Barikan Qubro Karimunjawa 2017, Mengarak Tumpeng Menolak Bala

Kamis, 05 Oktober 2017

Karimunjawa, 5 Oktober 2017. Sebulan sekali setiap hari Kamis Pon sore hari menjelang Jumat Wage sudah menjadi tradisi masyarakat Karimunjawa untuk menggelar ritual Barikan di setiap perempatan-perempatan jalan desa. Setelah berkumpul bersama dengan membawa tumpeng-tumpeng kecil, beberapa butir telur ayam, garam dan kacang hijau serta gelaran berupa tikar atau sejenisnya, ritual dimulai dengan pembacaan doa doa oleh Mudin Desa. Selanjutnya, makanan yang telah disiapkan sebelumnya dimakan secara bersama-sama, diselingi dengan saling lempar *pucuk tumpeng* *(buceng)* satu dengan yang lainnya. Dengan maksud sebagai simbol untuk menolak bala, agar masyarakat terhindar darinya.
 
Sebagai salah satu wujud kerukunan dan kemauan yang kuat dari warga, maka diupayakan agar tradisi tersebut dilestarikan dan bisa ditunjukkan kepada masyarakat luar, berbagi budaya dan tradisi, dengan harapan dapat memperkaya khasanah budaya lokal, menjadi perekat persatuan dan kesatuan dan menjadi kearifan lokal yang bisa menjelma menjadi jati diri suatu masyarakat.
 
Maka sejak tahun 2015 sampai saat ini, diselengggarakan Barikan Qubro sebagai salah satu simbol akumulusi tradisi barikan setiap bulannya.Barikan Qubro diselenggarakan setahun sekali pada bulan Suro hari Kamis Pon menjelang Jumat Wage.
 
Sebagai salah satu wujud persatuan, maka tumpeng di buat lebih besar dihiasi dengan berbagai macam sayuran, lauk dan buah. Ritual hampir sama dengan barikan seperti biasanya, hanya ditambah dengan acara tumpeng diarak keliling kampung menuju pelabuhan rakyat. Selanjutnya di pelabuhan rakyat dilakukan pemotongan tumpeng oleh Petinggi Desa kemudian diserahkan kepada Camat Karimunjawa untuk dilarung ke laut. Sebagai simbol untuk menggantikan kebiasaan lempar melempar *buceng* yang mendekati perbuatan mubazir, maka sebagian tumpeng di larung ke laut, di sedekahkan ke laut berbagi rezeki dengan laut yang telah memberi penghidupan bagi masyarakat Karimunjawa.
 
Selanjutnya arak arakan tumpeng bergerak ke alun alun dan disambut tari-tarian oleh para anak  anak gadis Karimunjawa, dilanjutkan dengan makan bersama-sama.
 
Kalau arak arakan tumpeng dimaknai sebagai 'doa' tolak bala agar terhindar dari bala, musibah ataupun bencana alam, maka untuk mengiringi 'doa' tersebut diselenggarakan kegiatan-kegiatan pelestarian alam yang dimaknai sebagai 'ikhtiar' warga desa agar terhindar dari bala dan menjaga kelestarian alam Karimunjawa yang telah menjadikannya sebagai sumber kehidupan.
 
Sama seperti tahun sebelumnya, ikhtiar pelesatrian alam ini berupa kegiatan penanaman bakau dan transplantasi terumbu karang oleh masyarakat luas dan pengunjung Taman Nasional, dengan pendampingan dari Panitia dan Petugas Taman Nasional Karimunjawa.
 
Kalau arak arakan tumpeng sebagai sebuah 'Doa Tolak Bala', kegiatan pelestarian sebagai sebuah 'ikhtiar Tolak Bala', maka berbagai kegiatan workshop seni, budaya dan konservasi, kemudian pentas seni dan tari tarian tradisional boleh disebut sebagai 'syukur' atas nikmat yang telah diterima, sehingga dengan mensyukuri nikmat yang telah diterima diharapkan terhindar dari bala.
 
Rangkaian doa, ihktiar dan syukur itulah yang disebut sebagai Barikan Qubro Karimunjawa 2017, Budaya Pemersatu Bangsa.
Lestari Karimunjawa bagi Kehidupan
 
Sumber : Balai TN Karimun Jawa

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Belum terdapat komentar pada berita ini