Batik Ecoprint?

Rabu, 26 Februari 2020

Kamis, 20 Febuari 2020 - Sebanyak 13 orang seniman dari komunitas Ecoprint se-Jabodetabek yang diketuai oleh Gayatri Budiarni W. istri dari Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan, dan Perubahan Iklim – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menggelar acara praktik printing dari bahan alami di kawasan wisata Resort PTN Situgunung, Bidang PTN Wilayah II Sukabumi, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Menurut Gayatri, ecoprint yang berasal dari Turki ini mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 2016 lalu.

Pada saat pelaksanaan praktek di TIC (Tourist Information Center) Resort PTN Situgunung, Miko sebagai mentor, mengatakan bahwa teknik printing ini dapat dikatakan tidak mudah, namun mempunyai keunggulan tersendiri, terutama ramah terhadap lingkungan, disamping nilai jual yang cukup tinggi. Dalam ecoprint, tidak digunakan bahan dasar tinta seperti printing pada umumnya, warna-warni yang dihasilkan berasal dari bahan alami yaitu getah dedaunan.

Proses pembuatan batik dengan ecoprinting terbagi menjadi beberapa tahap, mulai penyiapan alat dan bahan, perlakuan pada kain yang akan diberi gambar, perlakuan pada dedaunan yang akan dijadikan pola dan pemberi warna, pengukusan kain sampai penjemuran. Pada tahap persiapan, dikumpulkan berbagai bahan, antara lain: (1) kain dengan serat alami seperti katun, sutera, atau kanvas; (2) plastik untuk membungkus; (3) daun-daunan; (4) campuran air tawas; (5) larutan cuka (cuka biang 70%); (6) pipa PVC 1,5 inchi sepanjang 1 m; (7) tali jenis plastik; dan (8) panci untuk mengukus.

 

Langkah selanjutnya adalah merendam kain dengan air tawas selama 1 (satu) hari untuk membuang lilin yang terkandung pada kain, dan untuk mengawetkan pewarna dari bahan yang dihasilkan. Kemudian rendam daun dalam larutan cuka agar zat warna daun keluar secara maksimal. Bentangkan kain yang sudah direndam di atas alas lalu tempelkan daun-daunan sesuai dengan keinginan. Setelah itu gulung kain tersebut dengan pipa paralon lalu ikat dengan tali. Langkah berikutnya adalah mengukus kain tersebut selama 2 jam. Setelah selesai proses pengukusan, angkat, dan bentangkan kembali kain, lepaskan daun secara perlahan, dan yang terakhir jemur kain ecoprint hingga kering.

Menurut Asep Suganda, Kepala Resort PTN Situgunung, kegiatan praktek ini bertujuan untuk memperkenalkan ecoprinting, dalam pembuatan batik ramah lingkungan dan sejalan dengan prinsip konservasi. Lebih lanjut Asep mengatakan, “Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai kawasan konservasi juga menyediakan berbagai macam bahan alam yang terdiri dari berbagai bentuk daun, buah, dan bunga yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan ecoprint, tentunya sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku”.

Salam lestari.


Sumber: Balai Besar TN Gunung Gede Pangrango
Teks dan Dok: Purnama P.S.

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini