Sosialisasi Kebijakan Keamanan Hayati Dalam Pengelolaan Keanekaragaman Hayati

Jumat, 31 Maret 2017

Bandung, 31 Maret 2017. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat telah mengadakan Sosialisasi Kebijakan Keamanan Hayati Dalam Pengelolaan Keanekaragaman Hayati kepada berbagai instansi terkait, LSM, Perguruan Tinggi, Kelompok Adat serta Media yang berada di Provinsi Jawa Barat pada tanggal 31 Maret 2017 bertempat di Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat. Acara ini dibuka oleh Direktur Konservasi Kenakeragaman Hayati, Ir. Bambang Dahono Aji, MM, MSi. Kegiatan sosialisasi ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan kepedulian semua pihak dalam penerapan kebijakan keamanan hayati yaitu terkait pengelolaan dan penanganan jenis asing invasif, produk rekayasa genetik dan zoonosis bersumber satwa liar.

Dalam kesempatan ini, bertindak sebagai pembicara adalah Kasubdit Keamanan Hayati, Dra. Daisy Joyce Djohor, M.Eng yang mengupas kebijakan dalam pengaturan produk rekayasa genetika,  Dr. drh. Ligaya Ita Tumbelaka, Msc, SP.MP yang memberikan materi tentang zoonosis di Indonesia dan Dr. Soekisman Tjitrosoedirjo, M.Sc yang berbagi ilmu tentang penyebaran jenis invasif di Indonesia. Selain itu dalam pengalaman penanganan isu ini di lapangan, turut menjadi pembicara adalah dari pihak  BBKSDA Jawa Barat dan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat.

Tindak lanjut dari kegiatan ini adalah kontinuitas sosialisasi yang berjenjang secara vertikal dari tingkat pemerintah hingga masyarakat, peningkatan koordinasi dan kerjasama antar pihak terkait secara integral dan menyeluruh, serta penguatan regulasi dalam rangka penanganan jenis invasif  dan zoonosis bersumber satwa liar di Indonesia serta produk rekayasa genetika yang akan dilepas ke lingkungan.

Indonesia telah meratifikasi Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati dan menandatangani Protokol Nagoya tentang Akses dan Pembagian Keuntungan terhadap Pemanfaatan Sumber Daya Genetik. Pengelolaan produk rekayasa genetika ini, regulasi penting yang perlu diperhatikan adalah UU No. 21 tahun 2004 tentang ratifikasi Protokol Cartagena yang mengatur tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (PRG). Pentingnya protokol ini di ratifikasi karena adanya pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) untuk menjamin keamanan dari perpindahan lintas batas sehingga tidak menimbulkan kerugian terhadap konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati.. regulasi ini penting untuk menhilangkan kekhawatiran akan adanya risiko terhadap keamanan hayati, kesehatan manusia dan sosial budaya dari penggunaan produk rekayasa genetik.

Penanganan Jenis Asing Invasif (JAI) ke Indonesia, KLHK bersama dengan K/L terkait, telah meluncurkan dokumen Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi Pengelolaan Jenis Asing Invasif di Indonesia. Selain itu telah diterbitkan Peraturan Menteri LHK No. P.94/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2016 tentang Jenis Invasif yang diharapkan dapat dirujuk oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengawasan lalu lintas tumbuhan dan satwa baik dari luar negeri masuk ke Indonesia maupun lintas wilayah di Indonesia dan zoonosis bersumber satwa liar merupakan ancaman lain terhadap keanekaragaman hayati Indonesia. Tercatat kurang lebih 1800-an jenis tumbuhan asing dan beberapa jenis satwa asing yang telah diintroduksi dan harus dikaji sifat invasifnya. Regulasi ini diterbitkan untuk membatasi berbagai jenis hewan dan tumbuhan asing yang masuk ke Indonesia sebagai hewan peliharaan dan tumbuhan hias maupun untuk kegunaan lain. Dikhawatirkan penyebaran JAI secara tidak terkendali dapat secara cepat menghilangkan jenis-jenis tertentu di suatu ekosistem yang dapat berakibat berubahnya komposisi dan struktur ekosistem tersebut. Regulasi ini diharapkan kasus introduksi enceng gondok serta keong mas yang telah menjadi hama pengganggu yang merugikan di banyak daerah di Indonesia, serta introduksi acasia di Taman Nasional Baluran yang mengganggu habitat banteng (Bos javanicus) tidak terjadi kembali.

Untuk isu zoonosis ini, hal yang disampaikan dalam acara sosialisasi ini adalah satwa liar diketahui sering menjadi reservoir penyakit yang tidak diketahui (new emerging infectious diseases) dan dapat juga menjadi sumber re-emerging zoonosis yang telah dikendalikan sebelumnya. Beberapa zoonosis telah dikenal di Indonesia dan beberapa lagi darinya sangat ditakuti karena dapat menyebabkan kematian seperti flu burung (avian influenza), antrax, rabies, hepatitis, TBC dan ebola. Faktor lain yang menjadikan zoonosis sangat penting adalah kenyataan bahwa zoonosis seperti rabies dan flu burung bersifat sangat mematikan dan penyebaran penyakit ini melalui perantara satwa. Berdasarkan hasil penelitian bahwa penyebab utama munculnya zoonosis bersumber satwa liar adalah perilaku manusia dalam pemanfaatan habitat alami dari satwa liar, seperti perubahan lahan atau kawasan hutan menjadi lahan pertanian, perdagangan satwa liar, perilaku manusia berupa konsumsi makanan eksotis, pengembangan ekowisata, akses ke kebun binatang, dan kepemilikan hewan peliharaan eksotis. Untuk mengurangi risiko emerging zoonosis bersumber satwa liar, masyarakat harus dididik mengenai risiko yang terkait dengan pemanfaatan atau pengelolaan serta pelaksanaan sistem surveilans yang tepat terhadap satwa liar.

Sumber Info : Direktorat KKH

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini