sigi telah mengajukan satu usulan kepada Kemen LHK tentang TORA dan Perhutanan Sosial dengan total luas 79.861,98 Ha yang terdiri dari 61 desa sebagai usulan awal sehingga penting untuk dibangun satu komunikasi yang terbuka dan inklusif untuk menghasilkan suatu model penyelesaian permasalahan tenurial. Lebih jauh beliau menekankan bahwa berbagai permasalahan yang menyangkut hubungan masyarakat atau masyarakat hukum adat di dalam kawasan konservasi diselesaikan melalui pendekatan non litigasi dan mengutamakan dialog. Cara pandang yang menempatkan kehidupan sosial ekonomi komunitas masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai ancaman bagi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya harus diubah. Inisiatif perlindungan dan pengelolaan kawasan konservasi perlu juga memberi kontribusi signifikan terhadap pemberantasan kemiskinan, dan pembangunan berkelanjutan.
Cara baru kelola kawasan konservasi dilakukan melalui pendekatan berbasis lansekap, atau berbasis daerah aliran sungai atau berdasarkan kondisi ragam ekosistem, ragam adat dan budaya, habitat, sebaran satwa liar dan keberadaan ekosistem esensial dan dengan mempertimbangkan perubahan penggunaan lahan akibat dari pembangunan dan keberadaan serta aspirasi masyarakat dan masyarakat hukum adat, terutama yang kehidupannya masih tergantung pada sumberdaya hutan dan perairan.
Lokakarya ini telah menghasilkan beberapa rumusan yang ditandatangani oleh perwakilan peserta yang salah satu poinnya adalah gagasan untuk mengadakan musyawarah besar desa-desa di dalam dan sekitar TN Lore Lindu dengan tujuan membangun komunikasi, kesepahaman dan komitmen dalam kaitannya pengembangan daerah penyangga, perhutanan sosial, reforma agraria, dan hutan adat.
Sumber : Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0