Observasi Perilaku Termoregulasi Pada Biawak Komodo

Jumat, 29 Juli 2022

Salah satu biawak komodo di lembah Loh Buaya menunjukan perilaku termoregulasi untuk menjaga suhu tubuh di pagi hari

Labuan Bajo, 21 Juni 2022. Mahasiswa Prodi Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana Kupang, melaksanakan kegiatan magang di Resort Loh Buaya Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Balai Taman Nasional Komodo terkait tingkah laku komodo, nutrisi satwa mangsa yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan rusa timor (Rusa timorensis), serta manajemen konservasi medis. Puspita Rahayu Fitriani selaku mahasiswa magang tertarik mempelajari perilaku termoregulasi pada biawak komodo sebagai satwa ektotermal (ecthoterm) yang mengandalkan kondisi fisik lingkungan untuk mengatur stabilitas suhu tubuh. Perilaku termoregulasi yang diamati adalah yang berkaitan dengan rutinitas berjemur dan berteduh yang dilakukan komodo selama pengamatan.

Termoregulasi merupakan kemampuan makhluk hidup untuk meregulasi atau mempertahankan suhu tubuhnya agar selalu berada dalam kisaran optimal. Termoregulasi berperan sangat vital dalam menjaga homeostatis tubuh agar enzim, hormon dan metabolisme tubuh lainnya bekerja sebagaimana mestinya, sehingga fisiologi tubuh dapat berjalan dengan normal. Sama seperti jenis reptil pada umumnya, komodo merupakan hewan berdarah dingin yang tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri, dikarenakan suhu tubuhnya sangat ditentukan atau bergantung kepada suhu lingkungan tempat komodo berada. Komodo mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap konstan melalui penyesuaian perilaku dengan melakukan perilaku berjemur dan perilaku berteduh.

Mekanisme termoregulasi pada komodo tidak berbeda jauh dengan reptil pada umumnya. Komodo memperoleh radiasi langsung dari panas matahari dan dapat pula berasal dari lingkungan yang memantulkan panas berdasarkan ada tidaknya vegetasi penutup tanah. Selain itu, panas radiasi dapat keluar dari tubuh apabila suhu tubuh sudah cukup tinggi bila dibandingkan dengan suhu atmosfer (lingkungan  sekitar).  Tubuh yang hangat  mengeluarkan panas  dan kemudian panas  tersebut  akan menghangatkan lapisan udara yang langsung berkontak dengan permukaan tubuh tersebut. Udara yang dihangatkan itu selanjutnya akan bergerak ke atas karena menjadi lebih ringan. Sementara itu, udara yang lebih dingin (temperaturnya lebih rendah) akan berpindah menggantikannya. Suhu tubuh optimal komodo ±35,5°C dan bila dirasa suhunya sudah melebihi kisaran optimal, komodo akan berpindah tempat untuk mencari tempat berteduh. Selain itu, jika suhu tubuhnya terlalu rendah, makanan yang berada di dalam perutnya akan membusuk dan dapat menyebabkan kematian. Tidak sama seperti hewan lainnya, Komodo tidak memiliki kelenjar keringat untuk membantunya dalam meningkatkan kehilangan panas tubuh jika dirasa suhu tubuhnya sudah cukup tinggi melalui penguapan air (evaporasi). Komodo hanya dapat memanfaatkan suhu lingkungan untuk membantu mengatur suhu tubuh yang sesuai untuk metabolisme tubuhnya.

Iklim di kawasan Taman Nasional Komodo yang dipengaruhi oleh angin muson menyebabkan curah hujan turun <800mm/tahun. Hal ini mengakibatkan kawasan Taman Nasional Komodo menjadi salah satu daerah kering di Indonesia yang sesuai dengan habitat dari komodo. Suhu tahunan tertinggi di Taman Nasional Komodo adalah 43°C dengan suhu minimumnya 17°C.

Berdasarkan hasil pengamatan Puspita Rahayu Fitriani di Loh Buaya, cuaca mempengaruhi keadaan lingkungan seperti hujan, sangat berpengaruh terhadap waktu komodo untuk melakukan aktivitas berjemur maupun aktivitas berteduh. Jika keadaan lingkungan lembab dan kurang terjangkau oleh panas matahari maka komodo akan memulai aktivitas berjemur lebih terlambat dari biasanya. Berdasarkan hasil pengamatan pada hari pertama saat turun hujan, salah satu komodo yang teramati memulai aktivitas berjemur pada pukul 09.00 WITA dimana biasanya jika cuaca sedang cerah, komodo akan memulai aktivitas berjemur lebih pagi yaitu pukul 06.00 WITA. Komodo lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berjemur dengan durasi 5-7 jam dan berteduh dengan durasi 4-6 jam. Selain cuaca mempengaruhi waktu aktivitas berjemur dan aktivitas berteduh, perilaku makan juga ikut mempengaruhi durasi komodo untuk melakukan aktivitas berjemur maupun berteduh. Semakin banyak asupan nutrisi yang dimakan komodo, maka semakin lama durasi komodo untuk melakukan aktivitas berjemur dan aktivitas berteduh.

Sumber : Balai Taman Nasional Komodo

Penanggung Jawab Berita: Kepala Balai Taman Nasional Komodo - Lukita Awang Nistyantara, S.Hut., M.Si. (+6285215959862)

Penulis Berita: Mahasiswa Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana - Puspita Rahayu Fitriani

Penyunting Berita:

  1. Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Pertama - Muhammad Ikbal Putera, S.Hut., M.S. (+6281310300678)
  2. Mahasiswa Magang Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya - Salma Noer Aulia (+6285155456100)

Informasi Lebih Lanjut: Call Center Balai Taman Nasional Komodo +6282145675612

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 4.7

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini