Senin, 13 Januari 2025 BBKSDA Sumatera Utara
Jejak harimau yang ditemukan
Sipirok, 13 Januari 2025. Bermula dari adanya laporan masyarakat ke Balai Besar KSDA Sumatera Utara melalui Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok tentang temuan jejak satwa liar diduga Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Desa Aek Batang Paya, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan. Menindaklanjuti laporan tersebut, Tim Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok segera menyambangi lokasi.
Setibanya di Desa Aek Batang Paya, Tim melakukan pengumpulan bahan data dan keterangan dari warga. Menurut penjelasan warga, harimau tersebut sudah terlihat melintas di dekat perkampungan/permukiman sejak hari Senin (6/1). Masyarakat khawatir dengan kehadiran si raja hutan ini. Ada hewan ternak peliharaan warga jenis kambing yang dikejar harimau tersebut, namun berhasil selamat dari kejaran.
Setelah mengumpulkan keterangan, kemudian Tim bersama dengan masyarakat melakukan penyisiran ke lokasi guna mencari jejak harimau. Tim pun menemukan adanya jejak baru. Disamping jejak, Tim juga menemukan jerat di sekitar lokasi. Upaya penangan pun dilakukan, jerat disita dan segera diamankan ke kantor Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok.
Setelah menyisir lokasi dan tidak menemukan keberadaan harimau, Tim memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada warga untuk tetap berhati-hati dan waspada dalam melakukan aktivitas sehari-hari di kebun/ladang. Diupayakan tidak dilakukan sendiri tetapi secara berkelompok, minimal 3-4 orang. Kegiatan berkebun/berladang juga dibatasi waktunya paling lama sampai pukul 16.00 Wib.
Jerat yang ditemukan di lokasi
Warga juga diingatkan untuk tidak memasang jerat meskipun tujuannya hanya untuk menjerat hewan/satwa yang dianggap sebagai hama pengganggu tanaman seperti babi hutan, karena beresiko bagi satwa liar lainnya, khususnya jenis yang dilindungi, yang akan menjadi korban. Perbuatan menjerat satwa liar jenis dilindungi merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDA Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp. 100 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (2).
Warga dihimbau apabila kembali menjumpai adanya tanda-tanda keberadaan dari satwa liar harimau, agar segera melaporkan ke petugas terdekat untuk dilakukan penanganan. Sampai saat ini petugas masih terus memantau perkembangan di lapangan.
Sumber : M. Nasir Siregar (Seksi Konservasi Wilayah V Sipirok) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 5