Refleksi 27 Tahun Taman Nasional Bunaken

Rabu, 17 Oktober 2018

Manado, 17 Oktober 2018. Sebagai Kawasan Pelestarian Alam, Taman Nasional Bunaken resmi ditunjuk oleh Menteri Kehutanan, Hasrul Harahap tanggal 15 Oktober 1991 berdasarkan SK. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 730/Kpts-II/1991 tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Laut Bunaken Manado Tua – Arakan Wawontulap Di Kabupaten Daerah Tingkat II Minahasa, Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara seluas + 89.065 Ha. Selanjutnya Taman Nasional Bunaken diresmikan oleh Presiden Soeharto tanggal 24 Desember 1992 di Bongohulawa.

Dalam perkembangannya telah terjadi pemekaran wilayah administrasi pada kawasan Taman Nasional Bunaken yang meliputi Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Selatan. Fungsi pokok sebagaimana dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya disebutkan bahwa Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Sebagai perwakilan ekosistem tropis perairan, Taman Nasional Bunaken berada di pusat segitiga terumbu karang dunia, dengan kekayaan keanekaragaman hayati berupa luasan terumbu karang 11.709 ha dengan 68 genera dan 390 spesies, mangrove 2.434 ha dengan 28 spesies, padang lamun 5.108 ha dengan 9 spesies, serta terdapat + 2000 spesies ikan karang, + 200 spesies moluska, 8 spesies mamalia laut ada Duyung (Dugong dugon), Lumba-lumba, dan reptilia penyu. Bahkan masih ditemukan ikan purba disekitaran Teluk Manado yaitu Coelacanth (Latimeria manadoensis) yang ditemukan pertama tahun 1998.

Belum lagi wilayah pulau-pulau yang terdiri dari Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, Pulau Mantehage dan Pulau Nain, dengan berbagai satwa daratan, seperti di Manado Tua terdapat Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra), kus-kus dan tarsius, di Pulau Mantehage dengan hamparan luas hutan mangrove, rusa mantehage, kelelawar (paniki) dan pulau ular yang masih dapat dikembangkan destinasi unggulan daratan. Kondisi geografis kawasan Taman Nasional Bunaken memberikan dampak multiplayer effect dan sumber penghidupan masyarakat di dalam dan kawasan serta mendukung pembangunan daerah dari sektor pariwisata alam.

Kepala Balai Taman Nasional Bunaken, Dr. Farianna Prabandari mengajak semua pihak untuk mempertahankan dan mengembangkan Taman Nasional Bunaken. Beliau menyampaikan refleksi panjang 27 tahun kawasan ini ditunjuk sebagai Taman Nasional, mari kita kembalikan kejayaaannya sebagai pusat ekowisata bahari berbasis keanekaragaman hayati. Pada Tahun 2005, Indonesia mendaftarkan Taman Nasional Bunaken kepada UNESCO (United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization) untuk dimasukan dalam situs warisan dunia, keberadaannya memberikan dampak positif terhadap perkembangan jasa dan usaha pada industri pariwisata di daerah baik dalam hal serapan tenaga kerja, promosi dan informasi serta pembangunan.

Lebih dari 35 divespot di kawasan dengan karakteristik unik, sejak tahun 2010 Balai Taman Nasional Bunaken mengembangkan coral gardening di Tawara, perairan Pulau Bunaken, Underwater trail di perairan Poopoh dan menjadi representasi kunjungan saat dilaksanakannya World Coral Reef Conference (WCRC) tahun 2014 di Manado, pembangunan trail mangrove Tawara dan rencana pembangunan Magrove Park serta information center dan building research di Pulau Mantehage. Kemitraan konservasi yang dibangun dengan melibatkan kelompok masyarakat di Desa Popareng Kec. Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan dan Desa Poopoh, Kec. Tombariri, Kabupaten Minahasa telah menjadi pembelajaran best practices pelibatan masyarakat dalam pengelolaan perikanan skala kecil dan ekowisata oleh BIMP-EAGA.

Pengelolaan Taman Nasional Bunaken tidak lepas dari berbagai tantangan, kawasan yang open acces memerlukan pelibatan berbagai pihak, dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan sektor swasta. Kegiatan wisata alam bahari masih terfokus lokasi di Pulau Bunaken, sehingga perlu pengembangan destinasi unggulan lainnya di pulau lain dan wilayah pesisir.

Upaya ini kita lakukan dengan secara sinergi dalam program dan kegiatan bersama para mitra lintas Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota serta swasta. Tanggal 11 Januari 2018 di Manado, Gubernur Sulawesi Utara bersama Direktur Jenderal KSDAE -  Kementerian LHK telah menandatangani kesepahaman bersama tentang Penguatan fungsi berupa dukungan penyelenggaraan Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Bunaken. Terdapat 6 ruang lingkup dalam kesepahaman tersebut meliputi (1). pengembangan wisata alam dan pembangunan sarana dan prasarana wisata alam, (2). optimalisasi pungutan tarif masuk menuju kawasan Taman Nasional Bunaken dan pungutan masuk Tahura Gunung Tumpa, (3). penguatan batas darat kawasan Taman Nasional Bunaken, (4). penanganan sampah di perairan laut Taman Nasional Bunaken, (5). dukungan role model pengelolaan Taman Nasional Bunaken, dan (6). Pengembangan peran serta masyarakat disekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Selamat berulang tahun ke 27 Taman Nasional Bunaken, semoga memberikan manfaat yang besar untuk bangsa dan negara, masyarakat dan konservasi alam di Indonesia.

Salam Konservasi........hu ha...hu ha....

Sumber : Balai Taman Nasional Bunaken

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini