Kamis, 25 Oktober 2018
Kotaagung, 25 Oktober 2018. “Jika manusia lebih penting dan tinggi kedudukannya, lalu mengapa kita meributkan kematian seekor Gajah atau Harimau Sumatera yang dibunuh oleh manusia? Mengapa kita perlu repot-repot melakukan upaya konservasi keanekaragaman hayati?”, pernyataan Emil Salim ini dikutip oleh Dirjen KSDAE Ir. Wiratno, M.Sc, disampaikan melalui pemaparannya pada acara Rakornis Bidang KSDAE Tahun 2018 tanggal 17 Oktober 2018 di Jakarta.
Pernyataan Emil Salim yang dikutip oleh Dirjen KSDAE sangat relevan dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh Balai Besar TNBBS saat ini. Kunjungan Direktur KKH ke Balai Besar TNBBS tanggal 3 Oktober 2018 dalam upaya mencari solusi konflik Gajah dan Manusia di KPHL Kotaagung Utara yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS, merupakan upaya konservasi keanekaragaman hayati. Konflik Gajah dan Manusia apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan efektif, dapat menimbulkan korban dari pihak manusia maupun dari Gajah Sumatera sendiri. “Konflik Gajah dan Manusia ini telah menyebabkan 2 orang meninggal dunia, yaitu pada Bulan Juli dan Bulan Agustus lalu. Apabila tidak segera dilakukan upaya mitigasi, dikhawatirkan akan mengancam keberadaan kelompok gajah ini”, ujar Kepala BPTN II Liwa Amri, S.H.,M.Hum.
Kepala Balai Besar TNBBS Ir. Agus Wahyudiyono di Kantor Balai Besar TNBBS Kotaagung pada hari ini tanggal 25 Oktober 2018, menyampaikan telah dilakukan pertemuan pembahasan penanganan konflik gajah dan manusia di sela-sela Rakornis KSDAE 2018. “Pertemuan yang dilakukan tanggal 17 Oktober kemarin, dihadiri oleh: Bapak Dirjen KSDAE; Direktur KKH; Kepala BPTN II Liwa; Kepala SKW III Balai KSDA Bengkulu dan Pak Nazar yang mewakili Forum Mahout. Keputusan penting pada pertemuan ini menetapkan akan dilakukan upaya penanggulangan konflik atau mitigasi serta membentuk Tim Penggiringan dan Tim Back Up. Melalui kegiatan penjagaan dan penggiringan oleh Tim Penggiringan yang beranggotakan 15 orang, yang berasal dari ERU TNWK, Balai Besar TNBBS, BKSDA Bengkulu dan KPHL Kotaagung Utara, bertugas untuk mengarahkan Kelompok Gajah kembali ke kawasan TNBBS, dan Tim Back Up melakukan sosialisasi agar masyarakat tenang dalam menghadapi konflik tersebut. Selain itu, akan dilakukan kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas masyarakat dan pendidikan Mahout”, papar Agus.
“Berdasarkan arahan dari Kepala Balai Besar TNBBS yang sedang mengikuti Rakornis, Kami menindaklanjuti hasil pertemuan tanggal 17 Oktober 2018 dengan mengadakan Rapat Penanggulangan Konflik Gajah Manusia di Kantor Balai Besar TNBBS Kotaagung pada Hari Jumat tanggal 19 Oktober 2018. Telah ditetapkan jadwal piket penggiringan dan blokade untuk tanggal 22 Oktober sampai dengan 5 November 2018”, kata Kepala Bidang Teknis Konservasi Ismanto, S.Hut.,M.P.
Kelompok Gajah Konflik yang diperkirakan berjumlah 12 ekor terpantau berada di Daerah Talang Muara Padang Blok 6 Register 39 Kotaagung Utara pada tanggal 20 Oktober 2018. “Yang dapat Kami lihat dilapangan ada 8 ekor, kemungkinan 4 ekor lainnya terpisah dan kami berusaha mencari keberadaannya. Rombongan Gajah liar sampai dengan tanggal 24 Oktober sudah di Blok 7 di Talang Sinar Gunung di titik kordinat 0432857. 9410509. Rombongan Gajah liar di blok 7 Talang Sinar Gunung sudah 2 malam”, ujar Kepala Resort Ulu Belu Sukirno.
Sampai dengan saat ini, Kelompok Gajah Konflik telah terpantau sebanyak 12 ekor (bergabung kembali menjadi satu kelompok). Kelompok Gajah telah bergeser ke Blok 8 Register 39 Kotaagung Utara, Tim Penanggulangan Konflik Gajah dan Manusia bersama masyarakat dan Mitra Kerja Balai Besar TNBBS masih melakukan penjagaan.
Mari berbagi ruang hidup secara seimbang, Gajah Lestari Masyarakat Sejahtera…
Sumber : Humas Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0