Pengembangan Pariwisata Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dengan Pemkab Konawe Selatan

Selasa, 04 September 2018

Konawe Selatan, 4 September 2018. Rawa Aopa merupakan salah satu kawasan di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) yang berdekatan dengan desa Pewutaa, Kecamatan Angata Kab. Konawe Selatan. Wilayah tersebut saat ini menjadi salah satu daerah prioritas sehingga Pemkab Konawe Selatan bersama dengan Balai TNRAW memprakarasi masterplan pengembangan wisata dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan. Tema pengembangan pariwisata yang disepakati Pemkab Konawe Selatan dan Balai TNRAW sesuai dengan tema Hari Konservasi Alam Nasional tahun ini "Hamonisasi Alam dan Budaya".

Sebelum penyusunan masterplan pariwisata, telah dilaksanakan Penandatanganan Memorandum Of Understanding (MoU) pada tanggal 4 Juli 2018 yang mencakup pengembangan di tiga sektor yaitu bidang pertanian, bidang perikanan dan wisata. Adapun luas areal yang akan dikembangkan menjadi destinasi wisata Rawa Aopa secara keseluruhan yaitu 30 Ha, dimana 12 hektar masuk kedlam Kawasan TNRAW.

Rawa Aopa terletak di zona tradisional yang didalamnya terdapat aktifitas masyarakat untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam secara tradisional seperti penangkapan ikan dan pengambilan tumbuhan rawa (totole) untuk bahan anyaman tikar. Keberadaan site yang seluruhnya merupakan badan air, menyebabkan kecilnya kemungkinan peruntukkan Ruang Usaha dalam konteks pengembangan wisata, sehingga lokasi untuk mengakomodir kegiatan wisata yang terletak pada zona pemanfaatan dan zona tradisional seluruhnya berada pada Ruang Publik.

Tipe ekosistem Rawa Aopa merupakan tipe vegetasi rawa gambut terluas di daratan Sulawesi. Kombinasi unsur lingkungan yang terdapat pada Rawa Aopa meliputi penutupan badan air oleh vegetasi yang lebih dari 90%, material dasar rawa yang bergambut dan topografi disekitarnya yang berupa gugusan perbukitan, secara akumulatif telah menciptakan kondisi pengendalian tata air (hidrologi) yang sempurna bagi keseimbangan ekosistem daratan Sulawesi Tenggara secara umum. Kondisi tersebut juga merupakan habitat ideal bagi berbagai jenis burung air dan burung migran yang berjumlah 23 spesies.

Bagi masyarakat sekitar, keberadaan rawa secara tidak langsung telah memberi warna berbeda dalam tatanan sosial, budaya dan ekonomi sehingga menjadi karakter pembeda dengan masyarakat lainnya. Dalam tatanan sosial, seiring dengan perubahan waktu jumlah masyarakat yang mengakses sumber daya alam semakin meningkat sehingga tercipta komunitas dengan aturan atau kearifan lokal tertentu. Hingga saat ini, keberadaan rawa dapat mempengaruhi terbentuknya komunitas masyarakat diantaranya: perajin tikar pandan rawa (totole), nelayan, pengasapan ikan air tawar (skala rumah tangga), pembudidaya ikan air tawar dan pengusaha warung.

Dari unsur budaya, keberadaan rawa banyak memberi pengaruh dalam hal pemanfaatan sumber daya alam. Dengan pengetahuan local yang dimiliki, rutinitas penangkapan ikan secara tradisional telah membudaya secara turun temurun seperti teknik memancing (molonduri), membubu, memukat, menjala dan menangkap langsung dengan tangan (mekaroro). Hasil tangkapan umumnya dijual langsung melalui pengepul atau diecer, namun tidak sedikit pula yang melakukan pengolahan setengah jadi melalui teknik pengasapan dengan tujuan meningkatkan nilai jual dan pengawetan. Jenis budaya lain yang tidak kalah uniknya adalah melalui kerajinan tikar pandan rawa, masyarakat menjadikan tikar tersebut sebagai salah satu persyaratan dalam prosesi pernikahan.

Sumber : Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai

Photo by Putu Sutarya

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini