Senin, 16 Juni 2025 BBKSDA Jawa Timur
Jember, 12 Juni 2025. Siapa sangka bahwa kambing bisa menjadi pintu masuk konservasi? Di Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember, sebuah kelompok masyarakat membuktikan bahwa menjaga hutan tak selalu bermula dari hutan itu sendiri, kadang, ia tumbuh dari kandang sederhana, rumput liar, dan semangat warga yang tak ingin kehilangan alam di sekitarnya.
Balai Besar KSDA Jawa Timur, Kamis silam (12/6), melalui Bidang KSDA Wilayah III, bersama petugas Resort Konservasi Wilayah (RKW) 14 Jember dan Suaka Margasatwa (SM) Pulau Nusa Barung, melaksanakan monitoring kelompok desa binaan sekaligus pendampingan intensif kepada Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024, Rimbawan Muda BBKSDA Jatim. Kegiatan ini menyasar Kelompok Masyarakat Putra Lestari, penerima bantuan konservasi pada tahun 2024 yang kini menunjukkan kemajuan mencolok.
Berawal dari 16 ekor kambing Caligesing Kepala Hitam hasil bantuan konservasi, kelompok ini telah berhasil mengembangkan populasi menjadi 22 ekor, dengan 5 indukan sedang bunting. Namun yang paling penting, bukan soal jumlah ternak, melainkan tumbuhnya kesadaran kolektif bahwa menjaga alam bisa dilakukan lewat peningkatan ekonomi, bukan pengrusakan.
Kelompok ini bahkan telah menyatakan komitmennya untuk ikut menjaga Suaka Margasatwa Pulau Nusa Barung, sebuah kawasan konservasi penting yang menjadi habitat berbagai jenis satwa endemik di pesisir selatan Jawa Timur. Namun, kemajuan itu belum sepenuhnya mulus.
Monitoring juga mencatat adanya tantangan serius, seperti terbatasnya ruang kandang dan minimnya fasilitas penyimpanan pakan. Solusi berbasis komunitas pun disusun, seperti pengadaan mesin pencacah rumput, serta sistem perguliran ternak untuk anggota secara bergiliran, memperkuat aspek tanggung jawab dan pemerataan manfaat.
Rimbawan Muda, Penjaga Masa Depan
Kegiatan ini menjadi panggung awal bagi rimbawan muda untuk belajar memahami denyut konservasi yang sesungguhnya. Bukan di balik meja, bukan dalam rapat teknis, tetapi langsung di tengah masyarakat, mendengarkan, membimbing, dan menyusun solusi berbasis kebutuhan nyata di lapangan.
Rimbawan muda hari ini harus menjadi lebih dari sekadar petugas kehutanan. Mereka harus mampu menjadi jembatan antara ekosistem dan ekonomi, antara perlindungan alam dan kehidupan warga. Mereka harus peka membaca jejak satwa, sekaligus bijak mendengar suara warga.
Di balik deru angin selatan dan kabut yang menggantung di hutan Nusa Barung di seberang lautan, generasi baru penjaga alam sedang ditempa, belajar bahwa konservasi bukan hanya soal kawasan, tetapi tentang hubungan. Hubungan antara manusia, satwa, tanah, air, dan harapan.
Apa yang terjadi di Desa Kepanjen adalah miniatur ideal dari masa depan konservasi di Indonesia, konservasi berbasis masyarakat, ditopang oleh rimbawan yang progresif dan berdaya pikir ekologis.
Dari 16 kambing dan sepetak kandang, lahirlah semangat kolaborasi. Dan dari semangat itulah, hutan di Pulau Nusa Barung dan mungkin di kawasan konservasi lain akan tetap hidup. Bukan hanya karena dijaga petugas, tapi karena ada warga dan rimbawan yang memilih untuk peduli. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 3 Jember - Balai Besar KSDA Jawa Timur
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5