Sabtu, 26 September 2020
Bogor, 26 September 2020. Pandemi Covid-19 ini tidak hanya mengakibatkan krisis di bidang kesehatan saja, namun juga berdampak pada seluruh aspek kehidupan manusia, terutama di bidang ekonomi, termasuk sektor pariwisata alam. Upaya reaktivasi kawasan konservasi pada bulan Juli 2020 yang bersamaan dengan skenario masa transisi dan pemulihan yaitu Juli hingga Desember, jumlah pengunjung ke kawasan konservasi (suaka margasatwa, taman nasional, dan taman wisata alam) diprediksi hanya akan mencapai 50% dibandingkan dengan tahun 2019, kecuali pada bulan Juli yang diasumsikan sama dengan Maret 2019 atau lebih landai (Direktorat PJLHK, 2020).
Berdasarkan data dan proyeksi Direktorat PJLHK (2020), nilai ekonomi sektor pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, dan taman wisata alam yang hilang akibat pandemi Covid-19 selama tahun 2020 adalah Rp1,5 trilyun hingga Rp1,9 trilyun.Oleh karena itu, reaktivasi kawasan konservasi untuk mendukung kegiatan pariwisata alam mengusung konsep forest for healing yang berakar kuat dari sikap hidup dan budaya living with nature yang tidak mengedepankan jumlah pengunjung (mass tourism), namun justru quality tourism yang mengedepankan inovasi untuk menambah durasi kunjungan dan kemanfaatannya dari aspek kemanusiaannya dan kelestarian alamnya. Seiring dengan optmisme yang sedang dibangun, living with nature merupakan salah satu cara pemulihan yang potensial dilakukan. Kawasan konservasi dengan pariwisata alamnya menjadi salah satu kekuatan bangsa Indonesia untuk dapat pulih pasca Covid-19 dalam tatanan baru (new normal). Matthew Silverstone (dalam buku Blinded bu Science pada 2014) menyebutkan bahwa berwisata dengan mengaktifkan interaksi panca indera dengan elemen alam, terbukti mampu meningkatkan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan spiritual, memberikan energi dan ketenangan. Pemulihan mental dan fisik individu dan masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan forest for healing di kawasan konservasi.
Reaktivasi 72 kawasan konservasi dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri LHK Nomor SK.261/MENLHK/KSDAE/KSA.0/6/2020 tanggal 23 Juni 2020 dan Surat Edaran Dirjen KSDAE Nomor SE.9/KSDAE/PJLHK/KSA.3/6/2020 tanggal 23 Juni 2020 tentang tentang Kebijakan Reaktivasi Secara Bertahap di Kawasan TN, TWA, dan SM dalam Kondisi Transisi Akhir COVID-19 (New Normal), dengan pertimbangan sebagai berikut :
Sedangkan untuk Reaktivasi II dan III diselenggarakan berdasarkan Surat Dirjen KSDAE.
Pada tahap persiapan reaktivasi, UPT Ditjen KSDAE melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dan masyarakat setempat, melakukan simulasi pembukaan kawasan untuk wisata alam, menetapkan batasan pengunjung harian berdasarkan Daya Dukung dan Daya Tampung, dan lain sebagainya. Sedangkan kawasan yang telah melakukan reaktivasi kegiatan wisata alam diterapkan aturan protokol kesehatan bagi pengunjung, antara lain wajib menggunakan masker, mencuci tangan serta mematuhi tanda batas antar pengunjung, menjaga jarak, tidak berkerumun. Pengecekan suhu badan dilakukan oleh pengelola dan apabila dijumpai pengunjung yang suhu tubuhnya diatas 36 derajat Celcius maka tidak diperbolehkan masuk ke dalam kawasan. Inilah prinsip kehati-hatian yang dilakukan, agar tidak terjadi penyebaran Covid-19 di kawasan konservasi. Dan, pada kawasan yang telah dibuka jika terdapat indikasi adanya penyebaran virus Covid-19, maka akan dilakukan penutupan dan dibuka kembali jika keadaan sudah normal kembali.
Kegiatan yang telah dilakukan UPT Ditjen KSDAE dalam rangka reaktivasi kegiatan wisata alam antara lain:
Berikut daftar 72 kawasan konservasi yang telah dibuka untuk wisata alam
Mengingat pandemik Covid-19 yang masih melanda Indonesia, maka dihimbau agar para masyarakat yang akan berkunjung ke taman nasional dan taman wisata alam memastikan bahwa tempat yang dikunjungi sudah resmi dibuka, mematuhi aturan termasuk protokol kesehatan yang ditetapkan pengelola.
Sumber : Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0