Kembalinya Katak Pelangi Yang Hilang Lebih Dari 100 Tahun

Jumat, 02 Desember 2022

Pontianak, 28 November 2022. Dari kegiatan Scientific Exploration and Expedition Cagar Alam (CA) Gunung Nyiut 2022, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar) bersama peneliti muda – botanist menemukan kembali Sambas stream Toad yang hilang di habitat aslinya di Indonesia, dengan waktu penjelajahan yang relatif singkat – kurang dari 10 hari – dan hujan yang turun setiap hari.

Katak Pelangi (Ansonia latidisca) atau Sambas stream Toad, pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang ahli botani asal Jerman, Johann Gottfried Hallier, di bagian hulu Sungai Sambas, di puncak Gunung Damus – berada di sekitar Gunung Nyiut – yang sekarang merupakan wilayah Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Nah, semenjak itulah, katak kharismatik yang cantik dan berukuran mini ini tidak pernah ditemukan kembali di bagian wilayah Indonesia. Walaupun, beberapa temuan terjadi di wilayah pegunungan Penrissen, Sarawak Malaysia, yang terakhir adalah tahun 2011 oleh sekelompok peneliti herpetologi. Akhirnya, 129 tahun berselang sejak pertama kali, Katak Pelangi itu teramati di wilayah Indonesia, seolah sejarah terulang, kembali seorang ahli botani berhasil menemukan Katak Pelangi. Tepat pada peringatann Hari Kemerdekaan RI ke-77 pada 17 Agustus 2022 yang lalu. Sang Botanist Indonesia tersebut adalah Randi Agusti, yang juga tergabung dalam kegiatan Ekspedisi dan Explorasi Gunung Nyiut 2022, yang digagas oleh BKSDA Kalbar.

Pertemuan yang Tidak Terduga Dengan Katak Pelangi

“Sambas stream Toad lebih dari 100 tahun telah dinyatakan hilang. Bayangkan, dari 1893 pertama kali ditemukan di bagian hulu Sungai Sambas, di Gunung Damus, Bengkayang. Kemudian terakhir diinformasikan 1920 an. Setelahnya,  sampai sekarang belum pernah ada laporan atau temuan lagi, di tempat aslinya katak pertama ditemukan, kawasan hutan hujan Indonesia, di Kalimantan Barat,“ kata Randi.

Beberapa sumber menyebutkan, sejak pertama ditemukan dan kemudian terakhir kali dilihat dan dinyatakan hilang, Sambas stream Toad, ciri-ciri fisiknya hanya diketahui dari satu gambar ilustrasi atau sketsa berwarna hitam putih berdasarkan informasi dari penjelajah. Sambas stream Toad juga mempunyai ciri fisik: berkaki kurus dan panjang dengan tubuh bertotol-totol. Tubuhnya berukuran kecil. Panjangnya antara 30 – 50 mm. Kulit belakang berwarna hijau terang, ungu dan merah. Bintik-bintik berwarna pada kulit belakang tidak rata tetapi seperti batu kerikil atau mirip kutil. Dikutip dari National Geographic, seorang ahli Amfibi dari Conservation International, Robin Moore, mengatakan, kulit seperti itu biasanya menunjukkan tanda-tanda adanya kelenjar racun.

Nama pelangi yang kemudian disematkan pada Sambas stream Toad, karena, pada kulitnya mempunyai pola warna hijau terang, ungu dan merah. Dari ciri tersebutlah, kalau katak yang ditemukan dan lihat di  Gunung Nyiut, Kabupaten Landak, adalah Sambas stream Toad atau Katak Pelangi. Saat ditemukan, sepertinya ia sedang berkamuflase mengikuti warna helai daun tempatnya bertengger. Kamuflase sendiri merupakan cara satwa untuk mengelabui musuhnya. Berdasarkan informasi, Sambas stream Toad atau Katak Pelangi ini memang aktif di malam hari di sekitar sungai yang berbatu-batu atau stream.

Setelah penemuan, Tim ekspedisi botanist masih belum menyadari, kalau katak tersebut merupakan Sambas stream Toad. Bahkan, hingga tiba kembali di Kantor BKSDA Kalbar di Kota Pontianak, usai ekspedisi dan eksplorasi. Sampai akhirnya, baru tersadarkan tiga hari kemudian, setelah tim kembali di Kota Bogor, Jawa Barat.

Dengan penemuan kembali Sambas stream Toad, Kepala Balai KSDA Kalbar yang menjabat saat itu, Sadtata Noor Adirahmanta, yang juga terjun langsung dalam penjelajahan, mengatakan, kegiatan Jelajah CA Gunung Nyiut oleh BKSDA Kalbar dan para pihak terkait, telah mendapatkan capaian yang luar biasa.

“Beberapa spesies tumbuhan baru sudah ditemukan dan dikonfirmasi memang merupakan spesies baru. Bahkan ada beberapa di antaranya merupakan New Record atau belum pernah ditemukan di Indonesia. Dan, tentunya salah satu yang paling spektakuler adalah adanya temuan salah satu jenis satwa Amfibi, dimana catatan informasi gambaran spesimen  diketahui dikumpulkan penejalah pada 1920 an, setelah lebih 100 tahun ditemukan kembali oleh tim ekspedisi kita,” kata pria yang akrab dipanggil Sadtata, bersemangat.

Di samping hal ini merupakan sebuah capaian luar biasa, ada pesan penting yang perlu disadari, yaitu bahwa sebagai pemangku kawasan atau pengelola kawasan, ternyata masih banyak ruang yang harus disentuh dalam melaksanakan amanah pengelolaan kawasan.

“Masih banyak ruang pengelolaan yang belum kita garap. Ini sangat menantang. Adanya satu temuan artinya menunjukkan ada banyak hal lainnya yang belum kita temukan. Ini seharusnya menjadi titik tolak kita untuk melakukan penjelajahan lebih luas lagi. Dan saya yakin akan temuan-temuan baru berikutnya yang akan segera menyusul,” ujar Sadtata.

Pada kesempatan berbeda, RM Wiwied Widodo menegaskan kembali komitmen dan dukungannya terhadap keberlanjutan ekspedisi dan eksplorasi kehati di CA Gunung Nyiut maupun kawasan hutan konservasi lainnya di Kalimantan Barat. Langkah-langkah strategis konservasi keanekaragaman jenis endemik CA Gunung Nyiut akan disiapkan agar penemuan kelimpahan jenis-jenis baru dapat diungkap.

Terkait dengan penemuan Sambas stream toad, RM Wiwied Widodo akan merancang survey habitat dan pendugaan populasi agar dapat memberikan deskripsi sebaran jenis ini di CA Gunung Nyiut. Namun beliau juga mengingatkan bahwa informasi terkait koordinat distribusi Sambas stream toad perlu dirahasiakan, mengingat spesies ini merupakan incaran kolektor fauna bernilai tinggi. “ Paling utama adalah hasil temuan yang diperoleh segera dilakukan kajian dan dipublikasi pada jurnal ilmiah, agar upaya patenisasi dalam rangka pengamanan bioprospecting dapat dilakukan sejak dini ”.  

Jadi, dengan adanya sebuah temuan yang luar biasa ini, setelah 129 tahun tidak terlihat lagi di wilayah Indonesia, yang merupakan tempat pertama kali Katak Pelangi ini ditemukan, pada 1893, selanjutnya, diperlukan studi-studi lanjutan. Seperti memantau dan mencatat populasinya. Melakukan observasi yang lebih luas untuk mengetahui distribusinya. Dan, yang paling penting adalah tetap menjaga kelestarian habitatnya dan meningkatkan upaya perlindungan kawasan dari ancaman-ancaman.

Dengan kembalinya Sambas stream Toad, sekali lagi mari kita ucapkan: ‘Welcome Home Sambas Stream Toad’ atau ‘Selamat datang kembali hai! Katak Pelangi di rumahmu, sejak pertama kali dirimu ditemukan dalam rimba belantara hutan hujan Kalimantan, Indonesia.’

Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat

Penanggung Jawab Berita: Kepala Balai KSDA Kalbar - RM Wiwied Widodo, S.Hut, M.Sc (081249317617)

BKSDA KALIMANTAN BARAT:
Jl. A Yani 121 Pontianak Kalimantan Barat 78124, TElp (0561) 735635; 760949 / Fax. (0561) 747004

Call Center: 08115776767

 

 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 4.5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini