Erpangir Kulau, Merajut Harmonisasi Alam dan Budaya

Selasa, 16 Agustus 2022

Ritual Erpangir Kulau di kawasan TWA Lau Debuk-debuk

Doulu, 15 Agustus 2022. Kabar gembira bagi pengunjung kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lau Debuk-debuk di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, setelah hampir 2 tahun kawasan konservasi ini ditutup akibat pandemi covid-19 melanda Indonesia, akhirnya dibuka kembali sejak tanggal 6 Juli 2022. Bermula dari terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor : SE.4/KSDAE/PJLKK/KSA.3/6/2022 tanggal 30 Juni 2022 tentang Pelaksanaan Reaktivasi Kunjungan Wisata Alam Pada Kawasan Konservasi Dalam Kondisi Transisi Akhir Covid 19.

Surat edaran ini kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya surat Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi Nomor : S.244/PJLKK/PJLWAKK/ KSA.3/7/2022 tanggal 8 Juli 2022, hal Pelaksanaan Reaktivasi Kunjungan Wisata Alam Pada Kawasan Konservasi, ditujukan kepada Kepala Balai Besar/Balai KSDA dan Kepala Balai Besar/Balai Taman Nasional di Indonesia.

Kawasan TWA Lau Debuk-debuk, merupakan salah satu kawasan wisata primadona, khususnya bagi sebagian masyarakat etnis (suku) Karo yang memiliki kepercayaan pada hari-hari tertentu (menurut hari-hari Karo) melaksanakan ritual di kolam-kolam kecil yang ada di kawasan TWA tersebut. Penganut kepercayaan ini yang dikenal dengan sebutan pemena mengadakan acara erpangir (mandi kembang) di lokasi kolam, setelah sebelumnya bagi yang memiliki hajat (keinginan, permohonan) terlebih dahulu memberikan sesajen  berupa aneka macam makanan, buah-buahan hingga bunga (Ritual Erpangir Nilai Tambah Wisatawan di Lau Debuk-debuk, EZ Nasution, Harian Mandiri, 13 Maret 2003 dan Harian Medan Pos, 15 Februari 2003).

Mereka berdoa bersama, mengacung-acungkan tangan ke atas sambil mulut komat-kamit memuja-muja roh. Atraksi kemasukan inilah yang banyak menyedot perhatian pengunjung (wisatawan) baik domestik maupun mancanegara. Para peserta erpangir setelah kemasukan dapat berdialog dengan bahasa mereka kepada roh-roh keluarga yang telah meninggal bertahun-tahun lalu. Ada permintaan tertentu yang mereka sampaikan, dan cenderung permintaan tersebut acap kali terkabul.

Selang beberapa waktu kemudian, para pemuja roh yang baru selesai melaksanakan ritualnya segera nyemplung ke kolam besar. Ramuan-ramuan yang sebelumnya dipersiapkan, mereka siramkan ke sekujur tubuh. Ramuan-ramuan terdiri dari bunga-bungaan dan jeruk purut yang dinamakan lau pangiran, diyakini bisa menghilangkan roh-roh jahat dari dalam tubuh.

Erpangir (mandi kembang) usai ritual

Hari pelaksanaan upacara erpangir kulau yang ditetapkan pada wari cikura lau atau tiga belas hari bulan, menurut penganut kepercayaan ini, selalu dinantikan karena dianggap sebagai hari keramat yang dapat memberikan berkat rezeki dan kesehatan bagi para penganutnya. Erpangir kulau bukan hanya sekedar ritualisasi budaya yang diwariskan turun temurun, tetapi juga memberi makna yang mendalam bagaimana melindungi alam, khususnya kawasan TWA Lau Debuk-debuk sebagai tempat ritual, harus dijaga kelestarian dan kesuciannya. Kesucian dari hal-hal kotor baik kebersihan lingkungan sekitar maupun dari pikiran, perkataan dan perbuatan pengunjung. Memadukan konsep konservasi alam dengan pelestarian budaya menjadikannya sebuah harmonisasi alam dan budaya yang indah dan ini menjadi renungan bagi kita di saat memperingati/merayakan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) Tahun 2022.

“Lestarikan kawasan TWA Lau Debuk-debuk dan budaya erpangir kulau”

Sumber : Evansus Renandi Manalu – Analis Data Balai Besar KSDA Sumatera Utara

 

 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini