Pantau Hutan dengan SMART Patrol, Resor Pattunuang Jumpai Serangga Tongkat Endemik

Senin, 26 Mei 2025 BTN Bantimurung Bulusaraung

Maros, 26 Mei 2025. Hari itu, Kamis, 22 Mei 2022, saya cukup senang. Mengapa? Karena bisa berjumpa dengan sepasang serangga penghuni asli Sulawesi. Sepasang serangga tongkat. 

Warnanya cukup menyilaukan dengan hampir seluruh tubuhnya berwarna hijau muda menyala. Barangkali bisa disebut hijau metalik. Hanya bagian kepala yang berwarna hijau tua serta bagian punggung terdapat warna kuning yang tidak begitu lebar.

Saat terbang, nampak sayapnya pun berwarna hijau, namun lebih keabu-abuan. Namun seketika ia hinggap sayap lebar kemudian tertutup dengan rapi. 

Saat berjumpa, kami sedang melakukan pemantauan kondisi kawasan hutan di Karaenta, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Secara administrasi hutan ini berada di Desa Labuaja, Cenrana, Maros.

Kami sedang berpatroli. Memantau kerawanan wilayah kami sembari mengeksplorasi potensinya. 

Tim menggunakan aplikasi SMART Patrol untuk merekam datanya. Memudahkan untuk mencatat dan merekapnya, kelak untuk bahan laporan.

Ketika melintas di bawah naungan pohon yang tertutup, saya kemudian terkesima dengan serangga yang terbang. Seketika saya mengenalinya. Mengenalnya karena pernah berjumpa dengannya sebelumnya. Namun saya tidak ingat nama latinnya. Saya hanya tahu bahwa serangga tersebut adalah serangga endemik Sulawesi. 

Karena itu tim kemudian juga penasaran dengannya. Mengikuti arah terbangnya. Saat hinggap di lantai hutan kami kemudian menyapanya. Menelisiknya lebih dekat. 

Ukurannya saya kira tidak lebih dari sejengkal. Tim tak mengganggunya. Hanya mengamati dari dekat. Tak lupa secara bergantian memotretnya dengan ponsel pintar masing-masing. Tentunya dengan salah dua telepon seluler dengan aplikasi Smart yang telah terbenam di sana.

Kami berjumpa pada habitat hutan karst. Batu cadas khas hutan karst di mana-mana. Tim melintas di antara menara karst yang menjulang.

"Ada anaknya dia gendong," ujar Fadli, kawan sesama tim patroli. Sebagai admin aplikasi ia pun dengan cekatan memasukkan data perjumpaan. Saya kemudian memandunya dengan pengetahuan yang saya miliki perihal satwa ini. Karena belum paham namanya latin si serangga, saya memintanya menuliskan keterangan serangga tongkat, endemik Sulawesi. 

Pada format isian Smart Patrol kami, spesies ini belum tersedia. Karena itu admin memasukkannya sebagai perjumpaan tambahan.

Pada saat di lokasi kegiatan, signal masih cukup tersedia. Karena itu, Saya juga sempat mengirimkan foto serangga tersebut kepada seorang kawan untuk membantu mengidentifikasinya. Namun sayang, ia juga tidak hapal nama latinnya. Ia hanya merekomendasikan seseorang untuk bisa membantu mengidentifikasinya. Namun karena signal kurang bersahabat, saya mengurungkan niat untuk mengidentifikasinya lebih lanjut.

Ketika memiliki waktu luang, saya kemudian mengontak Davis Damaledo, peneliti muda serangga batang. Namanya melejit setelah berhasil menemukan serangga tongkat jenis baru di Kupang, NTT. 

Davis kemudian mengidentifikasi serangga kami. Nama latinnya: Calvisia hippolyte dan menambahkan keterangan bahwa serangga tersebut hanya hidup di Pulau Sulawesi.

Untuk meyakinkan saya berselancar ria, hingga membawa saya pada website iNaturalist. Benar saja, serangga ini baru dua lokasi pernah dijumpai yakni di Sulawesi bagian selatan dan bagian tengah.

Tak nampak dari peta dunia, spesies ini pernah dikabarkan dijumpai di belahan dunia lainnya. Hal ini meneguhkan bahwa sang serangga adalah satwa asli Sulawesi alias endemik.

Menurut Hennemann (2021) sebaran serangga ini hanya terbatas di 3 provinsi. Ketiga provinsi tersebut adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. Habitat di Sulawesi Selatan ia sebutkan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dengan menyebutkan wilayah administratif Kabupaten Maros.

Diskusi saya dengan Davis berlanjut. "Apakah dua ekor serangga ini adalah induk dan anak ataukah mereka sepasang?" Saya menuliskan tanya dengan penasaran.

"Mereka sepasang, jantan yang berukuran kecil," balasnya. Padahal sebelumnya saya menduga bahwa yang berukuran setengah lebih kecil dari ukuran betina adalah sang anak. Jadinya saya awalnya hampir tak percaya. Mereka ternyata sedang memadu kasih saat kami berjumpa. Beruntung kami tak banyak mengganggunya sehingga mereka tetap  berpelukan saat kami mengamatinya dari dekat.

Begitu pun saat kami kembali melintasi lokasi perjumpaan awal, kami tak menemukannya lagi. Mereka telah terbang. Mereka telah kembali beraktivitas seperti sedia kala. Mudah-mudahan mereka terus beranak-pinak. Meneruskan generasinya. 

Ada banyak pertanyaan perihal satwa ini. Mereka memakan apa di alam. Apakah mereka hanya mengunyah dedaunan ataukah juga ia mengincar buah. Begitu pun perannya di alam, seperti apa? Yang jelas, mereka adalah bagian dari alam. Setidak-tidaknya dengan melihat ukuran dan kerapuhannya. Serangga tongkat ini adalah mangsa bagi burung dan reptil di alam liar.

"Kami berharap teman-teman Polhut, Penyuluh, dan PEH lebih sering ke lapangan agar lebih memahami kondisi taman nasional kita. Mengeksplorasi, memantau, dan melindungi dari segala ancaman," pesan Heri Wibowo, Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, saat kami jumpai.

Semoga suatu saat bisa kembali berjumpa dengannya. Termasuk partisipasi tim lain agar terus memantau populasinya di alam.

Sumber: Taufiq Ismail Al Pharepary - PEH Balai TN Bantimurung Bulusaraung



Daftar Pustaka


Hennemann, F. H. (2021). Stick insects of Sulawesi, Peleng and the Sula Islands, Indonesia—a review including checklists of species and descriptions of new taxa (Insecta: Phasmatodea). Zootaxa, 5073(1), 1–189. https://doi.org/10.11646/zootaxa.5073.1.1

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 2.5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini