Menapak Jejak Aren Nusantara, Menyemai Harapan dari Nira

Selasa, 17 Juni 2025 BBKSDA Jawa Timur

Lebak, 11–13 Juni 2025. Di tengah kabut pegunungan dan harum tanah basah Desa Hariang, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Banten, sekelompok jiwa yang mencintai hutan berkumpul dalam sebuah misi mulia: menyelamatkan warisan lokal, memperkuat petani, dan menenun masa depan lestari dari pohon aren. Tiga hari yang intens dan sarat makna itu melahirkan kisah yang tidak hanya tentang gula, tapi tentang martabat, nilai, dan daya tahan pengetahuan tradisional dalam arus modernisasi.

Temu Teknis Penyuluh Kehutanan Komoditas Aren Tahun 2025 yang digelar di Wanawiyata Widyakarya Mitra Mandala menjadi titik temu antara ilmu, tradisi, dan strategi global. Namun, ada satu kehadiran yang mencuri perhatian, Uswandi Putra, Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) dari Pulau Bawean, Jawa Timur. Ia datang mewakili semangat kelompok Mustika Aren dari Desa Balikterus, sebuah Kelompok Tani Hutan binaan BBKSDA Jatim yang menapak dengan langkah kecil namun penuh keyakinan.

Dari Akar Ilmu Menuju Puncak Pemahaman

Suasana sunyi pegunungan pecah oleh semangat para penyuluh dan petani dari berbagai daerah. Acara dibuka dengan sambutan dari Direktur PT. Gunung Hijau Masarang sekaligus Ketua Wanawiyata Widyakarya Mitra Mandala, yang menekankan pentingnya regenerasi pengetahuan dan penguatan kelompok petani aren sebagai garda depan konservasi.

Kepala Pusat Penyuluhan Kehutanan turut memberikan arahan sekaligus membuka kegiatan dengan doa bersama. Suasana berubah khidmat. Di ruang pelatihan yang sederhana, para peserta mulai disuguhi rangkaian materi awal: proses produksi gula aren dari hulu ke hilir, strategi penguatan kelembagaan kelompok, hingga evaluasi awal untuk mengukur kesiapan tiap individu. Sebagai Putra Bawean asli, Uswandi Putra datang bukan hanya sekedar menyadap, namun juga memanen pengetahuan yang mengakar dan tumbuh seperti pohon aren itu sendiri.

Nira, Waktu, dan Kebersihan sebagai Kunci Keberlanjutan

Mentari terbit di balik pegunungan Hariang, memantulkan kilau emas di atas tetesan nira yang baru keluar dari luka kecil di batang pohon aren. Hari kedua dipenuhi praktik lapangan yang menguji presisi, kesabaran, dan dedikasi. Para peserta belajar menyadap dengan memperhatikan waktu ideal, pagi buta, saat embun belum habis dan semut belum menjarah manisnya nira.

Ditekankan bahwa kebersihan adalah harga mati. Dari mulai pemotongan bunga jantan, penampungan dalam wadah bambu yang steril, hingga penggunaan bahan alami seperti sari batang pohon kawao dan kulit buah manggis sebagai pengawet, semuanya diajarkan dengan detail.

Teknik oven pengering modern diperkenalkan untuk meningkatkan efisiensi dan daya simpan produk gula aren. Diskusi kelompok dilakukan untuk memperdalam pemahaman tentang diversifikasi produk, mulai dari gula semut, cairan nira fermentasi, hingga sirup sehat berstandar ekspor. Gula aren bukan sekadar manis di lidah. Ia adalah lambang kesabaran, kebersamaan, dan kearifan lokal yang harus dilestarikan.

Dari Lereng ke Pasar Global

Hari terakhir menjadi momen pencerahan. Jika dua hari sebelumnya berbicara tentang hulu dan tengah proses produksi, maka hari ketiga adalah tentang hilir, pemasaran, sertifikasi, dan nilai tambah.

Materi disampaikan dengan fokus pada strategi pengemasan produk untuk pasar ritel dan ekspor, pengetahuan tentang sertifikat organik dan standar keamanan pangan, serta cara memperkenalkan produk kepada konsumen melalui pendekatan online dan offline. Diskusi kelompok menelurkan wawasan mendalam tentang branding lokal, pemasaran berbasis komunitas, hingga kalkulasi harga jual dengan margin wajar dan kompetitif. Tidak hanya tentang angka, tapi tentang menjual cerita, budaya, dan komitmen terhadap kelestarian.

Sukses ekspor bukan soal modal besar. Tapi soal memahami pasar, menjaga mutu, dan membangun kepercayaan. Petani aren dari pelosok bisa jadi eksportir jika tahu caranya. Demikian kesimpulan yang dipegang teguh para peserta di penghujung kegiatan.

Pulau Kecil, Mimpi Besar

Bagi Uswandi Putra, pulang ke Bawean bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari sebuah revolusi kecil. Ia membawa pulang bukan hanya ilmu, tetapi api perubahan. Bersama kelompok Mustika Aren, ia bertekad untuk menerapkan setiap praktik baik yang dipelajarinya, dari cara memilih benih, merawat tanaman, menyadap dengan etika, hingga mengemas dan menjual dengan martabat.

Balai Besar KSDA Jawa Timur melalui partisipasi PKSM dalam kegiatan ini menegaskan bahwa konservasi bukan hanya urusan kawasan dan satwa, tetapi juga tentang manusia, penghidupan mereka, dan warisan budaya lokal yang lestari. Partisipasi aktif Uswandi Putra dalam kegiatan ini merupakan bagian dari upaya konkret pemberdayaan masyarakat penyangga kawasan konservasi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa Pulau Bawean, sebagai bentuk sinergi antara konservasi dan peningkatan kesejahteraan yang selaras dengan prinsip ekologi, ekonomi, dan sosial. (dna)


Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik - Balai Besar KSDA Jawa Timur

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini