Pers Release
Indonesia Dorong Isu Kesetaraan Gender dalam Aksi Pengendalian Perubahan Iklim

SIARAN PERS

Nomor: SP. 244/HUMAS/PP/HMS.3/05/2018

Indonesia Dorong Isu Kesetaraan Gender dalam Aksi Pengendalian Perubahan Iklim

 

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 8 Mei 2018.  Perundingan tentang Gender dan Climate Change berkembang dinamis selama penyelenggaraan Bonn Climate Change Conference. Bagi Indonesia, isu ini sangat penting apalagi Indonesia telah terdepan memberikan contoh-contoh penerapannya di tanah air mulai dari regulasi, policy sampai aksi. Indonesia secara aktif turut mengawal pembahasan gender dengan lead negotiator dan tim gender yang berasal dari Kemenko Kemaritiman, Kementerian LHK, dan Kementerian PPPA.

Dr. Nur Masripatin selaku Ketua Delegasi mengajak tim negosiasi isu ini untuk memulai memikirkan roadmap pembahasan di meja perundingan agar dapat masuk menjadi salah satu elemenParis Rules Book. “Kita masih ada waktu pada minggu kedua untuk mengajak negara lain mencari celah agar isu ini benar-benar bagian integral dari Paris Agreement Work Program,” kata Nur Masripatin.

Pembahasan isu ini sebagai tindaklanjut dari Hasil COP tahun lalu tentang Rencana Aksi Gender (RAG) pada Bonn Climate Change Conference. Pada perundingan SBI-48 diselenggarakan serangkaian kegiatan untuk memastikan gender menjadi arusutama dalam negosiasi dan pelaksanaan kebijakan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Dialog dengan Badan-badan kerja UNFCCC pada Tanggal 5 Mei 2018, kembali menegaskan bahwa semua Chair atau yang mewakili badan-badan kerja yang hadir menjamin bahwa pertimbangan aspek gender sudah terstruktur dan terformulasi secara komprehensif. Aspek tersebut mulai dari ketersediaan data terpilah, dan pengintegrasian dalam seluruh aspek pembangunan. Selanjutnya, keterlibatan laki-laki, perempuan, anak perempuan dan anak laki-laki dalam proses perencanaan pembangunan dan sebagai agen perubahan.

“Salah satu yang disepakati bahwa perspektif gender bukan hanya memperhatikan keterlibatan perempuan, namun juga mendorong partisipasi laki-laki untuk memahami pentingnya membicarakan gender dalam seluruh proses pembangunan”, ujar Nur Masripatin.

Beberapa rekomendasi penting antara lain, dokumen komunikasi nasional dapat dipergunakan untuk memastikan kebijakan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan menjadi bagian konkrit dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta pelaporan. Disamping itu, diperlukan pembentukan atau pelatihan sebanyak mungkin pakar gender di berbagai sektor agar dapat mendampingi Badan-badan Kerja UNFCCC maupun negara pihak dalam mengintegrasikan gender dalam seluruh workstreams UNFCCC.

Dalam in-session workshop bagian pertama pada tanggal 2 Mei, yang diikuti oleh Parties dan CSO pemerhati isu gender dan lingkungan, telah dibahas 3 topik utama yaitu data terpilah dan analisis gender, anggaran yang responsif gender (ARG), dan mekanisme kelembagaan dan koordinasi. Pertemuan selanjutnya adalah Breakfast Meeting Ketua Delegasi/Fokal Poin Nasional (NFP) dan Fokal Poin Gender Nasional (NGFP) dari negara-negara pihak, yang diinisiasi oleh Fiji, Kanada dan Belanda pada tanggal 4 Mei 2018.

Pertemuan ini ditujukan sebagai medium untuk mendapatkan kesamaan pemahaman dan komitmen dari para pihak untuk operasionalisasi Rencana Aksi Gender (RAG) yang diadopsi dalam Decision 3/CP.23. Para Pihak bersama-sama mendalami peran NGFP dalam mengawal integrasi isu gender di keseluruhan proses negosiasi UNFCCC maupun dalam implementasi RAG di tingkat nasional. Selain itu dibahas juga mengenai kapasitas apa yang harus dimiliki oleh NGFP serta sinergitas upaya pengarusutamaan gender dan pengarusutamaan perubahan iklim di tingkat nasional.

Sejalan dengan dinamika perundingan di Bonn, di tanah air telah banyak penerapannya termasuk  kebijakan PUG secara nasional melalui INPRES 9 Tahun 2000. Kemudian, secara operasional dituangkan dalam Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 serta Strategi Nasional Percepatan PUG melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) pada tahun 2012.

Valentina Gintings, selaku Lead Negosiator Gender dan Climate Change mengatakan pelaksanaan PUG dan PPRG telah melembaga melalui sistem perencanaan dan penganggaran di tingkat nasional dan daerah, termasuk dalam bidang lingkungan dan pengendalian perubahan iklim. “Hampir seluruh kementerian/lembaga (KL) telah memiliki Kelompok Kerja PUG dan Fokal Poin Gender di setiap unit kerja,” ujar Valentina.

Lebih lanjut Valentina mengatakan ARG adalah upaya implementatif untuk memastikan isu kesenjangan gender di semua bidang pembangunan mendapat perhatian dan upaya langsung. Bahkan Indonesia sudah mengangkat isu perlindungan anak juga menjadi bagian inklusif dari upaya kesetaraan gender. “Khusus terkait climate budget, saat ini sedang dianalisis bagaimana integrasi gender di dalamnya serta keterkaitan atau cross-cutting anggaran tematik ARG dan perubahan iklim,” jelasnya.

Penanggung jawab berita:

Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

Djati Witjaksono Hadi – 081375633330

Informasi lebih lanjut:

Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc. - 081288705546