Perburuan Trenggiling, Kapan berakhir ?

Rabu, 11 Desember 2024 BBKSDA Sumatera Utara

18 karung goni berisikan sisik trenggiling hasil tangkapan Polda Sumut, 8 Agustus 2024

Medan, 11 Desember 2024. Tim gabungan Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Polisi Militer Kodam (Pomdam) I/Bukit Barisan, dan Polda Sumatera Utara menggagalkan penjualan 1.180 kg sisik Trenggiling (Manis javanica) dalam operasi gabungan penindakan peredaran tumbuhan dan satwa liar dilindungi di Kisaran, Kabupaten Asahan, pada Senin (11/11) yang lalu. Dalam operasi penindakan ini, Tim mengamankan empat pelaku, yaitu AS (45 tahun) warga sipil, tiga orang diduga anggota TNI dan Polri, yakni MYH (48 tahun), RS (35 tahun) dan AHS (39 tahun).

Di lokasi pertama di loket bus PT Rafi di jln. Jenderal A. Yani Kisaran ditemukan barang bukti 9 kardus berisi sisik trenggiling berjumlah 322 kg. Kemudian di lokasi kedua, di gudang rumah MYH di Kelurahan Siumbat-umbat, Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, ditemukan barang bukti 21 karung berisi sisik trenggiling seberat 858 kg. (https://www.tempo.co)

Penyidik Gakkum Kementerian LHK Wilayah Sumatera telah menetapkan AS sebagai tersangka atas tindak pidana menyimpan, memiliki, mengangkut dan/atau memperdagangkan specimen, bagian-bagian atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa yang dilindungi. Tersangka AS ditahan di rumah tahanan Tanjung Gusta Medan, sedangkan dua tersangka yakni MYH dan RS dalam penyelidikan Denpom I/1 Pematangsiantar. Satu pelaku lainnya yakni AHS dalam penanganan Polres Asahan. 

Direktur Jenderal Penegakkan Hukum Kementerian LHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan untuk mendapatkan 1.180 kg sisik trenggiling, sekitar 5.900 trenggiling dibunuh. Lebih lanjut Rasio Ridho Sani mengungkapkan valuasi ekonomi yang dilakukan Kementerian LHK bersama dengan ahli dari IPB University, bahwa 1 ekor trenggiling mempunyai nilai ekonomis berkaitan dengan lingkungan hidup sebesar Rp. 50,6 juta. Untuk mendapatkan 1 kg sisik trenggiling, 4-5 ekor trenggiling dibunuh. Dengan dibunuhnya 5.900 ekor trenggiling, maka kerugian lingkungan mencapai Rp. 298,5 miliar.

 

Ribuan trenggiling mati mengenaskan hanya untuk mendapatkan keuntungan ekonomis dari sisiknya

Pengungkapan kasus perdagangan sisik trenggiling dalam skala besar sepanjang tahun 2024, khususnya di Provinsi Sumatera Utara bukanlah yang pertama kali, sebelumnya Tim Penyelidik dari Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polda Sumatera Utara mengungkap kasus yang sama, pada Minggu (8/8) yang lalu, dengan mengamankan 18 karung goni plastik yang berisi sisik trenggiling seberat 987,22 kg. Kabid Humas Polda Sumatera Utara, Kombes Pol Hadi Wahyudi, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari kegiatan penyelidikan terhadap aktivitas penyimpanan dan perdagangan bagian tubuh hewan yang dilindungi, khususnya sisik trenggiling di sebuah rumah yang terletak di jalan Cermai, Pasar VIII, Kelurahan Sijambi, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjung Balai.

Dalam pengungkapan itu, polisi mengamankan para pelaku diantaranya AH alias Dedek dan R alias Anne. AH berperan sebagai pemilik dan pengepul sisik trenggiling, sedangkan R berperan sebagai briker yang menawarkan sisik trenggiling tersebut ke media sosial. (https://medan.inews.id) 

Terungkapnya dua kasus besar dalam rentan waktu yang tidak terlalu lama (hanya selisih 3 bulan) tentunya sangat mengejutkan. Sejumlah pertanyaan tentunya muncul: Ada apa di Sumatera Utara ? Mengapa peristiwa perdagangan sisik trenggiling bisa jor-joran terjadi dan dalam jumlah yang cukup spektakuler ?  Adakah mafia atau jaringan dibelakangnya, mengingat ditemukannya keterlibatan sejumlah oknum TNI dan kepolisian ? 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi menarik untuk diungkap. Kita memberi kepercayaan penuh kepada aparat penegak hukum untuk membongkar dan mengungkapnya karena memang mereka punya kapasitas untuk itu. Namun yang tak kalah  pentingnya juga adalah menelusuri keberadaan satwa trenggiling yang terkesan seolah-olah begitu gampangnya didapat/diperoleh sehingga menjadi sasaran empuk bagi pemburu untuk mendapatkannya. Benarkah satwa ini over populasi, ataukah sebaliknya itu hanya tinggal sisa-sisa sebelum menuju kepunahan ? 

Mengapa peristiwa ini berulang-ulang kerap terjadi ? Tentunya ada banyak faktor, dan salah satu diantaranya menurut hemat penulis karena selama ini belum adanya keutamaan baik dalam kebijakan maupun dalam tindakan untuk benar-benar fokus menyelamatkan satwa ini. Satwa ini masih dianggap belum seksi seperti satwa-satwa kunci lainnya Harimau Sumatera, Orangutan, Gajah, dan lain-lain. Bicara trenggiling bicara kasuistik, artinya ketika ada kasus penangkapan atau pengungkapan oleh aparat penegak hukum barulah semua heboh. Tapi setelah itu kembali ke kondisi semula, menunggu kasus berikutnya lagi.

Semua orang paham bahwa trenggiling mempunyai peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di alam. Namun pemahaman itu hanya bersifat statis. Tidak ada upaya atau langkah-langkah konkrit untuk menyelamatkannya. Ironis memang… Tulisan sederhana ini hanya ingin mengetuk hati kita untuk menempatkan dan memberi porsi yang sama kepada semua keanekaragaman hayati dengan tanpa meninggikan jenis tertentu serta merendahkan atau bahkan mengabaikan jenis yang lainnya.  Sekecil apapun itu, keberadaan mereka penting di alam untuk saling melengkapi. Trenggiling sama seperti satwa-satwa lainnya, juga butuh pertolongan kita untuk diselamatkan dari kepunahan. Tunggu apalagi…. Mari segera bergerak dan bertindak …………..

Sumber : Evansus Renandi Manalu (Analis Tata Usaha) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara


Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini